15. Sebuah Alasan

9.9K 1.8K 47
                                    

Segerombolan anak kecil berkumpul saling mengapit untuk menawar rasa dingin yang menyapa mereka. Semua anak-anak kecil itu kompak memeluk diri mereka sendiri. Tubuh mungil mereka menggigil kedinginan. Semakin terasa dingin bagi yang memiliki bekas luka di tubuhnya.

"Aku takut." rengek gadis kecil.

"Tenang aja. Bunda dan ayah sedang mencari aku. Mereka pasti menemukan kita. Mereka akan bawa polisi bersama mereka. Lalu orang jahat itu akan ditangkap."

"Jadi....kita semua akan selamat?" tanya gadis kecil itu.

"Iya kita akan selamat. Aku janji kita pasti selamat."

"Iya." bola mata gadis itu berbinar. Ada harapan setelah mendengar janji bocah laki-laki di sampingnya.

Namun janji itu tidak pernah bisa ditepati. Anak-anak kecil bergerombolan mengelilingi ruangan. Di tengah mereka terbaring tubuh kaku yang sudah tak bernyawa. Darah segar mengalir di lantai membasahi tubuh gadis kecil itu.

-
-
-
Aleanom bangkit dari tidurnya, ia duduk di kasur. Mengusap wajahnya dengan gusar. Ia ambil obat dan gelas berisi air. Setelah meminumnya, ditaruh kembali obat dan gelas di atas meja kecil di samping tempat tidurnya.

Aleanom memegangi dadanya yang sesak. Sangat sakit sampai rasanya ada tangan yang mencengkram langsung jantungnya. Keringat dingin membasahi wajahnya. Ketakutan Aleanom bertambah parah untuk kesehatan mentalnya. Hadirnya Anera dan mengetahui sisi lain dari cewek itu membuat Aleanom terbebani. Aleanom takut jika ia akan melihat mayat di depan matanya lagi.

"Mungkin hari ini lo bisa mencegahnya, hari ini lo bisa menyelamatkan gua. Tapi mungkin besok lo akan melihat gua diberita sebagai gadis yang bunuh diri."

Perkataan Anera kembali terngiang. Gadis itu apa sungguh-sungguh dengan ucapannya? Mengapa begitu besar keinginannya untuk mati? Bagaimana jika Anera benar-benar mati di belakangnya?

Tiba-tiba halusinasi Anera yang menggantung dirinya di kamar membuat dada Aleanom semakin sakit. Aleanom memang benci dengan keberisikan gadis itu. Merasa terganggu saat Anera ada di sekitarnya. Namun bila harus memilih. Aleanom lebih memilih melihat senyum dan tawa gadis itu dari pada melihat tubuh Anera menggantung di tali dalam kamar. Aleanom tidak bisa membayangkan wajah pucat Anera yang tidak bernyawa.

Aleanom meraih ponsel di atas meja kecil. Ia mencari kontak Anera. Meneleponnya. Dering bunyi telepon tersambung tak kunjung diangkat. Apa karena sekarang sudah jam dua malam makanya tidak diangkat? Apa Anera sedang tidur? Atau Anera sudah.....pikiran Aleanom bercabang ke jalan yang gelap.

Sekalian menunggu telepon diangkat, Aleanom beranjak dari atas kasur. Mengambil jaket dan kunci motornya. Ia mau nekat pergi ke rumah Anera. Malam itu saat Anera hendak bunuh diri Aleanom mengantarnya pulang. Jadi ia tahu dimana rumah gadis itu.

"Halo? Kenapa malem-malem lo-"

"Lagi apa?" langkah Aleanom terhenti tepat saat ia baru memegang gagang pintu. Sakin tidak sabarnya ia sampai memotong perkataan Anera yang belum selesai.

"Kenapa? Tiba-tiba nanya gitu?"

"Lagi apa?" tanya Aleanom mengulang pertanyaannya.

"Lo....kangen sama gua? Malem-malem telepon gua."

Aleanom berdecak. Ia kesal Anera tidak menjawab pertanyaannya dengan benar. "Anera, lo lagi apa?" Aleanom melembutkan suaranya. Berusaha menahan emosi.

"Gua di rumah."

"Lo kebangun lagi tidur? Atau lo belum tidur?"

"Kenapa?"

ANERA : How To Make Her Stay Alive? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang