Nadhen sangat keras kepala. Masih kekeh mendekati sang idola melalui Anera. Yang otomatis juga melibatkan Aleanom. Sekarang saja wanita yang sudah tak muda lagi itu berdiri di depan pintu dengan menenteng bingkisan. Aleanom tahu betul ada konspirasi di balik bingkisan tersebut. Aleanom juga sadar kalau dirinya akan kerepotan hari ini.
"Eh, mau kemana?" Nadhen menarik tangan Aleanom. Anak laki-lakinya itu nyelenong begitu saja setelah salim. Dasar anak durhaka, tahu saja kalau mau diminta tolong.
"Apa?"
"Kamu kok lewat gitu aja?"
"Udah salim tadi sama bunda, kan?"
Bunda mau nitip ini sama kamu. Buat Anera." Nadhen menyodorkan bingkisan.
"Dengan maksud?"
"Yahh, sekalian titip salam buat ibunya." Nadhen tersenyum malu-malu.
Aleanom menghela napas. "Bunda nih kejam."
"Loh? Kok bunda kejam?"
"Coba deh misalkan. Ada orang baik ke bunda cuma biar aku suka sama orang itu. Bunda senang? Sama aja orang itu manfaatin bunda. Bunda emang mau dimanfaatin? Aku sih mikirnya gitu."
Nadhen jadi merasa bersalah. Aleanom selalu mengatakan sesuatu berdasarkan logika. Jadi bisa dibilang omongan Aleanom akurat. Anera mungkin memang akan merasa kecewa saat kebaikan orang lain karena ibunya. "Iya sih kamu benar."
"Nah." Aleanom menunjuk Nadhen. Senang Nadhen satu pemikiran dengannya. Dengan begini ia tidak perlu kerepotan. Ia juga tidak perlu malu semisal Anera salah paham karena ibunya memberi ia bingkisan.
"Terus Le gimana dong kuenya? Bunda beli banyak ini." Nadhen histeris, sedih dan bingung.
"Makan sendiri."
"Bunda nggak boleh terlalu sering makan makanan manis, nanti ayah mu marah."
"Jangan sampai ketahuan."
"Mau ajarin bunda bohong kamu?" Aleanom diam, tidak mau nyari ribut sama bundanya. "Kamu aja habisin, mau?"
"Nggak suka manis."
"Kalo gitu kamu kasih ke teman kamu aja deh. Bagi-bagi. Anera juga bagi." Nadhen meraih tangan Aleanom, merapatkan bingkisan di telapak tangan Aleanom.
Aleanom berdecak. Ingat, Aleanom itu bukan anak berbakti. Ia cuma masih percaya kalau seorang anak memang bisa dikutuk oleh ibunya kalau durhaka. Jadi sekalipun amat sangat terpaksa, ia tetap menurut sama Nadhen. "Iya bunda." Aleanom keluar rumah, tak bersemangat.
--------
Anera melihat ponselnya, untuk tahu sekarang jam berapa. Sudah hampir sepuluh menit ia tak bergerak. Mobilnya mendadak berhenti di tengah jalan. Supir sedang mengecek mesin, mencari tahu kerusakan yang menyebabkan mobil tidak bisa jalan.
Sebentar lagi bell sekolah akan berbunyi. Jika Anera terus di sini, bisa dipastikan kalau ia bisa telat ke sekolah. Ujung-ujungnya akan terkena hukuman. Sedangkan Anera tidak bisa meminta supirnya untuk cepetan membenarkan mesin mobil, ia tak enak hati. Kalau menyuruh buru-buru kesannya tidak sopan.
Akhirnya ia pun keluar dari mobil. Menghampiri supir yang masih mengecek mesin. "Belum juga pak?" tanyanya.
"Belum non." jawab supir, sekilas mengangkat kepala untuk menatap Anera.
"Aku naik kendaraan umum aja deh." Anera mengambil keputusan berdasarkan waktu yang semakin mepet.
"Non tau kendaraan umum menuju sekolahan?"
"Nggak sih." benar, Anera tidak tahu harus naik kendaraan umum apa untuk sampai ke sekolah. Ia belum pernah naik kendaraan umum. "Aku pesan online aja." ia genggam ponselnya, baru saja mendapatkan ide.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANERA : How To Make Her Stay Alive? (TAMAT)
Ficção Adolescente⚡WARNING : CERITA MENGANDUNG SELF INJURY . TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA. TIDAK DIHARAPKAN MENGIKUTI ADEGAN BERBAHAYA DI DALAM CERITA⚡ *Mulai 9 September 2020 *Selesai 11 maret 2021 Rank 1 in #depresi tgl 27/11-2020 Rank 5 in #school tgl 13/11-2020 Di...