1.4

5.4K 797 26
                                    

It is a not that long ass flashback

.

.

.

2006

Jeno kecil berlari ke arah ibunya, air matanya tak kunjung berhenti.

"Ma! Nono mau sama mama!!" Tangisannya pecah di akhir kalimat. Ia memeluk erat kaki sang ibu, menolak untuk pisah darinya.

Sang ibu tersenyum kecil melihat anaknya yang tak mau ditinggal di hari pertama ia masuk sekolah, "Nono.. mama harus jenguk granny.. nono kan sudah besar. Di sini juga ada bu guru.. temen-temennya juga banyak."

Jeno kecil menggelengkan kepalanya, air matanya terus membasahi pipi gembilnya. Ia sesenggukan, ingusnya sampai keluar dari hidung mancungnya. 

Sang ibu menatap gemas satu-satunya anak yang ia miliki itu. Ia pun berjongkok agar mata mereka sejajar, dan menatap mata merah berair milik anaknya, "Nono sudah besar, kan?" Jeno mengangguk menjawab pertanyaan sang ibu, "Kalau sudah besar, papa bilang kamu harus berani, kan?" Jeno menganggukkan lagi kepalanya.

"Nono sayang granny, kan?" lagi-lagi Jeno hanya mengangguk, tangisannya sedikit mereda. "Granny lagi sakit. Mama harus temani granny. Mama boleh pergi sebentar, hm?"

Jeno menggelengkan kepalanya. Sang ibu terkekeh, "ututuuuu anak mama, manja banget."

Sang ibu mengedarkan paandangannya ke sekitar halaman sekolah. Banyak anak-anak yang baru datang, dan hampir semuanya ditemani oleh orang tua mereka. Ia jadi merasa bersalah karena tidak bisa menemani Jeno di hari pertama sekolah.

"Nak! Sini!" Ibunya Jeno memanggi seorang anak laki-laki yang datang sambil mengemut lolipop. Ia tidak melihat ada wali yang menemani anak tersebut.

Anak itu berhenti sejenak untuk memandangi pasangan ibu-anak di depannya. Ia pun berjalan menghampiri keduanya. Ia melirik Jeno yang matanya terlihat sangat sedih, "Jangan nangis! Kau terlihat jelek!" celetuk anak itu.

Tangis Jeno kembali terdengar lagi. Ibunya terkekeh, heran sama anaknya yang tidak begitu percaya diri di lingkungan yang asing. Anak lelaki itu melebarkan mata bulatnya, tak percaya jika Jeno akan menangis mendengar kalimatnya.

"E-eh! Maaf! Jangan nangis! Echan selalu bilang seperti itu kalau aku nangis!" Anak lelaki itu panik melihat Jeno yang tak kunjung diam. Ia menatap takut-takut ibunya, "B-bibi.. maafkan Nana.."

Wanita itu tersenyum ramah pada anak laki-laki yang memanggil dirinya dengan sebutan 'Nana'.

"Nama kamu Nana?" anak laki-laki itu mengangguk, "Anak bibi namanya Nono. Dia cengeng, yah?" anak itu mengangguk lagi.

"Nana kelas berapa?" anak lelaki itu menunjukkan kedua telunjuknya. "Kelas satu?" ia mengangguk.

"Nana pergi sendiri? Ayah ibunya ga ikut?"

Nana menggeleng lemas, "Ayah naik pesawat! Bunda ngobatin orang sakit!"

Wanita itu mengelus kepala Nana dengan lembut. Ia beralih menatap Jeno kemudian terkikik geli ketika melihat anaknya yang masih menangis, "hush.. Nono ga malu diliatin kaya gitu sama Nana, hm?"

Nana juga ikut menatap Jeno. Alisnya mengerut mendengar isakan tangis Jeno. Lantas, ia dengan spontan memasukkan lolipop yang sebelumnya ia emut ke dalam mulut Jeno. Tangis Jeno berhenti, tapi suara sesenggukannya masih terdengar.

"Nono jangan nangis! Nana aja gak nangis!"

Ibunya Jeno menatap Nana, "Nana, bibi titip Nono sebentar ya? Bibi harus menemani granny-nya Nono yang sedang sakit.."

Love, J || NOMIN ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang