28. Andra, Sorry!

570 88 7
                                    

Tap tombol vote dulu ya sebelum lanjut scroll ❤

***

"Bunda udah tahu sayang."

Aku hampir aja melepaskan suara pekikan jika tak mengingat masih terlalu pagi untuk membangunkan tetangga kamar kos. Niatku, baru ingin akan mengabarkan bunda sekaligus curhat mengenai Ali.

"Gimana bisa?" Tanyaku heran.

Aku masih duduk diatas sajadah dan mukena lengkap yang masih menempel. Selepas Sholat subuh tadi aku menyempatkan membaca Al-Quran, yah meskipun tak terlalu banyak yang kubaca. Pesan Ayah, aku harus selalu membaca Al-Quran minimal sehari sekali walaupun hanya 5 ayat saja. Kemudian tiba aku mengikuti naluri hatiku yang menginginkan menyapa Bunda pagi hari ini.

"Kemarin hari apa ya, Bunda lupa. Pokoknya si Ali nelfon Bunda buat minta izin ajakin kamu pacaran. Gak cuma ke Bunda aja kok, Ayah sama Kakak kamu juga." Sungguh, ini bukan ekspetasiku sebelumnya.

"Terus respon Ayah gimana Bun?" Tanyaku cepat.

Sebab, aku yakin jika respon Bunda maupun Kak Kelvin tentu saja dengan gampang mendukung hubunganku. Namun, untuk ayah sendiri? Keyakinanku tak terlalu tinggi.

"Sempet mau gak kasih izin sih Dek, si Ayah. Apalagi waktu tahu kampus Ali nantinya gak lagi di Malang kan." Aku berdehem, mengiyakan. "Tapi gatau gimana cara Ali negonya, tahu tahu Ayah udah iya iya aja. Waktu Bunda tanya pun gak ngaku tuh Ayah kamu." Aku mengulum senyum senang.

"Bahasa Bunda apaan deh pake nego nego segala, emangnya Adek barang yang butuh dinego." Kudengar Bunda tertawa.

"Berarti baru tadi malam Ali nembaknya, Dek." Aku mengangguk dan berdehem. "Yaudah, pokoknya pesen Bunda kalau pacaran gak boleh yang aneh aneh. Gak boleh melebihi batas aturan agama ya, Dek." Aku tertawa.

"Tapi Bun, menurut islam kan pacaran itu gak boleh. Udah setara sama zina juga." Godaku.

"Haish, kalau Adek tahu gitu kenapa tetep mau diajakin Ali pacaran." Aku terkekeh. "Bunda bukannya gak mau ngelarang kamu, Dek. Bunda malah takutnya, semakin kamu dilarang, kamu nanti malah semakin melanggar. Toh dosa kamu udah jadi tanggungan kamu sendiri, kan. Jadi tugas Bunda hanya bisa ingetin kalau pacarannya gak boleh aneh aneh."

"Gandengan tangan masuk aneh aneh gak Bun?" Seruku. "Terus kalau aku dibonceng motor sama Ali, aku peluk pinggang Ali biar gak jatuh, boleh juga gak Bun?"

"Aduh dek, kalau kamu gak malu buat gandengan terus pelukan sama Ali, terserah Adek ajalah. Pokoknya Bunda gak mau kalau kamu sama Ali sampai cium cium, apalagi lebih dari itu." Rasanya seru menggoda Bunda meskipun hanya dari telefon.

"Emang kalau aku sama Ali beneran ciuman, Bunda tahu dari mana. Kan aku disini sendirian." Tantangku lagi.

"Awas ya Dek pokoknya kamu kalau sampai macem macem, bibir kamu bakal Bunda cabein kalau sampe berani cium cium pacarannya."

"Kalau alurnya gak sengaja ke cium gimana Bun?"

"Tau lah Dek, jangan Bikin bunda pening ya harus bayangin kamu aneh aneh disana. Lagian Bunda percaya sama Ali, dia gak bakal macem macemin kamu." Tawaku menghiasi perkataan Bunda. "Bunda tutup ya, harus bikin sarapan buat Ayah. Kamu jangan lupa sarapan sebelum berangkat, sama titip salam buat Ali. Baik baik disana ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam Bunda, titipin salam ke Ayah sekalian ya Bund. Dahh.."

Panggilan telepon kami segera ku akhiri. Menjadikanku tak jadi curhat soal kepindahan Ali nanti. Lagian, gimana ceritanya Bunda mengira aku akan berbuat aneh aneh dengan Ali. Orang semester depan aja Ali udah pindah.

Can I've Your Heart? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang