Mereka Tanggung Jawabku

2.4K 140 11
                                    

Sebelumnya author mau minta maaf duu nih, soalnya 1 minggu full kemarin nggak bisa update. Bukan karena author malas, hanya saja terjadi kerusakan jaringan. Author kira cuma sehari-dua hati doang tapi nyatanya selama itu, bahkan author kena semprot bos karena tidak meminta ijin dan menulis laporan seminggu full. Untuk itu, author punya utang 4 judul ya, author akan mencoba update hari ini semua. Tapi kalau nggak sempet, author akan lanjut update esoknya. Sekali lagi, author mohon maaf sekali.

####

Iqbal POV

Aku tahu akan banyak orang yang menentang dengan keputusan ku, tapi aku sangat yakin bahwa ini keputusan terbaik. Biar bagaimanapun, mereka juga keluargaku. Sekalipun aku sudah terusir dan tak dianggap, aku tidak membenci semuanya.

"Kau yakin menanggung mereka di kontrakan mu?" Tanya bang Iqbal ragu.

"Aku sangat yakin bang, mereka tetap keluargaku, meski telah menghujam diriku dengan ribuan jarum sekali pun." Ucapku yakin.

Aku tahu, aku sangat tahu apa yang ada di pikiran bang Iqbal. Tapi aku juga yakin bisa mengatasi apa yang menjadi kekhawatiran bang Iqbal.

"Ayok kita ke rumah dulu." Ajakku pada Bunda dan Ilham.

Aku belum mengatakan apa-apa pada Ibu dan lainnya, hanya bang Iqbal yang tahu. Aku hanya sedang mempersiapkan mental untuk menghadapi apa yang menjadi pendapat mereka yang sedang liburan, tentu saja ini keputusan yang beresiko mengingat sepak terjang si Ilham.

"Kalian tidur saja di kamar ini, bentar aku ambil beberapa barangku." Ucapku mengambil beberapa pakaian dan buku yang diperlukan.

Aku memberikan kamarku untuk mereka tempati sementara,

"Kamu yakin? Kamu terlalu baik sama mereka." Ucap bang Iqbal yang tak setuju kamar yang dia desain khusus untukku.

"Udahlah bang, ayok kita beli beberapa kasur tambahan." Ucapku tak peduli dengan apa yang bang Iqbal katakan.

Aku sebenarnya bukan tidak peduli apa yang bang Iqbal katakan, hanya saja aku memberi waktu terhadap mereka. Aku sangat yakin, jika aku berada di posisi mereka, pasti aku sangat tertekan dan ingin meluapkan semua uneg-uneg pada apapun yang bisa dijadikan tumbal.

"Emang kamu mau tidur dimana kalau kamar itu dikasi ke mereka?" Tanya bang Iqbal.

"Nanti ruang tamu kita jadikan kamar tambahan aja." Ucapku yakin.

"Lho kan masih ada kamar yang kamu jadikan studio itu?" Tanya bang Iqbal.

"Buat di pakai Ilham aja." Balasku.

"Dia kan bisa tidur sekamar dengan Bundamu." Ucap bang Iqbal.

"Nanti biar Bunda sama ayah." Ucapku tanpa menoleh, fokus memilih-milih kasur.

"Udah deh bang, bantuin milih, jangan banyak tanya." Lanjut ku, tak ingin terganggu.

Kami pun fokus kasur dan beberapa perlengkapan tidur.

###

"Capek juga." Ucapku setelah membereskan kamar yang akan menjadi kamar Ilham.

Bang Iqbal hanya tersenyum melihatku yang sudah tak bertenaga.

"Harusnya kamu minta bantuan sama dia yang cuma numpang disini." Ucap bang Iqbal.

Aku hanya tersenyum pada bang Iqbal, tentu saja aku tidak mau merepotkan mereka yang aku anggap sebagai Tamu di rumah ini. Aku pun menelpon seseorang,

"Perbesar." Ucap bang Iqbal saat tahu bahwa aku ingin menelpon.

"Bu, maaf ya bu. Ibal kayaknya gk bisa melanjutkan liburan dengan kalian semua." Ucapku ragu.

Gara-gara Ilham (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang