"Kok ga pamit ke gue dia, gue kan temen dia juga,"dumel Boy
"Lo masih ngerasa temen dia, setelah berkhianat, temen macam apa, yang makan temennya sendiri,"cibir Carla membuat Boy terdiam
"Dia berangkat jam berapa?pindahnya kemana?"tanya Vivi raut wajahnya yang tadinya tertawa tiba-tiba berubah jadi cemas.
"Hm...katanya sih ke Amerika, mungkin dia lagi on the way ke bandara sekarang, kalo ga salah sih jam satuan gitu,"jawab Gio
Vivi langsung berdiri, meninggalkan kantin.
"Vi,"teriak Boy tapi tak didengar Vivi
"Boy kita ga tau ya, kalian itu beneran pacaran atau engga, bukan urusan kita juga, tapi gue cukup tau, dan bisa liat kalo Vivi masih sayang sama Darren,"Carla tersenyum sinis
"Lagipula lo liat sendiri kan Boy, Vivi masih sayang sama Darren, buktinya begitu dia tau Darren mau pergi, dia tanpa pikir panjang langsung pergi begitu aja,"Gio menimpali
"Berisik lo,"balas Boy.
Boy berlari mengejar Vivi yang sudah menjauh, dan menemukan dia sedang memohon pada satpam sekolah, agar diijinkan untuk keluar sekolah.
"Pak, ayolah...sebentar aja pak, ini genting pak, nanti saya traktir deh, atau bapak mau saya beliin apa, bilang aja pak, sandal, sepatu, baju, celana, atau apa pak, ayo pak, please bukain dong pintunya,"mohon Vivi
"Ga bisa neng, ini udah peraturan sekolah, jangan coba-coba nyogok saya dong, maap-maap aja nih, saya ga bisa disogok atuh,"balas Pak Joko satpam berkumis tebal dan bertubuh gemuk itu.
"Yah...pak...ayolah, kali ini aja pak,"
"Ga bisa neng, sudahlah lebih baik neng kembali ke dalam, jam istirahat udah mau selesai,"Pak Joko kembali masuk ke dalam pos satpamnya.
Dengan kecewa, Vivi berjalan menuju ke kelasnya. Tiba-tiba Boy datang menghampirinya.
"Vi, lo mau kemana sih, ke bandara?"
"Ya iyalah,"balas Vivi ketus
"Ya udah sih santai, marah-marah aja, ngapain kesana, udah ayo...balik ke kelas, lo jangan percaya sama kata-kata mereka, paling juga mereka bohongin lo,"Boy meraih tangan Vivi, hendak menarik tangannya, tapi langsung ditepis oleh Vivi.
"Ga, mereka ga mungkin bohong, udahlah...lo aja yang ke kelas, gue mau cari cara buat ke bandara,"
"Vi, dengerin gue, Darren itu cuma ga masuk hari ini aja, paling juga dia mau nganter papanya ke bandara, lo percuma juga kesana,"Boy membuang nafas perlahan, menahan emosinya.
"Tau darimana lo, kalo dia cuma nganter papanya, kalo dia beneran pindah, kalo dia beneran pergi dari hidup gue, kalo gue ga bisa liat dia lagi gimana,"
"Vi...kalopun dia uda ga sekolah disini, lo sama dia masih bisa komunikasi kali, masih ada handphone, masih bisa videocall, dia bukan pergi selamanya, dia bukan meninggal, bisa ga lo biasa aja ngomongnya,"nada suara Boy sedikit meninggi. Melihat Vivi terdiam, Boy tak bisa berkata apapun lagi, dia akhirnya mengakui semua kesalahannya pada Vivi
"Huft...gue baru sadar, lo segitu cintanya ya sama dia, percuma aja ternyata udah buat lo benci sama dia, kalo ternyata lo masih cinta sama dia,"
"Apa maksud lo?"
"Gue minta maaf, selama ini gue bohong sama lo, mulai dari taruhan sampai kecelakaan orangtua lo, gue yang ngarang semuanya,"
"Darren ga bersalah, dia ga pernah jadiin lo taruhan, dia bener-bener sayang sama lo, yah...awalnya emang gue pernah ngajak dia taruhan, buat ngerebut hati lo, karena gue juga suka sama lo, tapi ditolak sama dia, dan soal kecelakaan lo sampai orangtua lo meninggal itu, cuma spontanitas karangan gue aja, gue juga ga tau siapa orang yang uda ditabrak sama bokap Darren, gue minta maaf,"
PLAKKKK...tamparan keras mendarat di pipi Boy
"Simpen maaf lo, gue...gue ga akan pernah maafin lo,"air mata Vivi mengalir, kesal, marah, kecewa, rasanya menumpuk jadi satu di hatinya, Vivi berlari meninggalkan Boy
"Vi, tunggu, kalo lo mau ke bandara, gue bisa bantu lo,"teriak Boy, membuat langkah Vivi terhenti
Boy berjalan menghampiri Vivi,"Itung-itung buat nebus kesalahan gue, gue tau lo ga akan maafin gue, tapi biarin gue tebus kesalahan gue, gue tau cara keluar tanpa ketahuan siapapun,"
"Ikut gue,"Boy berjalan di depan, sementara Vivi dengan terpaksa mengikuti di belakangnya.
Boy membawa Vivi ke halaman belakang sekolah, ada tembok yang cukup tinggi sebagai pembatas antara jalan raya dengan sekolah.
"Ini kenapa tali dan jangkar udah terikat disini?"ucap Boy bingung
Tali dan jangkar yang terpasang diujung tali itu, biasanya disimpan oleh Boy dan teman-temannya di salah satu rerumputan yang sengaja mereka potong.
"Mungkin ada yang bolos juga,"sahut Vivi
"Mungkin, ya udah berarti kita ga perlu cape-cape buat naruh tali disini,"
"Lo harus lewat sini Vi, gue cuma bantu lo keluar dari sekolah aja, sisanya lo usaha sendiri, Vi...sekali lagi gue minta maaf, semoga lo bisa ketemu sama Darren di bandara ya,"Boy tersenyum, senyuman tulus yang menutupi lukanya.
"Thanks, hm...gue berubah pikiran, gue akan maafin lo kalo Darren udah maafin lo, gue pergi ya, bye..."Vivi memanjat tembok itu, sambil menggenggam erat tali itu, layaknya seorang ninja, dia memanjat dengan hati-hati. Setelah memastikan Vivi keluar dari sekolah, Boy menarik tali itu dan kembali menyimpannya di rerumputan, dia pun kembali ke dalam kelas.
Melompat dari atas tembok, cukup membuat kaki Vivi sedikit terkilir, tanpa peduli dengan sakitnya, dia berdiri dan berjalan terpincang-pincang mencari ojek, taksi atau kendaraan apapun yang bisa membawanya ke bandara. Ada satu ojek yang sedang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.
Dengan cepat dia berjalan menghampiri ojek itu.
"Bang, ojek kan?"tanya Vivi.
"Iya neng,"balas tukang ojek yang memakai topi hitam, dengan jaket hijau.
"Ke bandara ya, ayo...bang, buru-buru nih,"
"Oh ok, ayo neng,"tukang ojek itu secepatnya berdiri, menghampiri motornya, dan menyalakannya, terdengar suara deruan motor, Vivi duduk di belakang tukang ojek.
'Dar, tunggu gue, gue ga mau lo pergi begitu aja',batin Vivi, setengah berharap ini hanya mimpi, yang membuat dia ingin segera bangun dari mimpinya.
Sepuluh menit kemudian, Vivi sampai di bandara, dia turun dari motor, hampir berlari dan tidak membayar.
"Neng, uangnya neng,"teriak tukang ojek.
"Oh iya,"Vivi menepuk jidatnya pelan, berjalan menghampiri tukang ojek dan memberinya selembar uang dua puluh ribu rupiah
"Kembaliannya ambil aja,"Vivi kembali berlari ke dalam bandara.
"Makasih neng,"teriak si tukang ojek, berlalu pergi meninggalkan bandara.
"Pesawat menuju Amerika, apakah sudah berangkat?"tanya Vivi pada seorang wanita cantik, yang bertugas menjaga loket
"Sudah kak, sudah sekitar sepuluh menit yang lalu,"jawab si petugas wanita itu.
"Oke, makasih,"
"Ya sama-sama kak,"balas si petugas tersenyum
Vivi berbalik, berjalan tanpa arah, menabrak semua orang yang berjalan di sekitarnya, berhenti di tengah-tengah, menangis sekencang-kencangnya.
Pada akhirnya penyesalan itu datang, saat aku belum siap menerimanya, andai aku tidak salah paham, andai aku membicarakan semuanya baik-baik dengannya, dan andai aku mencari tau kebenarannya sebelum mempercayai orang lain, andai waktu bisa diputar kembali, ga akan mungkin aku kehilangan dia, bahkan untuk sekedar mengucapkan kata maaf dan terima kasih pun sudah tidak mungkin. -Vivian Zivana Letisa
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy (COMPLETE)
Fiksi RemajaDarren seorang siswa SMA yang terkenal tampan, pintar, dan berprestasi, namun tak pernah disangka saat di luar jam sekolah, dia sering membully bersama teman-temannya, merokok bahkan mabuk-mabukan, meski begitu dia tidak pernah mempermainkan wanita...