1.8

5.1K 711 24
                                    

Jaemin melempar sembarangan helm-nya kepada Jeno yang masih duduk anteng di atas motornya. Ia pergi meninggalkan Jeno begitu saja dan masuk ke toko buku tua yang berada tak jauh dari sekolah Jeno.

Ia masih merasa malu setengah mati setelah kalimat yang ia ucapkan di ruang ganti di sekolah Jeno. Belum lagi Jeno yang tak henti-henti menggodanya dengan menyebut dirinya sendiri 'daddy'.

Konsekuensi, konsekuensi. Jaemin memang harus sering-sering melatih mulutnya agar tidak ngomong sembarangan. Mungkin dengan menjauhi tiga curut itu akan dapat membantunya. Meskipun niatnya untuk membuat pemuda asing itu menjauh, tapi sama aja, menurutnya pilihan katanya itu tidak bisa dibiarkan.

Setelah berada di dalam toko, Jaemin langsung pergi ke rak-rak yang ada untuk mencari sejumlah buku yang ada di notes ponselnya.

The Great Gatsby.

Jane Eyre.

To Kill a Mockingbird.

Tentu saja bukan untuk dirinya. Itu semua adalah titipan bunda tersayangnya. Sampai tua pun ia tak akan mau menyibukkan diri dengan membaca novel. Jangankan novel, buku pelajaran saja tidak tersentuh olehnya.

Setelah mendapatkan buku-buku yang ia cari, Jaemin langsung beranjak ke kasir untuk membayar.

Di belakangnya, Jeno datang menghampiri. Pemuda itu mendekatkan dirinya pada Jaemin kemudian merangkulnya, menarik tubuh Jaemin agar lebih mendekat padanya.

"Habis ini baby mau ke mana? Ke rumah daddy?"

Tuh kan. Mulai lagi. Bertingkah lagi anaknya. Malah ngomongnya kuat banget lagi sampai penjaga kasirnya melirik mereka berdua berulang kali dengan tatapan yang men-judge.

Jaemin dengan wajah kesalnya, tanpa membalikkan tubuh untuk melihat Jeno, ia menginjak kaki Jeno dengan kuat, membuat pemuda itu mengaduh kesakitan dan melepaskan rangkulannya dari tubuh Jaemin. Jeno memang memakai sepatu untuk melindungi kakinya. Namun, sepatu Jaemin memiliki sol yang tebal dan keras..

"Mampus! Rasain! Goda aja terus, goda! Ntar yang gue injak bukan kaki lo lagi. Tapi masa depan lo itu." Desisnya penuh kesal.

Jaemin tadinya memang menunjukkan sisi manjanya kepada Jeno. Tapi, tidak ada yang menjamin kalau sikap manjanya itu akan berlangsung lama. Iya, kan?

Jaemin membayar bukunya dengan debit. Setelah selesai, ia langsung keluar dari toko tersebut. Jeno ada di belakangnya, misuh-misuh dan membayangkan leher Jaemin di apitan lengannya.

"Ayo buruan, Jen!" Teriak Jaemin. Ia sudah sampai duluan di motor Jeno. Helm-nya juga sudah ia pasang dengan baik.

Jeno tersenyum lebar. Ia melangkahkan kakinya lebih cepat agar mereka dapat segera pergi dari tempat itu. Pikirannya untuk membuat Jaemin memohon ampun karena kehabisan napas pun terlupakan begitu saja.

.

.

.

Jeno mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota yang semakin sore semakin ramai dengan kendaraan. Di belakangnya, Jaemin menopangkan kepala di bahu Jeno, dan kedua tangannya memeluk tubuh pemuda itu dengan erat.

Keduanya sedang berkencan. Iya, kencan di atas motor yang melaju.

Sebenarnya Jaemin meminta Jeno untuk segera mengantarnya pulang karena bundanya bilang mereka akan kedatangan tamu.

Jeno memang mengantarnya pulang, namun pemuda berhidung bangir itu memilih untuk mengambil jalan memutar agar ia bisa berlama-lama berduaannya dengan kekasihnya itu.

Love, J || NOMIN ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang