"Ruang bahagia, sahaja terasa nyata, kehadiranmu menjadi bukti nyata, bahwa anugerah Kuasa, tidak terkira banyaknya."
***"Ze, kamu mau berkunjung ke rumahku?" tawar Dirgantara, yang tengah fokus mengendarai motor vespa-nya itu, setelah selesai berkunjung ke Toko Buku.
"Kamu belum membalas perkataan yang aku ucapkan tadi, aku tidak sempurna Dirgantara, terkadang aku malu tidak seperti yang lainnya, aku bisa terbilang terlihat apa-adanya. Apa kamu tidak malu, dekat dengan orang yang tidak sempurna seperti aku?" tanya Zeze, dengan nada lirihnya.
"Ze, perlu kamu ingat. Bahwa makhluk yang berada di bumi ini tidak ada yang sempurna, dan semuanya juga tidak akan pernah kekal selamanya, kesempurnaan yang sesungguhnya hanyalah terletak pada Kuasa, Sang Pencipta alam dan seisinya," jelas Dirgantara, ia mengendarai motornya itu dengan santai dan teratur.
"Lagi pula ini bukan persoalan sempurna atau tidak Ze, aku mencintaimu tulus apa-adanya, kita sama-sama terima kekurangan satu dengan yang lainnya, tanpa menjatuhkan kedua belah pihak. Bertemu deganmu, membuat hari suramku berakhir, karena apa? Karena kamu memberikan setitik cahaya penerang dalam kehidupanku," ungkap Dirgantara apa-adanya, sebuah kejujuran tulus yang berada dalam hatinya.
"Hadirku dalam kehidupanmu, untuk melengkapi segala kekurangan yang kamu punya, atau bahkan yang aku punya, kita sama-sama melangkah bersama, menatap segala masa depan yang indah menanti di ujung juang sana, Zelinea." Lagi dan lagi, perkataan Dirgantara mampu membuat Zeze berbunga-bunga, serta terharu akan perkataan yang terlontar dalam lisannya.
"Terima kasih Dirgantara, aku begitu beruntung bisa dipertemukan laki-laki sebaik dirimu," Senyuman terukir jelas, pada bibir manis Zeze, mungkin hari ini akan menjadi hari bahagia yang akan terus terkenang selamanya.
"Sudah, tidak apa-apa. Aku pula sangat bersyukur sekali bisa dipertemukan dengan bidadari cantik, sebaik dirimu Zelinea," balas Dirgantara, kini mereka berdua akan segera sampai di rumah Dirgantara.
Sesampainya di rumah Dirgantara, untuk yang pertama kalinya. Zeze begitu deg-deg'an sekali. Takut jika orang tua Dirgantara, sangat tidak menginginkan kehadirannya. Tetapi Zeze berusaha meyakinkan diri, bahwasanya semua akan baik-baik saja.
"Ibu, Didi pulang nih!" teriak Dirgantara dari luar, seraya mengetuk pintu rumahnya yang sangat sederhana itu.
"Iya sebentar!" balas Bu Detara, ibunya Dirgantara dan Saputro.
Detara langsung membukakan pintu rumahnya itu, ia terkejut saat anak laki-laki pertamanya itu membawa seorang perempuan, untuk berkunjung ke rumahnya, Dirgantara bermaksud agar Zeze lebih mengenal keluarganya lebih dalam, yang bisa dibilang sederhana apa-adanya.
"Dari dulu, ibu itu nunggu-nunggu kamu. Didi selalu bercerita tentang kamu, kepada ibu. Bagi Didi kamu sangat berharga sekali, kamu tahu enggak Ze? Didi selalu tersenyum-senyum sendiri di saat dia sedang memandangi foto kamu," ucap Detara kepada Zeze, seraya terkekeh pelan.
"Wah seperti itu Bu? Zeze senang banget, awalnya Zeze kira ibu enggak akan nerima Zeze di sini, ternyata ibu sangat baik sekali. Zeze juga sangat bersyukur sekali, bisa dipertemukan dengan laki-laki sebaik Dirgantara," ungkap Zeze apa-adanya, ia memberikan senyuman megah kepada Detara.
"Bu Didi ke Dapur dulu ya," kata Dirgantara kepada ibunya itu.
"Silakan Di, jangan acak-acak peralatan dapur tapi! Nanti piring pecah lagi kayak kemarin lagi, hihihi!" Detara tertawa sedikit kencang, ketika mengingat kembali pada semalam bahwa Dirgantara memintanya untuk diajarkan membuat bubur kacang hijau ketam hitam.
"Siap Bu!" ucap Dirgantara dengan cepat, seraya megecup kening ibunya itu.
Detara geleng-geleng kepala, sambil senyam-senyum tidak keruan, ketika melihat perlakuan anaknya yang begitu menyayanginya itu. "Kamu mah, pasti gini nih kalau lagi salah tingkah, kayaknya bahagia banget nih."
"Ibu bisa saja," Dirgantara menampilkan senyuman manisnya, untuk ibunya itu.
Pada akhirnya Dirgantara memutuskan untuk pergi ke Dapur, menyiapkan bubur kacang hijau dan ketan hitam tersebut, yang spesial ia persembahkan untuk Zeze, perempuan yang begitu ia sayang.
*****
"Ze, kamu tidak perlu canggung. Anggap saja ibu Didi seperti ibumu sendiri!" teriak Dirgantara, dari Dapur.
"Betul itu, ibu sangat sangat senang sekali ketika Dirgantara mengajakmu ke sini, nanti sering-sering main ya, temenin ibu di sini. Kamu cantik sekali Nak, pantas saja Didi sampai terbayang-bayang wajahmu selalu," Detara memberikan senyuman kepada Zeze, ia merasa bahagia sekali jika Dirgantara dipertemukan seseorang sebaik Zelinea.
"Terima kasih ibu, kalau boleh tahu Didi kalau di rumah bagaimana ya Bu, kesehariannya?" tanya Zeze, tiba-tiba saja ia sangat penasaran sekali.
"Sini kamu duduk di samping kanan ibu, akan ibu ceritakan keseharian Dirgantara seperti apa," titah Detara kepada Zeze, hingga pada akhirnya Zeze mengikuti perintah dari ibunya Dirgantara tersebut.
"Baik Bu," balas Zeze, kini ia telah berada di samping kanan Detara, mungkin di samping kiri nanti teruntuk Dirgantara.
"Dirgantara itu, anak yang sulit sekali untuk ditebak. Dia pernah berkata jujur kepada ibu, bahwasanya jika ia mencintai seseorang, ia hanya tertuju pada satu perempuan dalam hatinya, karena dia bilang pada ibu, bahwa dia bukanlah buaya, yang hobinya selalu menggoda para perempuan di luar sana," jelas Detara, menjelaskannya sambil senyum-senyum tidak beraturan.
"Hehe, Zeze juga berpendapat seperti itu Bu. Dirgantara itu, beda banget dari laki-laki kebanyakan, ia benar-benar sopan, dan ramah pada sekitar. Zeze juga senang bisa bertemu dengan ibu, ibu mengingatkan Zeze pada ibu Zeze yang sudah lama meninggalkan Zeze," Secara spontan, air mata Zeze mengalir begitu saja, entah apa dan kenapa, walaupun baru saja bertemu tetapi Detara mengingatkan Zeze akan kehadiran Nusa sewaktu itu, Zeze merasa Detara sama persis sepeti ibu kandungnya yang bernama Nusa.
"Zeze, sudah kamu jangan menangis lagi ya Sayang. Nanti kecantikanmu akan pudar, lihat Dirgantara langsung memperhatikanmu seperti itu, padahal ia sedang sibuk membuat makanan yang kamu sukai," Detara langsung merasakan sama hal nya yang dirasakan oleh Zeze, bahwasanya sewaktu kecil dulu pun Detara sangat pilu ketika ditinggalkan oleh Sang Ibunda untuk yang selama-lamanya.
Zeze menoleh sebentar ke arah Dirgantara, raut wajah Dirgantara seperti menyimpan segudang tanya, seraya menunjuk Zelinea. Sekarang Dirgantara langsung memberikan isyarat, berupa pertanyaan. "Ibu, apa yang sedang Zeze pikirkan, mengapa demikian?"
"Sudah biarkan Zeze meluapkan segala kesedihannya yang selama ini ia pendam, ibu sangat mengerti sekali betapa terpukulnya Zeze selama ini," Detara pun memberikan isyarat kepada Dirgantara, ia harap semoga Dirgantara bisa mengerti.
"Ze, semoga kamu akan selalu baik-baik saja, atas nama cinta aku benar-benar menyayangimu," ucap Dirgantara pelan, seraya menatap Zeze yang tengah menangis dan sedang ditenangkan oleh ibunya itu, Dirgantara sangat tidak kuasa jika setitik air mata perempuan, menetes tepat terlihat oleh kedua pasang matanya.
To Be Continue ...
KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG DEPRESI [ END ]
Teen Fiction"Tolong ceritakan padaku, bagaimana rasanya mempunyai keluarga yang utuh? Tolong jelaskan padaku, bagaimana rasanya hidup tanpa setitik luka yang menerpa! Aku ingin bahagia seperti mereka! Walau hanya satu kali saja!" Cinta dan Luka sama-sama Zeline...