Mata Jaemin menelisik furnitur-furnitur yang sedang di bawa masuk ke gedung restorannya. Di sampingnya ada Taeyong yang memerintahkan ini itu pada kurir-kurir tersebut.
Pengerjaan furniturnya ternyata selesai sehari lebih cepat dari yang dijanjikan, dan Jaemin dengan antusias meminta agar semua langsung di bawa ke tempatnya.
"Eh, Na. Aku lupa. Kemarin pas kamu lagi kelas, ada yang datang mencarimu. Sudah kusuruh untuk tunggu, tapi dia menolak dan pergi begitu saja."
Itu pasti Hyunjin. Anak itu benar-benar berniat membawa Jaemin keluar rupanya. Ia mengira jika ajakan Hyunjin tempo hari hanya guyonan saja. Toh sahabatnya itu tidak datang sendirian ke Italia. Jadi ia tidak terlalu memikirkan ajakan tersebut.
Jaemin mengangguk samar. "Terima kasih infonya, hyung."
Restorannya sudah komplit. Ia hanya tinggal menyusun dan menata ruangannya sedemikian rupa sesuai seleranya.
"Hyung, aku belum bertemu dengan desainernya. Apa dia gak datang?"
Taeyong manggut-manggut. "Ah iya. Kontrak kita dengannya hanya sampai setengah hari, sama seperti Seungmin waktu itu."
"Ah begitu. Pantas saja dua hari ini aku tidak melihat wajah asing di sekitaran sini."
Setelah berbincang sedikit lebih lama lagi, keduanya pun sibuk menyelesaikan pekerjaan yang belum tersentuh. Cukup lama keduanya sibuk mengatur penataan furniturnya, hingga akhirnya jam menunjukkan pukul lima sore.
Jaemin mengelap bulir-bulir keringatnya dengan lengan bajunya. Ia melihat sekeliling dan tersenyum kecil.
"Kau suka?" Taeyong menatap Jaemin dengan lembut. Anak teman papanya yang satu ini benar-benar sesuatu. Padahal, ia sudah berkali-kali kecolongan tempat saat akan menyewa bangunan yang akan ia jadikan tempat bisnisnya. Ia sampai rela menjual barang-barang mewahnya agar uangnya dapat ia gunakan untuk membeli tanah serta biaya pembangunan gedungnya.
Jaemin tersenyum lebar. Gedungnya memang tidak besar, namun ia meminta Seungmin untuk merancangnya dengan dua lantai. Interiornya juga simpel namun nyaman. Sangat Korea.
"Suka, hyung!" Jaemin memeluk Taeyong sebentar, lalu memotret interiornya dan mengirimkannya ke grup keluarganya.
Taeyong memgangguk puas. Ia juga menyukai interiornya. Mengingatkannya akan tanah kelahirannya. Hanya tinggal beberapa finishing terakhir, dan semuanya pun akan selesai.
"Ayo pulang! Hyung akan mencoba masakkan menu baru kita."
Jaemin mengangguk antusias. Ia menyambar jaket panjangnya dan menyusul Taeyong yang sudah jalan duluan menuju rumah mereka.
.
.
.
.
.
Jaemin menatap ngerih pemuda yang ada di hadapannya. Ia lalu beralih kepada Hyunjin yang juga duduk di hadapannya. Sahabatnya itu terlihat kikuk. Kentara sekali dari bahasa tubuhnya.
"Jadi . . . " Jaemin sengaja tidak melanjutkan ucapannya, dan menunggu salah satu dari tamunya untuk membuka mulut.
Hyunjin melirik Jaemin, kemudian melirik seseorang yang ia bawa bersamanya. Ia meneguk ludahnya, gugup setengah mati.
Jaemin menghela pelan. Kedua tamunya sama saja, tidak ada yang berani untuk membuka mulut. Ia lalu memajukan badannya, sehingga jarak mereka berkurang. Jaemin menatap kedua tamunya tepat di mata secara bergantian.
"Care to explain what's going on here?" Tanya Jaemin sekali lagi. Lima menit berlalu, dan kesabarannya mulai habis karena mereka masih saja turup mulut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, J || NOMIN ☑
Fanfic"You fell for me first!" - Jaemin "And you fell harder. Right, muffin?" - Jeno ⚠️WARNING⚠️ - bxb - NoMin - semi baku - mild conflict 📍Perlu diingat kalau ini ff bxb pertama yg aku tulis. Work ini bener-bener gak sempurna.📍 Start: 17 August 2020 En...