Bagian Kedua (Vivian Zivana Letisa)

19 3 0
                                    

Sore itu, papa Vivi pulang dari kantornya. Memasuki rumah dengan wajah pucat, dan mendadak pingsan membuat Zahra istrinya panik dan memanggil Vivi yang berada di dalam kamarnya.

"Vi....Vivi....Vi...bantu mama, papa kamu pingsan,"panggil Zahra, Vivi keluar dari kamarnya, ikut-ikutan panik melihat papanya yang sudah tergeletak di lantai.

"Papa....ma, ini papa kenapa?ayo...Vivi bantu,"Vivi dan mamanya mengangkat, memapahnya menuju sofa ruang tamu berwarna hitam.

Zahra duduk di samping Rio,"Rio bangun....sadar dong, kamu kenapa sih...Vi ambilkan mama minyak kayu putih!"perintah mamanya, sambil menepuk-nepuk pipi laki-laki berumur 40-an, bertubuh tinggi, memakai kacamata dengan rambut sedikit beruban, serta berkulit sawo matang itu.

"Ini ma,"Vivi menyerahkan sebotol minyak kayu putih pada mamanya.

Minyak kayu putih itu digerakan ke kiri dan kanan, tepat di bawah hidung laki-laki itu.

"Ehm...ma, aduh...kepala papa pusing,"Rio tersadar, sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, dia memegangi kepalanya yang sakit

Zahra menarik nafas lega, melihat suaminya sudah sadar,"Papa kenapa sih kok tiba-tiba pingsan,”
Zahra memegang kepala suaminya,”Eh...kepala papa kok panas, papa demam ini, ke rumah sakit aja ya,"

"Ga usah ma, papa mau minum obat aja, nanti juga sembuh,"Rio berusaha bangun dan duduk di sofa.

"Ya udah, nanti kalo ga sembuh papa harus ke dokter ya, Vivi ga mau papa kenapa-kenapa,"pesen Vivi, duduk di samping papanya.

"Iya sayang,"Rio tersenyum menatap Vivi.

"Tapi obat demam kita lagi kosong, Vi kamu jagain papa sebentar ya, mama mau beli obatnya dulu di apotik,"Zahra berdiri, bernitat mengambil dompet tapi tangannya ditahan Vivi.

"Eh, ga usah ma, biar Vivi aja,"ucap Vivi masih dengan posisi duduknya.

"Kamu yakin?sebentar lagi gelap loh, mau hujan juga,"Zahra melirik keluar jendela, dilihatnya matahari hampir terbenam, dilengkapi dengan awan yang sedikit mendung.

"Iya ga apa-apa ma, kan ada handphone, lagipula apotiknya deket dari rumah, lampu jalan juga banyak, nanti Vivi bawa payung juga,"Vivi berdiri, berjalan menuju kamarnya, mengambil beberapa barang yang diperlukan seperti handphone, dompet dan payung.

"Ya udah, hati-hati ya sayang,"pesan Zahra, Vivi menganggukan kepalanya, sambil melambaikan tangan, lalu berjalan keluar.

Berjalan di tengah mendungnya awan, disertai matahari yang terbenam, sesungguhnya membuat Vivi sedikit takut, tapi mengingat papanya sangat membutuhkan obat, dia memberanikan diri untuk mencarinya di apotik dekat rumahnya. Dengan memakai kaos biru polos, celana selutut dan menguncir rambutnya menjadi satu, Vivi masuk ke dalam apotik, membeli obat yang diperlukan.

Jalan raya cukup sepi, hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Vivi menengok ke kiri dan ke kanan. Setelah memastikan bahwa tidak ada kendaraan yang melintas, dia menyebrangi jalan. Tiba-tiba, dari kejauhan terlihat seseorang mengemudikan mobilnya dengan sangat cepat, dan hampir menabraknya. Karena kaget, dia langsung terduduk lemas. Seorang laki-laki bertubuh tinggi, dengan rambut berstyle korea, turun dari mobilnya, menutup pintu mobilnya dengan kasar dan membentaknya. Tak terima dibentak oleh laki-laki itu, dia berdiri dan membalasnya.

"HEH, lo pikir ini jalanan punya nenek moyang lo, ngebut-ngebut segala, bukannya minta maaf, malah marah-marah, udah salah juga, males gue berdebat sama orang sombong kayak lo,"omel Vivi, lalu berlari meninggalkan laki-laki itu. Samar-samar masih terdengar suara laki-laki itu berteriak padanya. Langit telah gelap, awan mendung disertai gemuruh kecil, membuat dia berkeringat dingin. Beruntung dia telah tiba di rumah, terdengar suara hujan mulai turun saat dia memasuki rumahnya.

Mendengar suara pintu terbuka, Zahra yang sedang berada di dapur, keluar mencari tahu sumber suara, dilihatnya Vivi sedang menutup pintu,“Vi...ya ampun, kenapa celana kamu kotor begitu, oh...iya, obatnya ada ya?”

“Ya ga apa-apa ma, tadi cuma hampir ketabrak aja, ada orang bawa mobil ngebut, oh iya...ini obatnya,”Vivi menyodorkan satu kantong plastik berisi obat-obatan.

“Di dalamnya ada obat-obatan lain juga selain obat demam, aku sempat liat juga tadi, banyak obat yang kosong, jadi sekalian aku beli,”jelas Vivi, Zahra hanya mengangguk-angguk sambil menerima kantong plastik yang diberikan padanya.

“Ya sudah, kamu bersih-bersih dulu sana, abis itu istirahat, tadi papa sudah mama kompres kepalanya, jadi mungkin sekarang udah mendingan, biar nanti mama kasih obatnya, supaya papa cepet sembuh,”

“Iya ma,”Vivi masuk ke dalam kamarnya berniat untuk bersih-bersih, sementara mamanya kembali ke dapur.

Suara hujan disertai petir dan kilatnya semakin kencang terdengar, Vivi merasa gelisah dan tidak bisa tidur, dia memutuskan memutar lagu di handphonenya, berusaha untuk memejamkan matanya. Detik, menit dan jam pun berlalu, lagu yang diputar ternyata tidak mampu membawanya ke dalam mimpi indah. Tepat pukul 12 malam, dia baru tertidur, beberapa kali dia terjaga dari tidurnya, masa lalu yang menghantuinya, membuatnya sulit memejamkan matanya.

Terjaga sepanjang malam, sudah terbiasa bagi Vivi. Pagi hari telah tiba, matahari mulai menampakan dirinya, jam menunjukan pukul tujuh pagi, dia memutuskan bangun dan merapikan tempat tidurnya. Setelah itu, keluar kamar untuk sarapan, dan berolahraga.

Vivi berpikir joging di pagi hari bisa membuat harinya menyenangkan, mungkin hal itu benar, jika saja dia tidak kembali bertabrakan dengan laki-laki yang hampir menabraknya semalam.

Kenapa sih, dunia sempit banget, kenapa juga gue nabrak ini orang melulu -batin Vivi.

"Heh, ge-er banget sih lo, gue kenal aja enggak sama lo, lo itu yah...ga pernah diajarin etika minta maaf ya sama orang, lo itu udah dua kali salah, dan dua kali nabrak gue, bukannya minta maaf malah marah-marah ga jelas,"protes Vivi, emosinya naik turun, dia tidak terima karena sudah dituduh yang bukan-bukan oleh laki-laki di hadapannya ini.

Sambil menghela nafas dengan kasar, Vivi melanjutkan bicaranya dengan ketus,"Udah minggir, gue mau lewat, lo berdiri di depan pintu ngalangin orang jalan tau ga,"

Setelah seorang ibu-ibu berkomentar, mengenai laki-laki yang menghalanginya masuk itu. Dia memiringkan tubuhnya dan mempersilahkan Vivi serta beberapa orang lewat.

“Itu orang ngeselin banget sih, argh...kesel...niatnya kesini mau beli cemilan, malah ketemu cowok ngeselin kayak dia,”Vivi berbicara sendiri di depan makanan-makanan yang tersusun rapi, berjajar dengan label harga yang ditempel masing-masing dibawah makanan-makanan itu.

***
SMA Dream School, salah satu sekolah yang terkenal, gedung-gedung yang tinggi, lapangan yang luas, bahkan parkirannya pun luas, mulai dari parkiran khusus sepeda sampai mobil mewah juga tersedia, sistem pembelajaran yang menarik, serta fasilitas yang lengkap, membuat siapapun bagga berselolah disana. Tapi tidak dengan Vivi, dia terpaksa bersekolah disana, karena keingginan orang tuanya, baginya siswa-siswi yang bersekolah di sekolah elit hanya siswa siswa yang berwajah palsu, hanya terlihat baik di luarnya saja.

"Papa ga usah anter ya, aku turun disini aja, aku uda tau kok kantornya, kan pernah kesini waktu itu,"pesan Vivi, menoleh pada papanya yang masih memegang setir mobil

Bad Boy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang