BAB 8: Lamaran

1.9K 147 4
                                    

“Saya ingin bertemu dengan Ibu kamu Yukina, perihal tentang lamaran kita!!!”

_Pram Asyari_

Selamat sahur
:)

Pagi-pagi sekali Yuki sudah terbangun pukul setengah empat dini hari untuk memulai memasak dan membereskan rumah. Karena jam delapan nanti Yuki akan pergi ke kota untuk membeli pakaian, dan makeup yang kebetulan sudah habis dan juga peralatan untuk mengajar karena besok pagi Yuki sudah mulai bekerja.

Pakaian Yuki banyak yang sudah lusuh karena sering dipakai terus-menerus tanpa membelinya lagi. Maklum saja, pakaiannya dari jaman Yuki kuliah sampai sekarang hanya itu-itu saja. Yuki pikir dari pada ia membuang-buang duit untuk membelanjakan pakaian yang jelas-jelas masih banyak yang muat dan sopan buat apa untuk beli lagi. Lebih baik duitnya ditabung atau dikirim untuk keluarganya di desa.

Dan untungnya Yusuf hari ini tidak ada kelas, katanya. Yuki bisa lebih santay berbelanja keperluannya nanti.

Setelah keadaan rumah sudah bersih, dan makanan sudah Yuki masukan juga susun dirantang untuk dihantarkan ke RS sebelum dia pergi dan setelahnya Yuki memilih untuk segera mandi dan bersiap-siap. Tak lupa untuk memoles wajahnya dengan riasan tipis.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, Yuki sekarang sudah siap untuk memulai aktifitasnya. “Eh!!!” kenapa ada tamu tak diundang yang tengah berdiri diteras rumahYuki.

“Bapak!” seru Yuki kaget.

“Assalamu’alaikum Yuki,” salam orang tersebut seraya membalikan tubuhnya menghadap Yuki.

“Wa’alaikumussalam,” jawab Yuki masih kaget.

Apa jangan-jangan Pak Pram ingin membahas pesan yang tadi malam Yuki kirim, mati saja kamu Yuki, dan kalau bisa Yuki ingin sekali membuang wajahnya sekarang, ”ada apa Bapak kesini?” tanya Yuki memeluk rantang didekepannya.

“Apa kamu ingin pergi?” tanyanya tanpa menjawab pertanyaan Yuki tadi.

“Eh, oh iya Pak saya ingin pergi ke kota,” jawab Yuki kikuk.

“Baiklah kalau begitu. Ayo saya antar,”

“Tapi Pak,” cegah Yuki syok ketika sawo matangnya memegang tangan Yuki kearah motor yang sudah terparkir cantik didepan halamannya.

“Kenapa?”

Ini kenapa jantung Yuki jedag-jedug begini sih, baru aja dipegang tangannya, apa lagi kalau dipegang—Astagfirullah ada apa dengan fikiran Yuki sekarang.

Jangan sampai otaknya traveling kemana-mana.

“Yuki belum ngunci pintu,” jawab Yuki menunjuk kerah pintu yang masih terbuka.

Setelah Yuki mengunci seluruh jendela dan pintu rumah, mereka pun beranjak pergi menuju ke rumah sakit terlebih dahulu untuk menghantarkan rantang dan setelahnya pergi ke kota untuk mencari kebutuhan Yuki.

Tapi tunggu, kenapa Pak Pram mau mengantarnya dan bahkan ikut berkeliling mencari semua peralatan Yuki. Apa dia tidak lelah, biasanya para pria yang menemani wanita berbelanja sering memberengut kesal karena terlalu lama dan pilih-pilih. Pergi ke toko sana-sini, pilih warna ini-itu dan kalau sedang ada diskon rela mengantri berjam-jam.

Ah nanti Yuki tanyakan setelah membeli baju, karena peralatan untuk mengajar dan make-up sudah dibelinya tadi, dan ini merupakan belanja terakhir Yuki untuk sekarang.

“Pak bagus kemeja warna apa?” tanya Yuki menenteng kemeja berwarna putih di tangan kanannya dan biru muda di tangan kirinya.

“Putih,” jawab Pak Pram,yang masih memperhatikan Yuki dan kerap kali membantunya memilih warna pakaian. Dan menurut Yuki, ini salah satu manfaat Pak Pram mengikutinya berbelanja.

Kepala Desa Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang