00|| Cahaya Penerang Dalam Kehidupan

9.1K 558 380
                                    

Bismillah, RUANG DEPRESI From The Berdiri Sendiri Series, Happy Reading💕***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bismillah, RUANG DEPRESI From The Berdiri Sendiri Series, Happy Reading💕
***

Seorang perempuan bernama Zelinea, genap berusia 6 tahun, memiliki nama panjang Zelinea Chintya Lestari, atau kerap disapa Zeze. Setiap malam bertemu pagi, Zeze selalu merasa kesepian, terkadang Zeze harus menyaksikan kedua orang tuanya berseteru.

"Happy birthday to you, happy birthday to you," Sepasang suami istri dengan anak kesayangannya yang genap berumur 6 tahun sedang menyanyikan sebuah lagu selamat ulang tahun, untuk anak perempuan semata wayangnya itu.

"Itu mereka lagi ngapain, ya?" Zeze kecil sedang mengintip di jendela teman kecilnya itu. Zeze tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan, mengapa Zeze tidak merasakan bahagianya seperti teman kecilnya itu.

"Ze, sini Sayang!" teriak Kek Anton, memanggil Zeline kecil.

Zeze kecil bertanya kepada Kakek Anton. "Kek, mengapa mereka bahagia sedangkan aku tidak? Ke mana ayah dan ibuku selama ini?"

Anton menghela nafas berat, ia tidak sanggup. Tidak tahu harus berkata apa, Anton yang mendengar cucunya berkata seperti itu, serperti tertusuk beribu-ribu paku di hatinya.

"Zeze sayang, ayah ibu kamu 'kan selalu disibukan oleh pekerjaannya masing-masing. Jadi kamu jangan khawatir ya," Anton mulai beralasan, dan berusaha meyakinkan.

"Yaudah deh," balas Zeze kecil, singkat. Dengan raut wajah cemberut, merasa bosan dan tidak menyenangkan.

*****

"Ibu, Zeze pengen kue bolu juga dong, kalian ingat bukan, bahwa tanggal 22 Januari nanti. Zeze berulang tahun, Bu," pinta Zeze kepada ibunya, bernama Nusa, sedang sibuk menelpon.

Nusa tidak menjawab pertanyaan dari anaknya, yang ada ia hanya mengabaikan perkataan anaknya, saking asyiknya menelpon bersama temannya, ibu-ibu sosialita.

"Ibu?" tanya Zeze sekali lagi, karena sudah terlanjur bosan, Nusa tidak mendengarkannya sama sekali.

Karena sudah terlanjur bosan, akhirnya Zeze menghampiri Bima, ayahnya. Kedua orang tua Zeze selalu sibuk dengan kesehariaannya masing-masing, jarang terlihat bersamaan, dan hal itu membuat Zeze terbingung mengapa bisa seperti itu.

"Ayah, Zeze mau kue bolu. Kayak anak tetangga sebelah tadi, boleh ya? Zeze 'kan minggu depan ulang tahun Yah!" ucap Zeze dengan semangat, mengutarakan keinginannya yang selama ini ia idam-idamkan.

"Ibu, boleh ya?" Zeze pun bertanya kepada Nusa, tapi Nusa tidak menjawabnya, ia malah keluar lalu segera disusuli dengan Bima kemudian.

"Ayah?" Sekali lagi Zeze tidak bosan bertanya, Zeze memegang lengan kiri Bima, sedangkan lengan kanan Bima sedal asyik menggenggam telpon seluler.

Bima melepaskan genggaman Zeze, lalu ia langsung keluar mengikuti Nusa. Zeze hanya terdiam, merenung, tidak tahu mengapa kedua orang tuanya setidak peduli itu kepada Zeze. Zeze sedih, padahal Zeze hanya menginginkan kue bolu saja, serta ingin merasakan kedekatan bersama kedua orang tuanya, seperti teman-teman Zeze yang lainnya.

"Ibu, ayah, Zeze cuman ingin diperhatikan oleh kalian semua, kapan kalian melihat Zeze? Mengapa kalian selalu mengabaikan Zeze?" lirih Zeze, air matanya menetes begitu saja. Sesak terasa di dalam dada, tetapi Zeze berusaha tampil tegar memberikan senyuman megah, seolah-olah ia sedang baik-baik saja.

*****

Samar-samar terlihat, seorang perempuan tersebut sedang berada di tempat yang asing. Angin sepoi-sepoi ke sana-ke mari, hal ini membuat keterkejutan yang mendalam baginya, tempat ini begitu aman, nyaman, dan tentram.

Suara-suara air terjun membuat pikiran menjadi lebih tenang, ia berusaha memberanikan diri untuk melangkah ke depan, terus melangkah ke depan, air matanya menetes begitu saja.

Entah kenapa?

Ada apa?

Serta Mengapa?

"Jangan pergi," cegatnya, air mata ini sudah tak terbendung lagi.

"Aku membutuhkanmu sebagai penerang dalam hidup, aku tidak sanggup," cegatnya sekali lagi.

"Kamu?" Seorang gadis Anindya menghentikan langkahnya, kedua kaki tetap memaksa untuk menjauh dan pergi.

"Cahaya, jangan pergi. Aku membutuhkanmu, sebagai penerang dalam kehidupanku," ungkapnya, air matanya mengalir begitu deras.

Menghindar perlahan menghindar, meninggalkannya, meratap semuanya dengan lapang dada.

Matanya menatap lirih, seketika terbangun dengan spontannya. Sambil berkata, tidak keruan, dan tidak tahu apa yang dimaksud.

"Ternyata cuman mimpi."

Kesan pertama kalian, setelah membaca prolog Ruang Depresi, seperti apa? Yok komen di bawah❤

Ketik hastag #Lanjutkak sebanyak-banyaknya, nanti Author akan update part selanjutnya😌

RUANG DEPRESI [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang