Vote sama komennya jangan lupa 😅
***
"Mil, tadi aku naruh jam tangan dimana ya?"
Tanyaku pada Mila dengan sambil mondar mandir mencari dimana tadi aku meletakkan barang tersebut. Ya beginilah jika apa yang ada di otak dan hati tidak sinkron.
"Coba cek di sekitar meja rias, calm Pril."
Tak memberikan jawaban namun aku segera memeriksa dengan teliti, dan akhirnya dapat. Segera kupakai di pergelangan tangan kiriku. Kemudian aku kembali menatap cermin yang ada di depanku untuk memastikan penampilanku.
Beberapa saat setelah mengamati, aku seakan baru tersadar. "Mil, ini ternyata press body banget kebaya nya. Gimana dong?" Aduku merasa tak percaya diri setelah ku perhatikan baik baik penampilanku.
"Terserah lo sih, kalau lo mau kita telat dateng kesana it's okay. Paling ntar laki lo yang gak bisa senyum." Aku menghela nafas.
"Tapi aku juga jadi susah gendong Gistanya, Mil."
"Gista aman sama gue, tenang aja. Udah yuk say, mending berangkat sekarang. Yang lain udah sampai disana lho ini." Ungkap Mila seraya beranjak dengan turut serta membawa Gista ada di gendongannya.
Kehadiran Gista, bagi kami adalah sebuah anugerah meskipun nyatanya memang tak pernah kami duga. Bahkan aku baru mengetahui ada sosok janin dalam rahimku ketika sudah hampir masuk di week 8. Gila gak sih. Selama itu pun aku juga jarang mengalami apa yang namanya morning sickness pada waktu itu sehingga sama sekali aku tak pernah berfikir aku tengah mengandung. Terlebih lagi rasanya aku sudah terbiasa mengalami datang bulan yang kurang lancar.
Masih sangat ku ingat, kala itu kami tengah berkumpul rutin keluarga seperti biasanya di rumah Ayah dan Bunda. Kemudian, tahu tahu ketika aku, Mila dan Bunda tengah memasak bersama menyiapkan makanan, Bunda berceletuk meledek tubuhku yang katanya semakin melebar pada beberapa bagian.
"Ini kelihatannya berisinya beda lho, Pril. Kamu lagi hamil kali sayang." Diwaktu yang sama tentu tanggapanku hanya bisa tertawa. Sama sekali tak memikirkan bahwa memang kenyataannya benar ada nyawa yang kubawa.
Hingga berakhirnya acara, diwaktu perjalanan pulang aku iseng memberitahu soal hal tersebut pada Ali yang tengah berada di balik kemudi.
"Sayang, masa tadi Bunda bilang aku lagi hamil. Badanku emang selebar itu ya?" Ungkapku.
"Hamil? Kamu hamil?"
"Kebiasaan deh, gak nyambung banget sih mas." Kesalku, namun malah membuat Ali tertawa dan mengusap puncak kepalaku.
Saat itu aku hanya diam, tentu saja. Mempertahankan niat marah karena sikap nyebelin yang Ali punya. Namun, tahu tahu mobil Ali melaju bukan berada di jalur yang menuju alamat kami. Kami berada di jalan yang bukan seharusnya, membuatku ingin bertanya namun masih ku urungkan. Jelas saja, mana bisa orang marah nanya ke orang yang menjadi penyebab kemarahan itu.
"Yuk turun."
Aku menoleh, tak percaya. "Ngapain ke sini? Kamu mau kerja? Astaga Mas, kalau mau kerja kenapa aku juga dibawa kesini." Semburku tak terima.
Mungkin bagi kalian yang nantinya bercita cita memiliki suami seorang dokter, percayalah tak se enak bayangan kalian menjadi seorang istri dokter. Dimana, tentu saja secantik apapun kamu tetap prioritas utama yang suami kalian punya adalah pasiennya. Sebenarnya tak seburuk pikiran kalian juga, ya tentu kalian faham setiap tindakan apapun yang kita ambil pasti punya hal menguntungkan dan merugikan. Tapi tetap saja, aku hanya seorang istri biasa yang tentunya ingin bisa bermanja dengannya di beberapa waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I've Your Heart? [COMPLETED]
Fanfiction(Follow dulu sebelum membaca, adalah salah satu sikap dari pembaca yang cerdas 👌) "Aku yang hanya bisa memandangimu tanpa berani mendekatimu. Aku yang selalu jadi pengamatmu yang tak pernah kau sadari. Aku yang selalu berusaha menggapaimu dalam dia...