PART'20

90 14 0
                                    

Awan cerah menemani siang Balqis. Siang ini entah apa yang harus Balqis rasakan, apa harus bahagia, atau terluka.

Balqis memegang selembar undangan yang ada nama dirinya dan Husain. Undangan itu siap dibagikan, yang artinya hanya tinggal menghitung hari Balqis akan menikah, ia akan menjadi istri orang dan akan mengubur semua harapannya untuk Abi.

Balqis mulai memberi nama pada undangan, ia masih terus berfikir siapa saja yang akan ia undang. Nama pertama yang ia tulis adalah Abi. Ia ingat perkataan Abi kala itu, jika Abi diundang maka ia akan datang.

Sambil menulis, Balqis membayangkan bagaimana jika Abi datang dengan kekasihnya dihari bahagia Balqis. Balqis tak bisa membayangkan perasaannya saat itu, bahagia dan sedih akan bersatu padu.

Balqis segera menepis pikiran itu. Ia harus kembali fokus pada kartu undangannya. Dirinya tak boleh terus menerus memikirkan Abi yang tak halal baginya. Husain saja yang sebentar lagi jadi imamnya tidak terlalu ia pikirkan. Apalagi Abi yang notabenenya bukan siapa-siapa.

Ting!

Layar handphone Balqis menyala. Itu notif dari Husain. 

A Husain
Assalamu'alaikum Balqis. Bagaimana dengan undangannya? Apakah kurang? Jika kuranh nanti supirku akan mengantarkan kerumahmu.

Balqis
Waa'laikumussalam Mas. Balqis belum menulis pastinya berapa undangan, tapi sepertinya lebih dari cukup, karena undangannya banyak. Jadi tak perlu diantarkan lagi undangannya.

A Husain
Baik kalau begitu. Kalau kurang bilang saja.

Balqis
Baik Mas.

Balqis langsung menyimpan handphone nya dan kembali melihat daftar nama yang sebagian sudah ia tulis. Satu persatu mulai ia tulis di lembar undangan.

"Qis," panggil Yusuf dari luar.

"Iya Pa?" Balqis membuka pintu kamar.

"Boleh Bapak masuk nak?" Balqis mengangguk cepat. "Silahkan Pa," balas Balqis.

"Gimana, persiapan nikahnya udah sampe mana?"

"Alhamdulillah Pa, tinggal bagikan undangan saja."

"Alhamdulillah, gak kerasa ya bentar lagi tanggung jawab Bapak atas kamu pindah ke Husain," ucap Yusuf dengan sedikit kekehan.

"Iyaa Pa, Balqis masih gak nyangka."

"Gimana perasaan kamu ke Husain saat ini?"

"Belum ada perasaan gimana-gimana sih Pa. Semoga aja perasaan ini muncul ketika seusai akad. Jadi gak ada perasaan yang tidak halal," ucap Balqis.

"Aamiin. Bapak bangga sama kamu. Kamu bisa menjaga diri kamu sampai kamu akan menikah."

"Alhamdulillah Pa, berkat ajaran dan didikan Bapak."

Keduanya terdiam. Balqid melanjutkan kembali menulis nama.

"Qis," panggil Yusuf lirih.

"Kenapa Pa?"

"Maafin Bapak ya?"

"Kenapa minta maaf?"

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang