BAB 1: Panjat Pohon Mangga

3.8K 209 5
                                    

"Hidup itu harus dinikmati, tapi kalau sisa hidup saya dengan Bapak? Apa akan senikmat itu?"

-Yukina Arum P

_Happy Reading_


"Kakak mau kemana?" tanya Yusuf melihat kakaknya tengah menjingjing rantang dan sebotol air putih tak lupa dengan topi sawah yang di pakainya. Ngomong-ngomong rumah Yuki adalah rumah sederhana, hanya tingkat satu dan tidak terlalu besar, tetapi memiliki halaman yang cukup luas dengan berbagai tanaman hias yang beraneka ragam, ada juga pohon mangga, pepaya, pisang dan nangka, dan beberapa sayuran yang sengaja ibunya tanam.

"Mau ke sawah, nemenin Ibu." jawab Yuki melihat adiknya itu tengah menyapu halaman.

"Tumben rajin?" ejek Yuki menghampiri Yusuf dengan tampang songongnya. Ide jahil terlintas di otak mungilnya itu melihat selang air yang masih menyala dan Yusuf bergantian.

"Rajin lah, kalau bukan gue, siapa yang bantu Ibu beberes rumah. Lo kan kuliah di Jogja." jelas Yusuf membalikkan badannya ingin menyapu kembali. Dengan cepat Yuki menaruh rantangnya di depan pagar dan kembali ke halaman untuk mengambil selang air dan mengarahkannya ke arah Yusuf.

"Lah ko hujan?" tanya Yusuf kepada dirinya sendiri, eh tapi ko cuma dirinya sendiri yang basah, tanah dan tanaman lain tidak basah. Yusuf kini melihat keatas dan membalikan tubuhnya melihat Yuki yang saat ini tengah tertawa terbahak-bahak.

"YUKIII!" seru Yusuf marah. Memang jika sedang marah dengan kakaknya itu Yusuf hanya memanggilnya dengan nama, tanpa embel-embel kakak yang sering ia sebut.

"Nenek Lampir lo. Gue sumpahin lo bakal kena karma yaa."

"Yuki awas lo jangan lariii," kejar Yusuf tapi kalah cepat dengan Yuki yang masih tertawa terbahak-bahak melihat Yusuf yang sudah basah kuyup dan terus mengoceh tentang dirinya itu.

"Bye bye adik tersayang," teriak Yuki menoleh kebelakang melihat Yusuf yang sudah berhenti mengejarnya namun tetap melotot kearahnya itu.

Setelah dirasa aman, Yuki berhenti berlari dan membenarkan rantang yang di dekapnya dan botol yang berisi air putih itu masih aman atau tidak akibat ulahnya yang berlari demi menghindari serangan banteng mengamuk berwujud adiknya itu. Ahhh inilah yang Yuki rindukan ketika dia di kuliah, momen dimana dia bisa menjahili dan mengabdi untuk ibunya.

Jika kalian bertanya-tanya dimana Ayah Yuki berada, sini Yuki akan ceritakan. Ayahnya itu sudah meninggal empat tahun yang lalu, pada saat hari pengumuman ia diterima di Universitas Negri Yogyakarta, dan pada saat Yusuf naik kelas sembilan SMP. Bisa di bilang hari itu adalah hari terberat bagi Yuki, dimana dia seharusnya bahagia dan bersemangat untuk pergi melanjutkan sekolahnya dan memberikan gelar sarjana untuk kedua orang tuanya, khusus Ayahnya yang selalu menyemangati anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan setinggi mungkin, namun justru Yuki tak ikhlas meninggalkan Ibu dan Yusuf yang hanya berdua di rumah, dan Ibu yang menjadi tulang punggung setelah Ayahnya pergi itu.

Yuki fikir, dia sebagai anak tertua dia saja yang bekerja dan Ibunya hanya tinggal di rumah, namun tetap saja beliau terus menolaknya, Ibunya sering mengatakan, lanjutkan cita-cita Ayah mu, dia menginginkan anak-anaknya melanjutkan pendidikan dan menggapai cita-citanya.

Mengingat Ayahnya, semenjak tiga hari lalu Yuki sampai di sini ia belum ziarah ke makam Ayahnya itu. Yuki berjanji Secepat mungkin ia akan menengok ke makam Ayahnya dengan Yusuf dan Ibunya.

****

Sesampainya di sawah milik Ibunya Yuki mencari Ibunya di antara gerombolan petani yang sedang menanam padi namun tetap saja Yuki belum menemukan sosok Ibunya itu.

Kepala Desa Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang