Acara api unggun selesai sekitar pukul dua malam. Sesudahnya murid-murid disuruh tidur di tenda masing-masing. Setiap tenda berisikan lima murid. Ya pengalaman baru untuk Aleanom tidur dengan lima orang di tempat yang menurutnya terbatas.
Apalagi harus mendengar suara dengkuran dari Yoga. Awalnya Aleanom mengabaikannya. Tertidur pulas. Lama-kelamaan justru makin menyebalkan. Aleanom terbangun. Ia lihat jam tangannya. Sudah pukul lima pagi. Ia ambil kaos kaki untuk menyumpel mulut Yoga yang tidur di sampingnya. Ia pikir masalah selesai karena suasana kembali hening dan tenang.
Sayangnya ketenangan itu berujung kepanikan saat Aleanom melihat tubuh Yoga kejang-kejang, wajahnya putih pucat. Yoga tidak bisa bernapas. Aleanom pun menyabut kaos kaki dari mulut Yoga dari pada nantinya Yoga mati dan ia ditahan oleh polisi, kan? Dan ya suara berisik itu kembali hadir.
Aleanom mengalah. Ia keluar dari tenda. Sepi tidak ada siapapun dan sangat hening. Pemandangan masih gelap dari sisa penghujung malam. Hanya disinari oleh rembulan dan percikan cahaya lampu dari beberapa warung. Udaranya juga sangat dingin. Ia rapatkan jaket yang menutupi tubuhnya. Memasukan kedua tangan ke dalam kantong jaket.
Tiba-tiba saja rasa kantuknya menghilang. Maka ia pun memutuskan berjalan ke arah danau yang tak jauh dari tempat campingnya. Di sana, di bangku kayu yang menghadap danau terlihat sosok perempuan duduk.
"Penunggu sini?" tanya Aleanom dengan dirinya sendiri. Dia memungut batu dan hendak menimpuk wanita yang ia pikir penunggu sini. Namun ia urungkan rencananya saat perempuan itu menoleh ke samping. "Erika?" gumamnya.
Perempuan itu ternyata Erika. Sedang duduk termenung memandangi danau. Apa yang dilakukan Erika di hari sepagi ini? Kenapa tidak berada di tendanya? Sejak kapan Erika punya kebiasaan bangun pagi? Karena penasaran Aleanom pun menghampiri Erika.
"Erika." panggil Aleanom sembari menarik ujung rambut Erika. Lalu duduk di samping Erika.
Erika menoleh, memperhatikan pergerakan Alenaom yang berujung duduk di sampingnya. "Tumben lo bangun pagi."
"Sama kayak lo."
Erika menunduk. Memperhatikan kedua tangannya yang saling berpegangan. "Gua nggak bisa tidur."
"Teman tenda lo ada yang ngorok?"
Erka menatap Aleanom dengan senyum dan kerutan di keningnya. "Nggak. Cuma nggak bisa tidur aja." Aleanom cuma mengangguk. Memperhatikan danau yang tenang dan indah.
Erika menarik napas. Meluruskan pandangan ke danau. "Terus lo kenapa bangun sepagi ini?" tanya Erika.
"Yoga berisik."
"Ngorok?"
"Iya."
Erika terkekeh. Merasa prihatin dengan nasib Aleanom. Ia tahu betul kalau Aleanom tidak bisa tidur kalau ada suara. "Yang sabar ya." ia tepuk bahu Aleanom dengan maksud meledek.
Aleanom berdecak, menoleh dengan tatapan jengah. Raut wajah Aleanom berubah ketika menyadari sesuatu. "Mana jaket lo?" tanyanya, memperhatikan Erika yang cuma memakai kaos.
"Ada di tenda. Lupa bawa."
Aleanom membuka jaketnya. Ia berikan jaket itu kepada Erika. "Pakai."
"Gua gapapa Le." tolak Erika. Menyodorkan jaket yang diberikan Aleanom.
Aleanom menghela napas. Ia meraup kedua pipi Erika. "Apanya yang gapapa? Lo kedinginan." bisa Aleanom rasakan dinginnya pipi Erika.
Erika termenung. Jaraknya dengan Aleanom sangat dekat. Tangan Aleanom begitu hangat menyentuh pipinya. Ketika sosok Anera masuk dalam ingatannya, ia langsung memalingkan wajah. Merasa begitu bodoh ketika menyadari hampir saja ia kalah oleh perasaannya. Harusnya ia sadar dengan kenyataan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANERA : How To Make Her Stay Alive? (TAMAT)
Teen Fiction⚡WARNING : CERITA MENGANDUNG SELF INJURY . TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA. TIDAK DIHARAPKAN MENGIKUTI ADEGAN BERBAHAYA DI DALAM CERITA⚡ *Mulai 9 September 2020 *Selesai 11 maret 2021 Rank 1 in #depresi tgl 27/11-2020 Rank 5 in #school tgl 13/11-2020 Di...