2.4

4.4K 651 39
                                    

Besoknya, Jaemin sudah kembali ke rumahnya. Kondisi tubuhnya sudah membaik, hanya saja ia masih merasa sedikit lemas.

Sore itu sepulang sekolah, teman-temannya datang untuk membesuknya. Dan mereka semua berkumpul di ruang santai dengan posisi tergeletak, dan ponsel di tangan masing-masing.

"Na, ada Jeno di depan." Ucap Bunda Yoona saat beliau masuk ke ruangan di mana mereka berkumpul.

Jaemin mengangkat kepalanya untuk melihat sang bunda. "Jeno? Ngapain?"

Sudah lima hari ia tidak bertukar kabar dengan Jeno karena ponselnya baru ia temukan saat ia kembali dari rumah sakit di malam sebelumnya. Jeno memang mengiriminya pesan, hanya untuk mengatakan jika ia tidak bisa menjemputnya untuk pergi dan pulang sekolah. Dan pesan itu hanya dikirim di tiga hari pertama.

Sakit hati? Tentu saja. Lima hari Jaemin menghilang tanpa kabar, seharusnya jika benar peduli, Jeno akan mencarinya. Namun, menurut Haechan, menanyakan keberadaannya kepada salah satu temannya pun tidak Jeno lakukan.

Dan Jaemin cukup bersyukur karena ketiga sahabatnya tidak memberitahu Jeno mengenai keadaan dan keberadaannya. Dengan begitu, ia bisa melihat seberapa berharga dirinya di kehidupan Jeno.

Dan lagi, jika memikirkannya kembali, dada Jaemin terasa sangat sakit.

Bunda Yoona menghampiri Jaemin dan duduk di sebelah tubuhnya yang tiduran di sofa panjang. Ia mengelus surai cokelat Jaemin dengan lembut.

"Kenapa ditekuk gitu mukanya? Gak seneng kalo Jeno datang? Mau bunda suruh pulang aja?"

Jaemin mengerucutkan bibirnya. "Bukan gitu bun. Nana pikir kami udah ga ada urusan apa-apa lagi. Ngapain dia ke sini?"

Yoona menaikkan alisnya sebelah. Nada suara Jaemin terdengar ketus dan cuek. "Mana bunda tau. Tanya sana sama anaknya."

"Ogah."

"Ya udah. Bunda suruh Jeno pulang aja kalo gitu." Yoona pun beranjak pergi.

"Suruh dia tunggu Nana di belakang, bun. Nana mau ke kamar dulu."

Yoona menggeleng pelan saat Jaemin melenggang pergi. "Kalo ada masalah, diomongin baik-baik!" Teriaknya agar Jaemin dapat mendengarnya. Ia beralih ke temannya yang lain. "Kalian kalo udah laper, ambil sendiri di dapur ya. Bunda masak banyak nih untuk kalian."

"Asiiik! Bunda tau aja kalo kami udah laper!"

Yoona tertawa. "Kalo kamu, bunda sih gak heran, Chan."

.

.

.

Jaemin menarik napas dalam-dalam sebelum ia mendorong pintu kaca untuk mengakses halaman belakang. Ia melihat Jeno duduk di pinggiran kolam, membelakanginya. Setiap langkah yang ia ambil berhasil membuat jantungnya semakin tidak karuan.

"Jeno." Panggil Jaemin saat ia sudah berdiri di belakang Jeno.

Jeno menoleh lalu tersenyum tipis. "Sini, na. Duduk di samping aku."

Jaemin pun duduk, mengikuti Jeno menyelupkan kedua kakinya ke dalam kolam. Ia duduk agak jauh dari Jeno. "Ada urusan apa lo ke sini?" Tanya Jaemin langsung ke inti.

Hatinya yang terdalam berteriak saat kalimat tanya itu terlontarkan begitu saja. Terlalu dingin. Hatinya tidak menyukai nada dingin yang ia gunakan untuk berbicara pada Jeno.

Jujur saja, ia masih sangat ingin bertanya perihal asal usul gadis asing yang ia lihat sedang bersama Jeno tempo hari. Dan jangan lupakan juga pesan singkat dari papanya. Namun, untuk mengucapkan sepatah kata untuk memulainya saja rasanya sangat sulit. Ia mengkhawatirkan jawaban yang mungkin tidak akan sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Love, J || NOMIN ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang