"Aku rasa, kamu sedang merasakan retisalya itu masih saja terasa. Ceritakan saja semua, agar kamu tidak merasakan sakitnya secara tiba-tiba."
***Langkah seorang perempuan, dari koridor yang sepi pada sore menjelang malam ini. Nampaknya Zeze baru selesai mengikuti ekstrakurikuler basket pada hari ini. Tetiba saja rasa sesak itu masih terasa, Zeze harus merasakan jahatnya Karin. Karin selalu memperlakukan Zeze dengan tidak wajarnya.
"Retisalya ini, masih saja terasa. Hei semesta! Aku akan terus bertanya, kapan aku merasakan bahagia yang sesungguhnya?" Zeze bertanya kepada Buana, sesegera mungkin Zeze ingin merasakam bahagia yang semestinya, agar semuanya dekat dengan kata baik-baik saja.
"Ze!" teriak seseorang di belakang Zeze, karena begitu penasaran siapa orang yang memanggil namanya, pada akhirnya Zeze menoleh ke belakang, ternyata itu Cempaka menghentikan langkahnya.
Zeze menghentikan langkahnya, sambil berkata. "Hei! Cempaka apa kamu baik-baik saja?"
Cempaka memegang pundak Zeze dengan kedua tangannya, seraya memberikan senyuman persahabatan kepada Zeze.
"Aku rasa, kamu sedang merasakan retisalya itu masih saja terasa. Ceritakan saja semua, agar kamu tidak merasakan sakitnya secara tiba-tiba," ungkap Cempaka kepada Zeze, menatap Zeze dengan penuh makna dalam mengenai persahabatan yang semestinya.
"Ah, tidak apa-apa. Aku benar-benar bahagia, dan dekat dengan kata baik-baik saja. Soal retisalya menerpa? Mungkin itu hanya perasaanmu saja, buktinya aku masih tersenyum megah padamu Cempaka," balas Zeze, lagi dan lagi kembali membohongi dirinya sendiri, bahwa berusaha untuk baik-baik saja, walaupun itu semua berat terasa.
"Besok hari libur, bagaimana jika kita bermain bersama, ke Mall contohnya, apa kamu bisa?" tawar Cempaka kepada Zeze, besok hari libur. Entah apa yang harus Zeze balas, Karin pasti tidak mengizinkannya untuk keluar rumah, jikalau Zeze melanggar, matu tidak mau suka tidak suka Zeze harus siap sedia menanggung akibatnya.
"Sudah malam, gimana nanti saja ya. Ayo kita pulang, jangan sampai rumah terlalu larut malam, dunia ini kejam, kalau kamu tidak berhati-hati kamu bisa terjebak dalam perangkap jahat orang-orang di luar sana," kata Zeze kepada Cempaka, Zeze langsung menarik lengan Cempaka pada akhirnya mereka berdua melakukan perjalanan pulang menuju rumahnya masing-masing.
"Zeze kenapa ya? Aku merasakan adanya sesuatu yang berbeda," Cempaka terheran-heran, ini benar adanya. Sepertinya Zeze tengah menyembunyikan sesuatu hal darinya, begitupula pada Lonceng dan Rintikan.
*****
"Ze, kamu yakin enggak mau mampir ke rumah Cempaka dulu? Rumah kita berhadap-hadapan loh, masa sih enggak mau?" tawar Cempaka, nampaknya ia sangat kesepian dan membutuhkan sebuah teman untuk berbincang santai, pada malam ini Cempaka di rumah sendirian. Kedua orang tuanya, selalu saja sibuk bekerja.
"Eh enggak, takut merepotkan. Aku mau ini apa namanya, mau beresin buku di kamar yang berantakan, nanti kalau ada waktu luang aku main deh ke rumahmu," tolak Zeze, gawat jika ia menerima ajakan Cempaka, bisa-bisa Karin marah dan berkata yang tidak-tidak kepada Bima.
"Ta-tapi, Ze!"
"Aku duluan ya, Cempaka!" seru Zeze, seraya melambaikan tangannya kepada Cempaka, lalu Zeze masuk ke dalam rumahnya.
"Zeze kenapa, ya? Aku rasa ada yang aneh darinya. Zeze pandai sekali bertingkah seolah-olah sedang baik-baik saja, sebenarnya Cempaka sudah lama menyadari itu semua," ucap Cempaka dengan pelan, setelah itu juga Cempaka masuk ke dalam rumahnya yang terasa sangat sepi sekali.
"Ke mana saja kamu?" tanya Karin, dengan nada menyeramkan. Karin sedang bersantai, seraya menikmati makanan di ruang tengah. Menyaksikan televisi, dengan asyiknya.
"A-a-ku," Zeze berkata terbata-bata.
Karin mematikan televisi, perlahan tapi pasti mulai menghampiri Zeze, dengan tatapan tajam, Karin berkacak pinggang sambil berkata. "Ke mana saja kamu!"
Zeze tidak menjawab, karena Karin di sini selalu merasa paling berkuasa, padahal dia bukan siapa-siapa bagi Zeze, Karin hanya sebatas tamu tak dikenal yang tidak pernah Zeze harapkan sebelumnya.
"Sini kamu!" Karin langsung menarik baju seragam Zeze dengan kasarnya, Karin benar-benar murkan, nafasnya berhembus kencang. Menatap wajah Zeze saja, Karin benar-benar muak.
Karin membawa Zeze ke kamar mandi belakang, setelah sampai Karin menjorongkan Zeze ke bawah lantai kamar mandi. Karin menyalakan air kran kamar mandi tersebut, lalu mengambil gayung dengan kasarnya Karin membanjuri Zeze dengan air secara berkali-kali, hingga Zeze berteriak histeris.
"Aaaaaaa tolong!" Zeze berteriak meminta sebuah pertolongan, tapi siapa yang akan membantu Zeze? Sedangkan di rumah hanya ada Zeze dan Karin.
"Diam kamu! Sekali lagi kamu berteriak, kamu harus tanggung akibatnya seperti apa!" sentak Karin, lalu tak lama dari itu. Karin membanjur Zeze berkali-kali, lagi dan lagi tidak diberi belas kasihan sama sekali.
Retisalya terasa begitu dalam, Zeze tidak bisa berbuat apa-apa selain menahan rasa sakitnya seperti apa, Zeze hanya menunggu takdir dari Sang Maha Kuasa untuk segera menjemputnya, karena Zeze sudah tidak tahan dengan kejamnya dunia.
Zeze tidak melawan Karin sama sekali, sebab jika Zeze melawan ya ada Karin akan bertambah marah, dan bicara yang tidak-tidak kepada Bima. Sehingga batin Zeze berkata, ada baiknya mengalah saja.
"Kamu enggak melaksanakan pekerjaan rumah! Malah pulang malam begini! Kalau kamu masih mengulang kesalahan yang sama! Aku tidak segan-segan berkata yang tidak-tidak kepada Bima! Mengenai kamu! Dasar anak buangan!" bentak Karin kepada Zeze, saking tidak sukanya Karin kepada Zeze, padahal Karin sendiri sadar dia bukan siapa-siapa di dalam keluarga ini, tapi rasa ingin memiliki segalanya, Karin selalu semena-mena kepada Zeze.
Aku bukan anak buangan! Aku anak dari ibu Nusa dan ayah Bima! Kamu itu hanya sebatas perempuan tidak jelas datang tak diundang, tapi bodohnya kamu selalu merasa paling berkuasa! batin Zeze menggerutu, Karin selalu merasa ada apa-apanya jadi semena-mena, ini benar-benar menyebalkan, Zeze menggigil kedinginan.
"Mampus!" Satu kata yang Karin lontarkan, lepas dari itu Karin langsung kembali ke ruang tengah dan melanjutkan santai leha-lehanya, merasakan nikmatnya berada di rumah orang yang berada.
"Me-nye-bal-kan," kata tersebut terlontar dalam Lisan Zeze, Zeze menggigil kedinginan, tapi ia tetap berusaha untuk kuat. Ini belum apa-apa, masih banyak rintangan yang harus ia lewati seterusnya, pokoknya harus tetap kuat menjalani semuanya.
Zeze berjalan dengan tubuhnya yang bergemetaran karena kedinginan, Zeze menaiki tangga agar sampai pada kamarnya yang berada di atas, setelah sampai atas Zeze melirik sebal Karin, dan ternyata Karin menyadarinya.
"Hei! Cepat masuk ke dalam kamar kamu anak buangan!" bentak Karin, seraya memberikan tatapan jahat kepada Zeze, Karin kembali menlajuti kegiatannya bersantai-santai seperti hari biasanya.
Langkah Zeze terhenti sejenak, di saat ia sudah berada di depan pintu kamarnya. Zeze mengelus rambutnya dengan halus, seketika terkejut. "Mengapa rambutku, menjadi rontok seperti ini?"
Gimana part kali ini? Hehe. Sampai jumpa lagi!
KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG DEPRESI [ END ]
Novela Juvenil"Tolong ceritakan padaku, bagaimana rasanya mempunyai keluarga yang utuh? Tolong jelaskan padaku, bagaimana rasanya hidup tanpa setitik luka yang menerpa! Aku ingin bahagia seperti mereka! Walau hanya satu kali saja!" Cinta dan Luka sama-sama Zeline...