Chapter 8 : Luka Transparan.

1.1K 171 112
                                    

Hai haii!! Absen dulu yuk siapa yang masih melek jam segini wkwk. Sengaja sih aku post nya jam segini. Sekali kali gapapa dong post malem malem gini😂

Setiap chapter aku kasih target yaaa. 100 vote dan 100 komen untuk bisa up chapter berikutnya.

Oh iya gais, sebelum baca chapter ini, buat yang belum vote chapter 7, vote dulu yuk, karna waktu itu habis aku publish ulang karna ada kesalahan teknis hehe. Thank you!

Semangat vote dan komennya supaya aku juga semakin semangat ngelanjutin cerita ini.

Happy Reading...

***

Bukan Samuel namanya kalau tidak membuat keributan. Seperti pagi ini, Bu Rosa sudah di buat kehabisan nafas karena harus mengejar Sam sejak 10 menit yang lalu. Sam yang baru datang pukul 8, padahal bel masuk sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu. Dengan santai nya dia menenteng ransel, menyapa Bu Rosa, guru BK yang kebagian tugas piket, Sam datang dengan wajah tanpa dosanya. Kalau siswa lain sudah ketakutan ketika terlambat, justru Sam sangat bersantai. Kini Sam sedang tertawa puas melihat guru yang merangkap jadi musuhnya ini sedang mengatur nafasnya.

"Bu, payah ah masa segitu doang. Masih luas nih sekolah. Belum semua kita kelilingi. Ayo bu, olahraga pagi nih lumayan. Biar tuh perut ibu rata" Bu Rosa memelotot, dia menarik nafas lelah. Jika ada kategori siswa paling kurang ajar, mungkin Sam lah pemenangnya.

"Awas kamu ya, Sam" Sam tertawa puas melihat bu Rosa sudah menyerah. Ini bukan kali pertama bagi nya mengerjai guru di sekolah nya. Semua guru di SMA Nusa sudah tau bagaimana kelakuan Sam.

"Sam, lo ngapain?" Sam tersentak ketika Tiara menepuk pundaknya.

"Loh, Bu, ada apa? Ibu kenapa?" Tiara menghapiri Bu Rosa yang terlihat sedang sibuk mengatur nafasnya. Tubuhnya yang sedikit gembul membuatnya kehabisan tenaga yang cukup banyak saat mengejar Sam tadi.

"Ulah siapa lagi kalo bukan Sam. Udah tau ibu ini udah tua, malah di ajak kejar kejar an. Di pikir film india apa" Sam tidak bisa menahan tawa nya, begitupun Tiara dan Ziva. Namun, Tiara dan Ziva tidak mengeluarkan tawa nya. Dia menahan, berusaha bersikap sopan.

"Telat lagi ya bu, Sam?" Bu Rosa mengangguk.

"Aduh, bu. Udah tau anak nya jail. Lain kali gak usah di ladenin, bu"

"Kalo bukan karna tugas juga ibu malas ngeladenin bocah kurang ajar ini"

"Ibu sih terlalu sayang aja sama saya. Ya kan bu"

"Sam, yang sopan" Seketika Sam kicep, saat Tiara sedikit membentaknya. Karena sikap Sam, benar benar keterlaluan.

"Yasudah bu, ibu istirahat aja" kata Tiara.

"Ndak bisa, ibu harus hukum dia dulu" Bu Rosa menunjuk Sam.

Sam diam, ada ide gila kembali muncul di otaknya. Mungkin, jika di tayangkan di televisi, ada bohlam menyala di atas kepala Sam.

"Yasudah, saya mau di hukum. Tapi saya ya bu yang nentuin hukumannya. Kan ibu pernah curhat kan kalo udah capek ngehukum saya" Tiara dan Ziva hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan laki laki ini.

"Mana bisa gitu. Saya ini guru disini. Tugas saya yang memberikan hukuman buat kamu. Sudah, sekarang kamu berdiri di bawah tiang bendera sampai nanti pukul 11. Gak ada negosiasi" Sam meringis, matanya beralih menatap langit. Matanya menyipit, matahari cukup terik. Pukul 11 masih tiga jam lagi. Dan dia harus berdiri di bawah terik matahari selama tiga jam. Oke, guru nya ini memang sangat kejam.

"Bu, ibu gila ya. Kalau saya pingsan gimana? Ibu mau bopong saya?"

"Ibu bilang tidak ada negosiasi. Udah cepet, atau kamu mau saya kasih surat panggilan orang tua?" Sam menghela nafas, dia akan melemah jika sudah berurusan dengan surat panggilan orang tua. Dia tidak mungkin membuat mama nya semakin pusing kalau tau kelakuannya di sekolah. Makadari itu, Sam selalu menghindar dari hukuman surat panggilan orang tua.

A Crazy Little Thing Called Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang