Delapan

33 16 0
                                    

"Aku ... boleh ngomong sesuatu, enggak?" tanya Afnan tiba-tiba. Lula menatapnya bingung, tidak biasanya Afnan menggunakan kata aku-kamu pada Lula.

"Boleh. Ada apa?" sahut Lula. Afnan meraih tangan Lula dan menggenggamnya erat-erat. Afnan terlihat semakin tampan ketika matahari menyorot ke arah wajahnya.

"Aku ngomong ini sebagai Afnan Kazuya Arnius, sebagai kakak kelas kamu, bukan sebagai supir kamu. Kuharap kamu menerima pernyataan ini juga sebagai Alula Zhima Naharila, sebagai seorang adik kelas, sebagai seorang gadis yang entah sejak kapan menarik perhatianku, bukan sebagai majikanku atau seseorang yang harus kulayani setiap harinya," ucap Afnan. Lula mencoba mencerna kata-kata Afnan dan mengangguk mengiyakan ucapan Afnan.

Afnan menatap Lula lekat, mencoba merasuki Lula dengan pesona matanya. Lula balas memandang Afnan, menatap lekat, berusaha mencari tahu apa yang akan diucapkan oleh lelaki yang sekarang sedang berdiri dan menggenggam erat tangannya. Sebagian diri Lula berusaha menyadarkan Lula untuk berhenti masuk dalam pesona Afnan, sementara sebagian lagi berusaha semakin menjerumuskan Lula dalam pesona Afnan. Afnan menarik nafas pelan, berusaha merangkai kata-kata yang akan ia ucapkan pada Lula. Lula masih sabar menunggu kata-kata yang akan keluar dari bibir Afnan. Afnan semakin menatap lekat pada mata Lula sebelum akhirnya keberaniannya terkumpul.

"Aku cinta sama kamu."

Hanya 4 kata yang keluar dari bibir Afnan, tapi mampu membuat jantung Lula berdebar dengan kencang. Ia tidak menyangka akan secepat ini. Gadis itu bingung ingin menjawab apa, banyak pikiran memenuhi isi kepalanya. Kelopak matanya masih setia menatap lekat iris mata hitam pemuda di hadapannya, membuat jantung Afnan berdebar semakin kencang.

"Afnan, lo serius?" tanya Lula.

Afnan mengangguk, "Tentunya aku serius, apakah harus ada bukti?"

"Maksud gue, bukannya ini terlalu cepat? Gue baru kenal sama lo, dan lo-" ucapan Lula terpotong oleh sebuah suara yang sangat familier di telinganya.

"Lula! Lula, please maafin kita. Kita enggak ada niat buat jatuhin lo. Itu semua salah paham, La." Alundra mengatakan.

Keshia mengangguk, "Itu semua enggak sesuai sama yang lo pikirkan," ucap Keshia menambahi.

Lula menatap tajam dua pasang mata yang memelas memohon permintaan maaf darinya. Sungguh, ia muak dengan semua ini. Dua sahabat yang dikiranya adalah orang yang baik, tapi malah mereka membuatnya kecewa.

"Stop!" sergah Lula. Ia melanjutkan perkataannya, "Gue enggak terima lagi yang namanya friendshit, gue masih kecewa sama lo berdua. Lo berdua jahat!"

Lula merasakan sakit hati yang begitu mendalam. Bukan perihal cinta tapi perihal kesetiaan seorang kawan, dan mereka ..., apa ini yang dinamakan kawan? Alundra dan Keshia menghianatinya. Mereka berkawan dengannya hanya karena harta.

"Lo berdua pergi!" perintah Lula sambil menunjuk ke arah lain agar mereka pergi dari pandangannya.

Netra Alundra menatap kelopak mata Keshia yang juga menatapnya. Karena seseorang yang tak dikenal yang telah merekam percakapannya, mereka berdua tidak akan lagi mendapat sebuah barang limited edition. Keshia mengedipkan sebelah matanya, membuat Alundra kebingungan.

"La, gue enggak akan pergi kalau lo belum maafin kita. Kita ini sahabat lo, dan lo lebih percaya sama orang lain ketimbang kita?" Keshia menitikkan air matanya agar Lula merasa sedikit luluh padanya. Sementara Alundra, ia menatap geli acting temannya itu.

Lula menatap jengah seorang gadis yang tengah berakting di hadapannya ini. Ia masih kesal dengannya, rasanya ia ingin sekali pergi ke suatu tempat yang tak ada orang seperti mereka ini. Tapi hatinya, ia sedikit kasihan dengan Alundra dan Keshia. Ia terlalu kasar dengan keduanya.

Heart's Eclipse [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang