PART'14

99 21 4
                                    

"Allah apakah keputusanku ini benar?"


****

Sepulang dari toko buku, Balqis mengajak Dinda untuk kerumahnya dulu. Balqis akan bercerita tentang apa yang selama ini ia pendam pada Dinda.

Mereka berdua sudah berada dikamar Balqis.

"Din,"

"Iya Qis?"

"Aku pengen cerita, tapi kamu harus janji dulu."

"Janji apa?"

"Pokoknya kamu janji jangan bilang ini sama siapapun termasuk Ratih, Nisa."

Dinda pun mengangukkan kepalanya cepat, ia ingin mengetahui cerita Balqis.

Mengalirlah cerita dari mulut Balqis. Dari mulai cintanya pada Abi, sampai tentang Husain. Selama Balqis cerita, Dinda mendengarnya dengan perasaan kagum, sedih, terharu semua bercampur aduk.

"Dari kapan Qis?"

"Apanya?"

"Suka sama Abi?"

"Dari pertama kali lihat. Sejak aku jadi panitia zakat," jawab Balqis.

"Ya Allah, udah lama dong? Udah satu tahun lebih?" Balqis menganggukkan kepalanya.

"Kenapa ga bilang?"

"Kamu tau Din, aku bukan tipe orang yang suka bercerita. Apalagi masalah hati, banyak pertimbangan saat aku ingin cerita."

"Lain kali cerita ya, aku pasti jaga privasi kamu."

"Berarti duluan kamu dibanding yang lain?" Balqis kembali menganggukkan kepalanya.

"Terus gimana perasaan waktu mereka bersaing untuk mendapatkan Abi, sedangkan kamu sendiri memendam perasaan yang sama kaya yang lain?"

"Jujur saja, hatiku sakit. Namun aku tidak memiliki hak untuk marah, karena memiliki dia saja belum."

"Lalu, jika diantara mereka ada yang menjadi jodoh Abi bagaimana?"

"Ya gapapa, itu artinya dia bukan jodohku. Aku harus ikhlas dia bahagia, apalagi dengan sahabatku sendiri."

"Lalu bagaimana perasaanmu sekarang? Kan sudah ada Husain yang melamarmu?"

"Masih sama. Tapi aku coba untuk mengikis perlahan-lahan, aku harus nerima takdir bahwa mungkin Husain jodoh terbaik yang diberikan Allah," jawab Balqis.

"Kamu yakin bisa?"

Balqis mengangguk. "Aku selalu berdoa sama Allah, kalau Abi memang jodohku ya selain dekatkan kami tolong tumbuhkan lah perasaan ini lebih besar,"

Balqis menghela nafas pelan. "Dan kalau bukan, aku juga mohon sama Allah tolong hapuskan perasaan ini untuknya, buatlah aku ikhlas melepasnya."

Dinda terkagum mendengar jawaban Balqis.

"Ralat, lebih tepatnya mengikhlaskan. Karena jika melepas, memiliki saja belum pernah bagaimana bisa aku melepas?"

"Kamu menyesal mencintai Abi sampai saat ini?"

Balqis menggeleng. "Aku malah bersyukur, setidaknya aku bisa mendoakan orang lain yang mungkin doanya bisa balik lagi ke aku. Dan juga ada nama lain yang menjadi pewarna dalam doaku."

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang