"Lo ini cewe gue, kenapa justru lo gak bisa ngertiin gue? Kenapa lo justru jadi orang yang paling gak percaya sama gue? Hah?" Seorang laki-laki dengan mata yang sudah memerah berbicara dengan nada tinggi kepada seorang perempuan yang sedang menangis sesenggukan.
"Baru kalo kaya gini, lo nangis, seolah-olah, disini lo yang jadi korban. Gue disini yang korban" laki-laki itu mengacak rambutnya kasar.
"Dengerin penjelasan gue dulu" gadis itu berusaha meraih tangan kekasihnya, namun di tepis begitu saja.
"Gue kecewa sama lo" 4 kata yang membuat perasaan gadis itu benar-benar hancur. Dan sejak saat itu, dia benar-benar kehilangan seseorang yang begitu dia cintai.
***
"Kamu dimana?"
Tiara menghela nafas berat mendengar suara Sam dari seberang sana.
"Kenapa?" Sahutnya singkat.
"Aku mau ngomong, masa gara-gara masalah sepele kemarin, kita jadi marahan gini. Kasih tau kamu dimana"
"Dirumah Kei"
"Ok, aku kesana"
Tut tut
Sambungan terputus. Tiara menghela nafas berat. Kenapa rasanya sangat malas bertemu dengan Sam apalagi jika harus membahas tentang dunia perkuliahan mereka nanti.
"Udah lah, Ti, obrolin aja dulu. Jangan pada menangin ego" ucap Ziva.
"Gak gitu, Ziv. Gue itu mau yang terbaik buat dia. Apa susahnya sih usaha lebih giat lagi. Toh, ini juga buat kebaikan dia"
"Ti, gue kasih tau ya, Sam itu kepalanya keras banget, bisa ngalahin keras nya batu malah. Bicarain baik-baik, jangan pake emosi, jangan ambil keputusan saat kalian lagi emosi. Oke?!"
"Iya iya"
Tak butuh waktu lama bagi dirinya menunggu, Sam mengirim pesan mengabari bahwa dirinya sudah ada di halaman rumah Keisya.
"Gue cantik belom?" Tanya Tiara.
Sontak, kedua temannya menahan tawa.
"Katanya lagi sebel, tapi mau ketemu aja ribet sama penampilan" cetus Ziva menggoda.
"Ish, gak gitu-"
"Udah cantik, kalo gak cantik mana mau sampret sama lo" potong Keisya.
Tiara menarik nafas, lantas segera menemui Sam. Sejujurnya, dia sedang malas bertemu laki-laki itu. Laki-laki berkepala batu, ego yang keras dan susah di beri tau. Begitulah ketika anak pertama bertemu dengan anak pertama, ralat, anak tunggal. Ego nya sama-sama tinggi, sulit untuk saling mengalah.
"Hai" Sam mengelus rambut Tiara begitu gadis itu sudah berdiri di hadapannya.
"Kenapa? Gini ya Sam, aku udah males debat sama kamu, buang-buang waktu. Jadi kalo kamu kesini cuma buat bahas masalah itu, mending pulang aja. Lupain aja, anggap gak ada pembicaraan kita tentang masalah itu. Capek aku gini terus. Sama-sama mau menang sendiri" Sam menunduk mendengar gadis itu mengomel, pemandangan seperti seorang anak yang sedang di omeli oleh ibu nya.
"Jawab dong kalo aku ngomong, malah nunduk diem aja" lanjut Tiara.
"Ya gimana mau jawab, kamu nya ngoceh terus, kan gak sopan kalau potong pembicaraan orang" Tiara memutar bola matanya malas.
"Yauda, ngomong!"
"Iya iya, galak banget si. Aku kesini mau minta maaf, aku-"
"Tuh kan, kan aku udah bilang gausah di bahas lagi. Gak ngerti apa yang aku bilang tadi? Ish, kaya ngomong sama bocah TK tau gak, gak nyambung-nyambung" sambar Tiara.
![](https://img.wattpad.com/cover/223548322-288-k68125.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Crazy Little Thing Called Love (COMPLETED)
Teen Fiction"Jadi kenapa gue harus selalu tersenyum?" "Karena senyum itu adalah obat dari segala penyakit. Dan gue berjanji, untuk tidak akan pernah membiarkan senyum lo itu lepas dari bibir lo" --- Ini tentang Samuel, si cowok urakan yang tidak pernah absen da...