CDPU||Memikirkan dan Dipikirkan

8.1K 661 18
                                    


Pukul 15.00

Hari ini saya berada di pondok. Setelah mengajar santri-santri kelas MA. Saya berdiri di depan kantor pondok sambil menatap air hujan yang turun sore ini.

Saya memikirkan istri kecilku itu.
"Bagaimana perasaannya jika ia tahu saya suami nya saat ini" saya bergumam lirih.
Saya kembali menatap rintikan hujan dari Sang Pencipta.
Saya memang tidak mencintai Zara. Saya menikahinya hanya sebagai bentuk ta'dzim pada Guru saya yakni ,Kayi Saefur. Bagaimanapun juga rasa kepercayaan yang di berikan olehnya sungguh besar. Sungguh keberkahan bagi saya bisa mendapatkan kepercayaan seperti ini.
Tapi entah kenapa saya memikirkan gadis yang sudah 2 hari ini menyandang status sebagai istri saya.

Saya tidak mencintainya, tapi kenapa saya terus memikirkannya... "Aarghh.."
Rasanya saya ingin hilang ingatan saja.

Allahuakbar
Allahuakbar
Allahuakbar

Terdengar suara panggilan adzan yang berasal dari masjid pondok. "Alhamdulillah" ucap saya lirih. Saya langsung bergegas menuju masjid. Di tengah perjalanan saya bertemu para santri dan mereka langsung berebut mencium tangan saya.

"Assalamualaikum ustadz" ucap santri putra yang ku ketahui namanya Hamdan
"Waalaikumussalam warrohmautullahi wabarakaatuh" ucap saya pada mereka.

Saya melaksanakan Sholat Ashar berjamaah yang di pimpin oleh Kyai Saefur sendiri. Untuk jamaah putri mereka mempunyai tempat tersendiri untuk sholat berjamaah. Karena untuk mengantisipasi bertemunya santi putra dan santri putri. Karena disini santri putri sangat dijaga oleh kami. Agar senantiasa tertutup dan jauh dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya.

Salatpun usai setelah kami membaca dzikir yang mencerminkan warga NU selepas sholat. Santri disini bebas memilih mau mendalami kitab atau Alquran. Untuk yang mendalami Alquran mempunyai tempat khusus bagi mereka untuk memudahkan nya dalam menghafal.

Saat ini saya masih menyendiri di masjid. Rasanya saya ingin menghilangkan rasa bersalah ini. Karena telah menikahi seorang wanita dan wanita itu tidak tahu bahwa saya telah menikahinya. Tapi bukankah saya menikahinya karena suatu hal?.

Saya keluar masjid dengan mengenakan sandal milik saya. Tiba-tiba ada seorang datang dari arah depan. "Assalamualikum kang" ucap Kang Ali dan yang lainnya. "Eh, waalaikumussalam wr wb.. kalian mengagetkan ana saja" kataku.
"Lagian ente lama sekali di masjid nya" protes kang Firman.
"Hallah, kaya kalian tidak tau saja mungkin lagi mikirin istrinya" ucap Kang Ali yang disamput gelak gawa oleh semua.
Dan aku hanya diam saja

Mereka memanggil saya kang bukan ustadz karena mereka teman seperjuangan saya di pondok dari yang masih ingusan sampai sekarang ini.

Oh ya di pesantren kami diajarkan sopan santun. Kami memanggil kepada sesama santri putra dengan sebutan kang walaupun itu seumuran, lebih tua atau lebih muda diantaranya.
Dan untuk santri putri kami memanggilnya dengan sebutan mba sama halnya seperti santri putra mereka memangillnya tidak memandang batas usia asalkan satu sama lain saling menghormati dan menyayangi.

"Kok ngalamun si kang" ucap Kang Ali.
"Eh iya, ada apa kalian kemari" ucap saya pada mereka.
"Oh iya kang, kata Kang Faozan lusa ada acara Sholawatan di desa sebelah kang" ucap Kang Ali
"Oh iya ,ane sudah tau. Kapan mulai latihan nih?" Tanya saya oada mereka.
"Nanti malam saja kang, selepas sholat Isya." Usul kang Hilmi. Yang di setujui oleh mereka.

"Baik, nanti kalau ane lupa di telpon saja ya" ucap saya pada mereka. "Hallah mau kemana njenengan kang? Mau ke rumah istri ya?" Canda kang Firman. Mereka semua ketawa.
Dasar kang Firman ini. Dia emang suka bercanda tapi terkadang bercandanya membuat saya malu.

Cinta Diamku Pada Ustadz(After Marriage)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang