"Yakin?"tanya papa Vivi memastikan.
"Iya, ya udah...Vivi masuk dulu ya...dah papa..."Vivi melambaikan tangannya, membuka pintu mobil.
"Semangat ya belajarnya,"teriak papa Vivi, sambil tersenyum melihat anaknya yang mengintip dari balik kaca jendela mobil.
Vivi mengganggukan kepalanya, berjalan masuk ke dalam sekolah, mencari kantor guru, sementara papanya beranjak pergi dari parkiran menuju kantornya.
"Permisi,"sapa Vivi, dilihatnya beberapa guru sedang sibuk mempersiapkan materi pelajaran mereka masing-masing. Tiba-tiba seorang bapak-bapak berumur sekitar 30an, dengan tinggi 170cm, berkacamata tebal, dan berkulit sawo matang serta berambut hitam rapi menghampirinya.
"Kamu pasti anak baru pindahan dari Bandung itu ya? ayo, mari masuk,"ajak bapak itu.
Bapak itu membawa Vivi ke dalam sebuah ruangan, yang sebelumnya terlihat papan nama bertuliskan HEADMASTER ROOM di depan pintunya.
"Silahkan duduk,"seorang wanita berumur sekitar 35an, memakai blazer hitam dengan baju merah di dalamnya, rambut sebahu yang tergerai, serta make up tipis yang membuatnya terlihat lebih muda dari usianya. Wanita itu mempersilahkan Vivi dan bapak-bapak yang mengantarnya untuk duduk di sofa panjang berwarna merah, dengan sebuah meja bulat di hadapannya.
"Kamu siswa baru yang bernama Vivi bukan?"tanya wanita itu, Vivi hanya menganggukan kepalanya, merasa sedikit canggung.
"Pertama-tama saya perkenalkan dulu, nama saya Nayla, saya Kepala Sekolah disini, dan ini Pak Denis, guru Matematika yang akan mengajarkan kamu dan teman-teman sekelasmu, nah Vivi...selamat bergabung di sekolah ini ya, kamu akan diantarkan oleh Pak Denis ke kelas kamu, silahkan pak..."sambut wanita itu ramah.
"Iya bu, kalau begitu saya ijin membawa Vivi ke kelas, permisi bu..."
"Ayo Vivi ikut saya ke kelas,"Pak Denis berdiri dari tempat duduknya, diikuti oleh Vivi yang menganggukan kepalanya sebelum meninggalkan ruangan minimalis bercat putih di sekelilingnya, serta beberapa perlengkapan yang tersusun rapi di dalam ruangan, seperti lemari, box file dan lain sebagainya.
Dari pertama masuk ke sekolah, sampai menuju kelasnya, Vivi tidak melihat satu pun siswa atau siswi yang berkeliaran di luar kelas.
"Hm...pak, siswa siswi disini apa sudah masuk kelas semua ya?dari tadi saya tidak melihat siapapun disini, hanya ada loker-loker yang berada di luar kelas,"rasa penasaran membuat Vivi bertanya pada Pak Denis, sambil berjalan mengimbagi langkahnya.
"Iya, sudah pada masuk kelas semua, disini mereka sudah terbiasa, ketika bel berbunyi, mereka sudah masuk kelas semua,"balas Pak Denis tanpa menoleh, dan terus berjalan.
Tulisan XI IPA 1 terpampang besar di pintu ruangan berwarna orange. Vivi mengikuti Pak Denis masuk ke dalam kelas yang terdiri dari 29 siswa tersebut, dengan didominasi siswa laki-laki, tentu saja kehadiran Vivi membuat suasana begitu riuh.
Setelah memperkenalkan diri, Vivi berjalan mencari bangku kosong, sambil melihat ke sekeliling ruangan. Ruang Kelas bergaya korea, dengan 1 meja panjang dan 2 kursi besi berwarna cokelat untuk para siswa di kelas, papan tulis putih, dan penghapus papan tulis plastik di depan kelas, serta beberapa mading di sampingnya.
Vivi sempat terkejut, saat melihat laki-laki yang telah menabraknya, beberapa hari yang lalu. Dia berhenti tepat di sebelah mejanya, sambil melihat ke sekeliling, berharap ada bangku yang kosong, tapi ternyata yang tersisa hanya di sebelah laki-laki menjengkelkan itu.
"Hm...gue boleh duduk di sebelah lo?"tanya Vivi masih berdiri di sebelah meja Darren, sambil menatap Darren yang sibuk mengalihkan perhatiannya, berpura-pura untuk tidak melihatnya.
Darren mengangkat kepalanya menatap Vivi sekilas dan mengganggukan kepalanya.
"Thanks,"Vivi menaruh tas ranselnya dan duduk di sebelah Darren.
Ini orang kalo diem ternyata lumaya juga, ga ngeselin, ganteng juga sih -batin Vivi memandangi Darren yang duduk di sebelahnya.
Ih...apa sih lo Vi, sadar...sadar...sadar...ga seharusnya mikir begitu, fokus...fokus Vi -batin Vivi, membuka bukunya, kembali fokus menatap ke depan, mendengarkan penjelasan dari Pak Denis.
Dua jam sudah Pak Denis menerangkan berbagai rumus matematika di papan tulis, sementara para siswa bergelut dengan angka, berusaha memahami beberapa soal yang diberikan olehnya. Jam pelajaran matematika pun akhirnya selesai, bel tanda istirahat berbunyi.
"Baik anak-anak, sampai disini dulu pelajaran kita, jangan lupa tugasnya dikerjakan, untuk Vivi nanti kamu tanya teman-teman kamu ya, yang lain tolong bantu Vivi ya,"perintah Pak Denis mengakhiri ucapannya, berlalu meninggalkan kelas.
"Baik pak,"jawab siswa-siswi di kelas serempak terutama siswa cowok.
Siswa-siswi di kelas berhamburan keluar, ada yang ke perpustakaan, ada yang ke lapangan olahraga, ada yang memutuskan untuk mengisi perut mereka yang kosong di kantin sekolah. Kantin sekolah begitu ramai, selesai mengantri untuk membeli nasi kari dan es teh manis, Vivi memilih duduk di salah satu sudut kantin, memasang kabel kecil di telinganya, orang-orang yang melihatnya mungkin berpikir, dia sedang mendengarkan lagu, padahal dia hanya menyumbat telinganya, agar tidak mendengar suara di sekitarnya, menikmati makanannya sambil bermain handphone. Tak jauh dari tempatnya duduk terlihat beberapa laki-laki sedang duduk, mengobrol dan menikmati makanannya. Terdengar sangat jelas, mereka membicarakannya, siswi baru yang cantik dan menarik perhatian.
Vivi menarik nafas, memutar bola matanya,”Kenceng banget sih suaranya, berisik...ga ada bedanya sama cowok-cowok lain, cowok kaya, sombong, ngeselin, dia pikir gue bakal suka gitu sama dia,”dumel Vivi
Tiba-tiba seorang cowok yang dikenal dengan nama Boy menghampiri Vivi, menawarkan bantuan padanya, agar lebih cepat mengenal sekolah SMA Dream School ini. Lelah menghadapi laki-laki yang dianggap sombong seperti mereka, Vivi memilih tersenyum palsu, dan berlalu begitu saja.
"Hai,"sapa seorang gadis cantik, berkulit putih, bermata sipit, dengan hiasan pita kecil di samping rambut hitamnya.
"Eh...iya hai,"balas Vivi canggung. Melarikan diri dari kantin, dia memutuskan untuk duduk, di kursi panjang yang terbuat dari kayu di dekat lapangan.
"Hm...gue boleh duduk?"tanyanya.
"Ya,"
"Oh iya, kenalin nama gue Clara Liaw Putri, panggil aja gue Clara,"Clara menjulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan.
"Gue Vivian Zivana Letisa, lo bisa panggil gue Vivi,"balas Vivi tersenyum.
"Oh iya...kita sekelas loh, hm...Vi, perlu lo tau ya, lo baru masuk tapi udah bisa bikin gempar satu sekolah, lo tau...lo itu lagi digosipin sama orang-orang, tadi gue liat lo nolak ajakan Boy, wah...itu keren banget Vi, sumpah...ga bohong gue, asal lo tau ya...selama ini ga pernah ada cewek yang nolak ajakan dia, yah...termasuk gengnya itu..."Clara bercerita panjang lebar, Vivi hanya bisa tersenyum kikuk mendengarnya.
Krrringgg...krrrriiiinnggg...bel kembali berbunyi, jam istirahat telah usai, waktunya kembali ke pelajaran.
"Udah bel tuh,"Vivi memotong ucapan Clara yang masih sibuk bercerita.
"Eh iya, masuk yuk..."ajak Clara berdiri dari posisi duduknya, disusul oleh Vivi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy (COMPLETE)
Ficção AdolescenteDarren seorang siswa SMA yang terkenal tampan, pintar, dan berprestasi, namun tak pernah disangka saat di luar jam sekolah, dia sering membully bersama teman-temannya, merokok bahkan mabuk-mabukan, meski begitu dia tidak pernah mempermainkan wanita...