10|| Ruang Sunyi, Penuh Dengan Gejala Depresi

1.4K 152 26
                                    

"Di antara perseteruan kedua orang-tua, terkadang seorang anak yang harus menanggung beban masalah hidupnya nanti, seperti apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Di antara perseteruan kedua orang-tua, terkadang seorang anak yang harus menanggung beban masalah hidupnya nanti, seperti apa. Proses perkembangan fisik dan mental, yang harus dihadapkan olehnya."
***

"Kalau boleh tahu, ayah dan ibumu ke mana Cempaka? Bukannya kemaren baru dibelikan baju baru, ayah dan ibumu sudah pulang?" tanya Zeze penasaran.

"Iya tapi gitu. Mereka selalu saja mementingkan diri mereka sendiri, gue udah ditinggal kerja lagi. Ayah gue dokter, sedangkan ibu. Ibu sibuk bekerja di luar kota, kenapa Ze?" Cempaka kembali bertanya kepada Zeze.

"Jadi, kamu hari ini di rumah sendirian?" Zeze kembali bertanya, menatap Cempaka yang tengah tertunduk merenung.

"Makanya, gue sering minta lo buat temenin gue. Gue kesepian Ze, gue takut di rumah sendirian, tiap malam gue nangis. Gue butuh teman untuk bercerita, dan lebih parahnya lagi, gue bener-bener merindukan kedua orang tua gue. Mereka selalu sibuk bekerja, lebih sakitnya lagi-" Seketika perkataan Cempaka terpotong, ia tidak kuasa menahan segala air mata.

Maafin aku Cempaka, aku juga mempunyai masalah yang sulit banget untuk aku utarakan. Tetapi aku lebih memilih, untuk memendamnya sendiri, walau jelas dan mutlak apa adanya, itu benar-benar menyakitkan. batin Zeze, ikut-ikutan menangis melihat sahabatnya sedah kesedihan itu, sampai Zeze lupa. Bahwa diapun membutuhkan penyangga, agar bisa berdiri tegak. Tetapi Zeze lebih peduli keadaan temannya sendiri, ketibang dirinya sendiri.

"Lebih parahnya lagi, mereka kenapa Cempaka?" Zeze bertanya dengan lirih, ia begitu memahami perasaan sahabatnya itu.

"Mereka selalu sibuk dengan urusannya masing-masing, sampai mereka lupa. Bahwa gue di rumah seorang diri Ze, gue takut. Seharusnya di masa remaja ini, kedua orang-tua lebih memperhatikan anaknya, apalagi gue anak satu-satunya Ze," Senggukan Cempaka terdengar nyaring, pada kedua pasang telinga Zeze, Zeze tidak kuasa melihat raut wajah sahabatnya, penuh dengan air mata.

"Cempaka, maafkan aku. Kita sama-sama mempunyai masalah tersendiri, aku harap semoga kita berdua sama-sama mengerti," balas Zeze, sambil menangis menatapi Cempaka.

"Lo tahu 'kan Ze? Lo sadar 'kan? Seorang anak itu hanya ingin diperhatikan, dimengerti, dan diawasi. Gue sadar kok Ze, kita udah remaja, tapi apa salahnya sih, kita dapat perhatian lebih dari orang tua? Gue sedih Ze, gue kesepian! Kamu harus paham Ze, kamu harus paham!" desak Cempaka, menatap raut wajah Zeze, sama saja penuh dengan tangisan.

"Ta-tap-" Zeze berusaha mengutarakan pendapatnya, tetapi Cempaka langsung menyela begitu saja perkataannya.

"Gue takut Ze! Gue takut terjerumus pergaulan bebas secara sadar, maupun tidak sadar. Gue takut Ze, gue takut. Maka dari itu, gue merindukan setidaknya beberapa pengarahan dari kedua orang-tua gue, biar gue enggak salah ambil jalan," ungkap Cempaka, berkata jujur apa adanya, tanpa ada yang ditutupi sedikitpun.

*****

Setelah mereka berdua saling terdiam begitup saja, tiba-tiba emosi Cempaka mulai tidak bisa tertahankan lagi, Cempaka kembali mendesak Zeze melalui perkataannya.

"Ze, kamu paham 'kan!?" desak Cempaka sekali lagi.

"A-ku, paham-" Zeze terbata-bata.

"Jawab Ze, jawab!?" desak Cempaka, untuk yang ketiga kalinya.

"Tolong ceritakan padaku, bagaimana rasanya mempunyai keluarga yang utuh? Tolong jelaskan padaku, bagaimana rasanya hidup tanpa setitik luka yang menerpa! Aku ingin bahagia seperti mereka! Walau hanya satu kali saja!" Spontan Zeze berkata seperti itu, berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam, tanpa ada perasaan tipuan, sedikitpun.

"Ze?" Cempaka terheran.

Cempaka yang mendengar Zeze berkata seperti itu, serta melihat air mata Zeze yang mengalir begitu deras, Cempaka merasa bahwa Zeze benar-benar sedang tidak baik-baik saja.

Cinta dan Luka sama-sama Zeline rasakan, tetapi luka itu hadir lebih unggul daripada rasa cinta yang nyata, bukan hanya omong kosong tidak berguna saja. Ruang Zeline sepi, ruang Zeline kelam, bantu Zeline keluar dari ruang depresi.

Zeline tidak pernah merasakan, bagaimana rasanya disayang, dimanja, dan diperhatikan. Hari demi hari, detik demi detik, yang Zeline nanti yaitu perdamaian kedua orang-tuanya, tapi itu semua sudah terlajur dan tidak dapat disatukan kembali. Karena Sang Pencipta telah memanggil ibundanya, Zeze berharap Sang ibunda tenang di alam sana.

"Ze, jawab jujur. Memangnya ibu kamu ke mana? Bukannya di rumah kamu tinggal bersama Ibu Karin?" tanya Cempaka penasaran, perlahan ia menghapus bekas air matanya tersebut.

"Karin bukan ibuku, Nusa adalah ibuku. Ibu Nusa, telah meninggalkanku lebih dulu, maaf Cempaka, sepertinya aku tidak mempunyai banyak waktu untuk berbincang lebih lama," Zeze sudah berkata jujur apa adanya, lantas hal itu membuat hati Cempaka tersadar, dan merasa bersalah sekali karena sudah mengeluh.

Zeline Chintya Lestari, atau bisa kalian sapa Zeze. Ia merasa banyak kurangnya, Zeze menginginkan ketulusan yang sebenarnya, bukan hanya kata permainan perasaan saja.

Sejak kecil, beranjak remaja. Zeze menyaksikan perseteruan itu masih saja terasa, rasa sesak terasa di dalam dada, seketika atmanya mulai merasa bahwa diri ini tidak ada apa-apanya.

"Bahkan sampai nafas berakhir sekalipun, Zeline akan terus berusaha untuk menerimanya, sampai Sang Maha Kuasa berkata. Waktunya, beristirahat dengan tenang." Berurai air mata, dari seorang gadis yang begitu anindya. Zelinea Chintya Lestari namanya, itu semua membuat Cempaka teman yang berada di sampingnya, langsung memeluknya, memberikan ketenangan, berupa pelukan tulusnya persahabatan.

"Maafin gue Ze, gue bener-bener enggak tahu. Lo jangan nangis lagi ya, ada gue di sini, lo itu perempuan yang kuat! Gue salut sama lo!" Cempaka berusaha memberikan aura semangat mendalam kepada Zeze.

"Persoalan Karin, gue tahu kok Ze. Dia jahat sama lo, gue udah menduganya. Tenang Ze, ada gue di sini, sekarang gue udah tahu semuanya, lo enggak perlu khawatir. Gue enggak bakal kasih tahu inin semua kepada siapapun, gue akan selalu ada buat lo!" Sekali lagi, Cempaka memberikan aura semangat bagi Zeze.

Zeze tersenyum haru, sambil berkata. "Terima kasih, Cempaka. Zeze akan terus bertahan, selagi Zeze percaya bahwa kekuatan untuk menanggung segala beban itu ada, Zeze masih mempunyai Sang Pencipta, begitupula kamu. Hanya aku dan dialah, yang benar-benar mengetahui, apa keluh-kesahku selama ini, dialah yang sejatinya selalu menguatkan hari-hariku dengan penuh makna yang tercipta dalam setiap kehidupan yang ada."

Sampai jumpa lagi teman-teman! Jangan lupa vote dan coment-nya ya, bagi yang mau masuk GC Readers AL, Komen di bawah sertakan no hp teman-teman ya, Al tunggu kehadirannya💕

RUANG DEPRESI [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang