20|| Kapan Titik Kepedulian Mereka, Akan Berpihak Padaku 2

733 93 10
                                    

"Kakek, Zeze sangat merindukan kakek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kakek, Zeze sangat merindukan kakek. Zeze takut, maafkan Zeze belum bisa sama seperti apa yang kakek harapkan, Zeze sedih Kek, semoga kita cepat bertemu ya, Kek." Memegang segenap harap, semoga saja Zeze bisa kembali dipertemukan dengan kakeknya itu.

"Semuanya berubah Kek, tidak seperti dulu. Zeze rindu banget sama masa-masa waktu itu, Zeze merasa bersalah sekali, belum bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya," lirih Zeze, ia begitu merindukan Kakek Anton, Zeze teringat akan janjinya kepada Kakek Anton sewaktu itu, bahwasanya Zeze akan menjadi perempuan yang kuat untuk bertahan, bagaimana pun keadaannya.

Sendiri, sepi, terkadang rasa ingin menyakiti diri sendiri timbul lagi. Zeze juga tidak mengerti, seakan-akan ini semua sudah tidak bisa dikontrol lagi, Zeze juga ingin sekali keluar dari Ruang Depresi, yang kini selalu menghampiri.

Setelah mengingat Kakek Anton, Zeze mulai mengelap debu-debu yang terlihat di televisi, Zeze tidak ingin dimarahi oleh Karin lagi. Maka dari itu, waktu yang sepi ini cocok untuk mengerjalan segala perintah-perintah seperti biasanya, yang belum terselesaikan.

"Pokoknya ini semua harus bersih, kok mereka belum sampai juga ya? Zeze sangat cemas sekali, semoga saja mereka akan selalu baik-baik saja," gumam Zeze pelan, lalu ia kembali melanjutkan membersihkan debu yang berada pada televisi yang berada di ruang tengah dekat sofa itu.

Tidak apa jika mereka tidak memperlakukan Zeze dengan sebagaimana mestinya, tetapi Zeze tidak pernah menaruh titik dendamnya kepada siapapun, meskipun seseorang itu selalu menurunkan semangatnya. Biarkan saja Kuasa, yang membalas segala perbuatannya.

"Tidak apa jika mereka selalu menurunkan semangat yang terletak pada atmaku ini, tetapi aku tidak boleh membalas perbuatan mereka dengan dendam yang ada, biarkanlah Kuasa yang membalas segala perbuatannya," ucap Zeze, seraya menghembuskan napas pelan, Zeze berusaha menerima semuanya dengan lapang dada.

*****

"Seru banget! Nanti kapan-kapan kita jalan-jalan lagi ya, ayah, ibu. Lonceng sangat senang sekali atas hari ini, intinya Lonceng benar-benar bersyukur bisa memiliki kedua orang-tua sebaik kalian berdua," ucap Lonceng, dengan senyuman semringah yang ia pancarkan pada bibir manisnya itu.

"Noh Mas, kamu lihat sendiri Lonceng. Dia tidak seperti Zelinea yang kerjaannya mengeluh terus, tidak pernah bersyukur! Lonceng sayang, kamu harus jadi contoh yang baik untuk Zeze ya," ungkap Karin, lagi dan lagi ia menggunakan jurus drama semata tidak berguna, yang kembali memojokkan Zelinea.

"Kamu benar Sayang, biarkan saja anak tidak berguna itu. Aku sudah lelah mengurusinya, dia sudah merasa hebat mungkin atas segalanya," ucap Bima dengan entengnya, ia tidak memperdulikan perasaan Zeze sama sekali.

"Ayah," lirih Zeze.

"Jangan panggil saya ayah." tolak Bima, mentah-mentah.

Rasain loh, makanya jangan main-main sama saya. Kena batunya baru tahu rasa, dasar anak tidak berguna. batin Karin, ia merasa sangat senang sekali, jika Bima bersikap seperti itu kepada Zeze.

Kini Karin, Bima, Lonceng telah sampai di rumah, tetap saja mereka tidak memberikan setitik kepedulian kepada Zeze, sakit rasanya untuk menerima kenyataan ini semua, kini Bima pun lebih sayang kepada Karin dan Lonceng, dari pada terhadap Zeze yang sudah jelas anak kandungnya sendiri.

"Lonceng sayang, jangan lupa kunci pintu depannya, ya!" perintah Bima kepada Lonceng, sepertinya kini Bima sudah mulai lebih sayang kepada Lonceng dan istri barunya itu, dari pada anak kandungnya sendiri.

"Siap Yah! Laksanakan perintah!" ucap Lonceng, sangat bersemangat sekali.

"Ayo Sayang, kita masuk ke dalam kamar." Bima mengajak istri barunya tersebut, untuk masuk ke dalam kamarnya yang berada di lantai bawah ini.

Zeze hanya terbengong melihat semuanya, semenjak kepergian Ibu Nusa semuanya hancur berantakan, dan berbeda bebeberapa puluh derajat dari sebelumnya.

"Nih kunci pintunya, bodoh!" tegas Lonceng, ia melemparkan kunci rumah kepada Zeze yang sedang membersihkan televisi.

"Enggak dia, enggak Karin, dua-duanya sama saja, selalu merasa paling berkuasa atas segalanya," umpat Zeze, sebenernya ia begitu kesal sekali, tetapi mau bagaimana lagi? Zeze cenderung lebih sering memendam segala keluh-kesahnya.

"Harta, tahta, dunia, aku sungguh tergila-gila!" ucap Lonceng, dengan nada sedikit keras, ia menaiki tangga dan menuju lantai atas, mungkin akan satu kamar dengan Zeze.

"Cepetan laksanakanlah perintah! Bukannya malah cengo kayak orang gila begitu!" omel Lonceng.

"Aku masih bingung dan terus bertanya-tanya, sebenarnya kapan titik kepedulian mereka, akan berpihak padaku? Apakah aku yang tidak pantas untuk menerima segalanya? Atau memang sudah seperti ini skenario-nya?" ucap Zeze sebelum mengunci pintu depan rumahnya, Zeze terus merenungi nasibnya yang bisa terbilang tidak merasakan bahagia seperti remaja pada umumnya.

To Be Continue ...

RUANG DEPRESI [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang