Bagian Keempat (2)

7 2 0
                                    

“Hehehe...ga apa-apa pak,”balas Darren tertunduk malu. Pak Denis hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Darren.

Ngebayangin apa sih gue, ada-ada aja -batin Darren tersenyum-senyum sendiri.

Waktu berjalan dengan begitu cepat, tak terasa jam pelajaran Pak Denis telah berakhir. Bel  berbunyi pertanda istirahat telah tiba, para siswa berhamburan keluar kelas, saat Darren dan teman-temannya berencana pergi ke kantin, untuk mengisi perut mereka. Boy tiba-tiba saja, mengajak Darren untuk berbicara, hanya berdua saja. Dan disinilah mereka, di salah satu cafe, yang letaknya tak jauh dari sekolah.

“Lo mau ngomong apa?”tanya Darren to the point

“Lo suka sama Vivi ya?”tuding Boy, berusaha untuk bersikap santai, Boy menyeruput segelas es jeruknya

“Kenapa lo nanya begitu?”alis Darren berkerut, tak mengerti maksud pertanyaan Boy

“Ga apa-apa, gue tadi liat Vivi berangkat sama lo, gue pikir lo suka sama Vivi,”Boy melipat kedua tangannya, bersandar di kursi.

"Oh, tadi itu, gue ga sengaja ketemu Vivi di jalan, ban sepedanya kempes, terus dia maksa berangkat bareng gue, ya udah...daripada kuping gue budek, gara-gara dia teriak-teriak melulu, jadi gue bolehin bareng sama gue,"jelas Darren beralasan, tak ingin Boy tahu yang sebenarnya.

“Lagian kalo pun gue suka sama Vivi juga emang kenapa?lo kan udah punya Sasa, lo ga punya hak untuk ngatur gue suka sama siapa,”balas Darren, berusaha untuk tetap tenang, sambil menyeruput minumannya.

"Gue uda putus sama Sasa,"ucap Boy dengan santainya

"Oh,"Darren membulatkan bibirnya membentuk huruf O besar.

Boy tersenyum licik, terbersit di pikirannya cara untuk membuat Vivi membenci Darren.

“Dar, gimana kalo kita main game,”tantang Boy memajukan tubuhnya, menyilangkan tangannya di atas meja.

Sementara itu di kantin, Vivi dan Carla masih menebak-nebak pengagum rahasia Vivi yang beberapa hari selalu memberikan hal-hal yang tak teduga.

“La, siapa sih ya kira-kira yang ngasih itu surat-surat, terus tadi pagi gue dapet lagi nih, tapi kali ini bukan bunga, surat sama cokelat, gue temuin di loker gue,”Vivi memasukan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

“Yah...mana gue tau siapa yang ngirim itu surat sama hadiah buat lo, cuma ada inisial namanya itu d, di sekolah kita kan banyak siswa yang nama depannya d...”Carla menusuk siomay dengan garpu, yang telah bercampur dengan kacang, dan beberapa bumbu lainnya.

Terlihat berpikir keras, Carla menopang dagunya dengan tangan yang diletakan di atas meja,”Di kelas aja ada empat orang yang nama depannya d,”

“Daniel si gendut, ga mungkin, dia ga deket sama lo, terus Diego, si kutu buku itu lebih ga mungkin lagi, terus Daffa si ketua kelas, apa iya?satu-satunya yang gue yakin itu Darren, dia kan sering berantem sama lo, siapa tau aja dia diem-diem suka sama lo, karena ga bisa ungkapin perasaannya, jadi dia kirim-kirim surat gitu deh,”putus Carla, setelah mengutarakan pendapatnya, Carla memasukan siomay yang telah ditusuknya ke dalam mulutnya.

“Apa iya?eh...tapi mungkin aja kali ya, tingkah dia itu hari ini aneh tau La, sebentar-sebentar dia baik, sebentar-sebentar dia marah-marah ke gue, ga ngerti deh gue, maunya gimana,”Vivi menyeruput minumannya.

“Yah, itu...itu bisa jadi tanda, kalo dia udah jatuh cinta sama lo Vi hahaha...bener kan gue bilang, jangan terlalu benci, akhirnya bisa jadi cinta, karena benci itu artinya benar-benar cinta hahaha...”Carla tertawa puas meledek Vivi.

“Uhuk...uhuk...uhuk...”Carla tersedak siomay yang sedang dikunyahnya, cepat-cepat dia meraih minumannya.

“Tuh...makanya, jangan ngeledekin gue, kualat kan lo, rasain hahaha...”balas Vivi tersenyum meledek, membuat Carla menekuk wajah dan memajukan bibirnya.

Terlalu asik mengobrol,sambil menikmati makanan mereka. Carla dan Vivi sampai tidak menyadari bahwa, tepat di samping kiri mereka ada Sasa, Tania dan beberapa anggota cheleaders lainnya.

Sasa, kekasih Boy yang sangat disayanginya, memiliki paras cantik, mata indah dengan body langsingnya, mampu memikat hati para lelaki, namun sangat disayangkan, meskipun memiliki tubuh dan paras yang sempurna, layaknya barbie, tetap saja dia tidak bisa memikat hati Boy, dia dengan Boy memang berpacaran, tapi hati Boy tidak pernah untuknya. Bagi Boy berpacaran dengannya hanyalah status, untuk terlihat punya pasangan, dengan kata lain tidak jomblo.

Mendengar cerita Vivi, tentu saja membuat Sasa teringat akan kejadian tadi pagi, sebelum sekolah dimulai. Saat sedang berjalan di koridor sekolah menuju ke kelasnya, melewati kelas Boy, tanpa sengaja dia melihat Boy pagi-pagi sekali sudah berada di depan kelasnya, berdiri di depan loker, berusaha membuka salah satu loker. Setelah loker terbuka, dia menaruh sesuatu ke dalamnya. Tak ingin ketahuan oleh Boy, dia pun bersembunyi di balik tembok, yang menjadi perbatasan antara kelas dengan toilet sekolah.

Apa yang dimaksud dengan Vivi itu perbuatan Boy ya??? -batin Sasa

"Hoi..."teriak Tania mengejutkan Sasa yang sedang melamun.

"Ih...apaan sih lo, ngagetin aja,"protes Sasa, berpura-pura merajuk

"Lagian lo, bengong aja, itu makan, bentar lagi bel loh,"perintah Tania seraya mengingatkan.

"Tan, lo tadi dengar cerita mereka ga, mereka tadi bicara soal surat dan hadiah di loker, apa Boy yah...yang ngelakuin itu?gue belum cerita ke lo ya, soal tadi pagi..."Sasa menggantungkan kata-katanya, menarik nafas sesaat.

"Tadi pagi itu gue ngeliat Boy berdiri di depan loker kelas, terus masukin sesuatu gitu, gue juga heran, ngerasa aneh, kenapa belakangan ini dia menghindar dari gue melulu, terus sering dateng pagi,"cerita Sasa pelan-pelan, suaranya hampir tidak terdengar, dia tak ingin orang lain tahu mengenai keretakan hubungan antara dia dengan Boy.

"Oh gitu...lo tau ga sih, gue ga suka sama cewek baru itu, dia juga godain Darren, ada gosip soal mereka, tadi pagi mereka berangkat bareng, sok polos banget sih dia, munafik, bisa jadi itu...dia juga godain Boy, sampai Boy bisa kirim-kirim surat ke dia,"ucap Tania memanas-manasi Sasa.

"Kita harus buat perhitungan sama dia,"Tania dan Sasa tersenyum licik.

Bel berbunyi, menandakan waktu istirahat telah usai, para siswa yang sibuk makan dan minum di kantin, bergegas kembali ke kelas mereka masing-masing. Begitu pula dengan Vivi, berlari kecil menyusul Carla yang sudah berjalan di depannya terlebih dahulu, saat dia masih sibuk menghabiskan minumannya yang masih tinggal separuh.

"La, tungguin dong,"teriak Vivi. Tiba-tiba seseorang dari arah belakang, menarik tangannya, menghentikan langkahnya berlari.

Bad Boy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang