Bagian Ketiga (Bullying)

7 3 0
                                    

“Pak...pak...pak...tung...gu...hosh...hosh...hosh....”teriak Vivi dari jauh sambil mengendarai sepedanya, mendekati pintu gerbang, suaranya terdengar serak karena kelelahan mengendarai sepedanya.

“Pak...tunggu....jangan tutup dulu,”Darren tak kalah berteriak dari Vivi, mengendarai motornya dari jauh, mendekati pintu gerbang yang hampir tertutup sempurna. Deru suara motor Darren pun semakin kencang terdengar, membuat kebisingan di telinga Pak Joko, satpam berkumis tebal dan bertubuh gemuk itu, asap motor Darren membuatnya terbatuk-batuk, begitu pula dengan Vivi yang mengendarai sepedanya di belakang Darren.

“Uhuk....uhuk...uhuk....wes edan bocah iki, sudah terlambat, asapnya kemana-mana pula,”dumel Pak Joko, dia menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil menutup pintu gerbang.

Darren memarkirkan motornya, melepas helm besarnya, lalu turun dari motor,”Maaf ya pak,”teriak Darren. Tiba-tiba dari belakang, kepalanya seperti dijitak seseorang.

“Aduh....”ringis Darren memegangi kepalanya yang sakit.

“Heh, lo kira-kira kenapa bawa motor, udah polusi suara, polusi udara pula, heran gue yah...bisa gitu ada cowok modelnya kayak lo begini, udah ga tau aturan, ga punya sopan santun, kalo mau minta maaf sama pak Joko, samperin gitu orangnya, ini malah teriak-teriak ga jelas,”omel Vivi, layaknya seorang ibu yang sedang memarahi anaknya sambil berkacak pinggang, Darren lebih memilih menutup telinganya rapat-rapat dengan jari telunjuknya.

“Lo denger ga sih, gue kan lagi ngomong sama lo, oh iya...lo juga harus minta maaf sama gue, gara-gara asap motor lo itu, gue juga batuk-batuk tadi, cepet minta maaf sama gue!”perintah Vivi menurunkan lengannya.

“Udah ceramahnya, kalo mau ceramah di tempat ibadah sana, dan kalo gue ga mau minta maaf sama lo, lo mau apa?”Darren memiringkan kepalanya, tersenyum mengejek.

“Lo, nyari ribut banget sih,”Vivi menendang sebelah kaki Darren, membuat dia meringis kesakitan.

“Lo itu jadi cewek udah galak, kasar, ga ada lembut-lembutnya banget sih, untung lo cewek, kalo ga udah habis lo, gue hajar, dasar cewek bar-bar,”protes Darren masih memegangi kakinya yang sakit.

“Terserah ya, lo mau bilang apa, gue ga peduli, yang jelas lo masih hutang kata maaf sama gue, kalo lo ga minta maaf juga, gue tendang lagi nih kaki lo yang sebelah lagi,”emosi Vivi memuncak, memasang gerakan kaki kuda-kuda, bersiap kembali menendang kaki Darren, sebelum akhirnya dia kabur darinya.

“HEH...JANGAN LARI LO,”teriak Vivi mengejar Darren. Dia berlari, menengok Vivi sekilas, sambil menjulurkan lidahnya, saat kembali membalikan badannya, tiba-tiba dia menabrak Bu Ros, guru killer yang terkenal galak, disiplin, dan tegas. Dia satu-satunya guru yang tidak terpengaruh dengan ketampanan Darren.

“Hm...hm...Darren...Vivi kemari,”Vivi menundukan kepalanya berjalan menghampiri Bu Ros dan Darren.

“Kalian terlambat lagi, Vivi...kamu itu siswa baru, tapi sering terlambat, dan kamu Darren sudah berapa kali ibu bilang, jangan terlambat lagi, tapi masih saja diulangi, kalian berdua...sebelum masuk ke kelas, ibu kasih hukuman, tulis di kertas double folio 1 lembar penuh, dengan kata-kata, saya berjanji tidak akan terlambat lagi, kumpulkan pada ibu setelah selesai, oh...jangan lupa minta tanda tangan wali kelas kalian, mengerti!”perintah bu ros, mengetuk-ngetukan salah satu sepatu berhak hitamnya di atas lantai sekolah.

“Yah bu, jangan dong, kita terlambat juga kan ada alasannya, dan lagipula kita belum lama telatnya bu,”balas Darren beralasan, Vivi menganggukan kepalanya, menyetujui perkataan Darren.

“Sekali lagi kalian protes, akan ibu tambahkan hukumannya, cepat lakukan sekarang juga!”Bu Ros kembali memberi perintah.

“Baik Bu,”balas Darren dan Vivi berbarengan, berjalan meninggalkan Bu Ros yang masih berdiri di tempatnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Darren dan Vivi memutuskan untuk mengerjakan hukuman dari Bu Ros di perpustakaan sekolah. Baru setengah mengerjakan, rasanya tangan Darren sudah pegal, sementara Vivi masih terlihat santai menyelesaikan hukumannya.

Handphone Darren bergetar, pertanda satu pesan whatsapp masuk. Dia mengalihkan perhatiannya, membuka satu pesan yang masuk di handphonenya.

Hoi bro, kemana lo?ga masuk?sakit?kok ga nongol?

1 pesan masuk dari Boy, membuat Darren mendapatkan ide, untuk segera menyelesaikan masa hukumannya. Dengan cepat Darren mengetik balasan untuk Boy.

Masuk bro, telat gue, ini lagi dihukum, eh...iya Boy, tolongin gue dong, gue disuruh nulis 1 lembar double folio nih, disuruh tulis saya berjanji tidak akan terlambat lagi, bantuin gue cariin orang yang bisa gantiin, pegel nih nulis

Pesan terkirim ke Boy, tidak sampai lima menit, Darren langsung menerima pesan dari Boy.

Ok bro, sekarang lo lagi dimana?nanti kalo udah selesai biar gue samperin lo

Balas Boy yang diam-diam mengirim pesan ke Darren, lewat kolong meja, takut ketahuan oleh bu Ridza, guru kimia tercantik, modis dan populer di sekolah ini.

Gue di perpustakaan, oke gue tunggu...

Balas Darren sambil senyum-senyum sendiri, mengundang kecurigaan Vivi.

“Heh, cowok aneh, ngapain lo senyum-senyum sendiri, kerjain itu...”

“Suka-suka gue dong, masalah buat lo, lo kerjain aja sana sendiri, gue mau keluar dulu, bye,”Darren melangkah pergi meninggalkan Vivi yang tersenyum remeh.

Satu jam kemudian, Darren kembali dengan kertas folio yang sudah selesai ditulisnya dan dibubuhi tanda tangan Pak Denis. Entah kapan dia menyelesaikan hukuman itu, karena yang Vivi tahu, sejak tadi dia hanya mondar mandir keluar masuk perpustakaan.

“Lo belum selesai juga, kalah lo sama gue, liat nih...udah selesai semua dong hehehe...”tersenyum penuh kemenangan, memperlihatkan tulisannya yang rapi dan telah selesai dikerjakan.

Vivi menatap Darren sinis, membuat dia kembali mengejek,”Hahaha...gue duluan yah ke kelas, bye bye cewek bar-bar,”Darren tertawa lebar, mengambil tas ranselnya, laalu melambaikan tangan meninggalkan Vivi yang berdecak sebal.

“Dasar cowok gila, baru begitu aja belagu, paling juga dikerjain sama orang,”cibir Vivi kembali melanjutkan tulisannya.

Tok...tok...tok...Darren mengetuk pintu kelas, dilihatnya Bu Ros sedang menulis di papan tulis dengan spidol hitamnya, tulisan mengenai sejarah beberapa kerjaan masa lalu, terpampang besar di papan tulis.
“Permisi bu,”sapa Darren memasuki kelasnya, membawa satu lembar kertas folio ke hadapan Bu Ros.

“Sudah selesai?baiklah kamu boleh duduk,”Bu Ros menghentikan kegiatan menulisnya, dan mempersilahkan Darren untuk kembali ke tempat duduknya.

“Oh iya, ibu pinjam salah satu catatan kamu!”perintah Bu Ros sebelum Darren beranjak menuju kursinya.

Mampus gue, jangan-jangan bu Ros mau ngecek itu beneran tulisan gue apa enggak -batin Darren

Bad Boy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang