Happy reading 💦
don't forget to vote and comment°°°.
Sungguh di luar pemikiran, Shala pikir Rifan tidak mau membaginya karena sikap Rifan yang terlihat tidak suka dengan sikap Shala. Sungguh sikap Rifan barusan di luar dugaannya.Shala mengambil ponsel Rifan dan mulai mengetik dan menyimpan no nya. Setelah itu Shala memberi ponsel Rifan. Shala meninggalkan rumah Rifan dan memasuki rumahnya yang berada persis di depan rumah Rifan.
Shala hendak berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Namun suara Shasa membuatnya mengurungkan niatnya. Shala menghampiri Shasa yang sedang asyik menonton tv dan memakan camilan.
"Ngeselin tau ga, motor kakak tadi gabisa distarter. Untung banget ada bang Rifan yang bantuin aku," kesal Shala sambil memakan camilan Shasa.
"Bang Rifan? Tetangga depan rumah yang masih SMA itu, ngapain manggil bang lo?" tanya Shasa.
"Lah kakak kenal, emang iya dia masih SMA? ku kira sudah kuliah kayak kakak." Shala mengambil camilan lagi dan memakannya.
"Kenal lah gue udah 3 tahun tinggal di sini masa iya gatau. Bodoh banget sih lo, dia masih SMA sebaya sama lo." Shasa menoyor kepala Shala pelan.
"Kalo dia SMA kok aku panggil bang, mau-mau aja dia bahkan ga nolak sama sekali kak. Bingung aku," heran Shala.
Membingungkan bukan? Jika Rifan masih SMA mengapa ia tidak merasa keberatan di panggil Abang.
"Apa nya yang bingung? Dia mau di panggil bang mungkin dia gatau kalo lo sebaya sama dia," balas Shasa sambil memakan camilannya.
"Iya kali ya, oh ya itu kenapa motor kakak di tinggal di sana tadi?" tanya Shala yang merasa aneh dengan kakaknya.
"Tadi macet banget jalanan nya, maka nya gue tinggal di sana, terus gue lari deh sampe rumah. Udah ga tahan soalnya, mau berak," jelas Shasa.
Shala menganggukkan kepala. Lalu matanya fokus menonton televisi. Shala dan Shasa menonton televisi tanpa ada yang bersuara hanya suara televisi yang memecah keheningan di antara mereka.
Sebenarnya Shasa penasaran apa yang jadi alasan orang tua nya pindah ke Jakarta? Karena setau nya usaha orang tuanya tidak bermasalah, dia ingin bertanya kepada orang tuanya tetapi dia terlalu takut. Hingga akhirnya Shasa memberanikan diri bertanya kepada orang tuanya. Jawaban yang diberi orang tuanya sungguh membuatnya kaget maka dari itu Shasa ingin bertanya langsung kepada adiknya.
"Gue tau lo pindah ke sini karena ga bisa move on dari Dewa kan?" Tebak Shasa tepat sasaran.
Deg! Jantung Shala berdetak sangat kencang. Dari mana kakaknya tau tentang alasan ke pindahannya? Apa mungkin orangtuanya yang menceritakan.
"Tau apa kakak tentang Dewa?" Bukannya menjawab, justru Shala memberi pertanyaan. Shala tak perlu basa-basi karena pasti Shasa sudah tau Dewa itu siapa.
"Gue tau meskipun lo ga cerita, gue udah tau semuanya dari ibu. Jadi gue harap lo lupain lelaki macam dia. Ngerti lo!" perintah Shasa dengan tegas.
Kan benar tebakan Shala. Shala menundukkan kepalanya.
Perkataan Shasa justru membuatnya menangis. Andai Shasa merasakan bagaimana rasanya di tinggal tanpa kepastian? Andai Shasa mengerti bagaimana sulitnya Shala menyembuhkan luka ini? Andai Shasa merasakan apa yang Shala rasakan? Bagaimana sulitnya melupakan seseorang yang berarti di hidupnya?
"Aku akan usaha kak, rasanya begitu sulit kak." Tangisan Shala pecah begitu saja. Shasa gelagapan saat melihat air mata Shala menetes. Ia langsung menarik Shala kedalam pelukannya dan mengelus kepala Shala.
"Udah dong, jangan nangis lagi! Bukannya gue udah bilang. Kalo lo siap jatuh cinta, lo juga harus siap sakit hati. Bahkan di sosmed aja banyak banget kata-kata itu. Tapi kok bisanya ga nyampe ke otak lo sih heran gue," kata Shasa melepaskan pelukannya.
"Lihat gue! Gue siap jatuh cinta tapi gue jauh lebih siap kalau seandainya dia pergi ninggalin gue. Sudah seharusnya lo sama kayak gue. Berkali-kali gue di putusin, udah berkali-kali gue menangis dan udah berkali-kali gue mengenal orang baru dan berkali-kali juga gue siap sakit hati, gue selalu mendam itu sendiri supaya ibu dan ayah ga khawatir sama gue. Eh lo malah buat ibu sama ayah tinggal di sini. Kan jadi nya susah kalo gue nangis-nangis lagi nanti ketahuan dong." Shasa mengerucutkan bibirnya sebal.
"Enak dong kalau ketahuan ntar kakak disuruh pindah kuliah ke kota Surabaya. Habis gitu kita pindah juga semuanya ke Surabaya so aku bisa ketemu lagi sama Dewa hahahaah." Shala tertawa puas.
"Emang Dewa mau ketemu sama lo?" ejek Shasa lalu berlari menuju kamarnya.
"Kampret, dasar kak Shasa nyebelin," teriak Shala menggelegar.
°
°
°
°
°TBC
Welcome to my new story'✨Jangan lupa untuk vote dan komenl
__________
Salam
Nabilad
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Again
Teen Fiction( FOLLOW SEBELUM MEMBACA) (don't copy my story) " Takdir sungguh kejam ya," ucap Shala menatap mata Dewa. " Bukan takdir yang kejam,tapi pemainnya yang kejam," elak Dewa. " Ya pemain nya emang kejam, Dewangga Byantara." Shala menarik napas...