Empat Belas

20 9 1
                                    

"AW!" teriak Zanna saat dirinya terhuyung ke belakang karena lantai yang licin.

Mendengar teriakan Zanna, Afnan, dan beberapa staff butik buru-buru berlari menuju toilet. Mereka melihat wajah Lula yang panik mendengar teriakan Zanna. Beruntunglah, Zanna belum mengunci pintu toilet sehingga mereka langsung mengeluarkan Zanna dari toilet dan melarikannya ke rumah sakit terdekat.

***

"Tadi gue enggak sengaja nendang botol sabun yang ada di samping pintu masuk kamar mandi, gue belum sempat bilang tapi Zanna sudah masuk gitu aja," jelas Lula pada pemuda yang menatapnya dengan raut khawatir.

"Ya sudah, Non tenang saja. Pasti Zanna baik-baik saja, berdoa makanya."

Tak ada yang menyahut setelah Afnan berucap demikian. Pandangan mereka berdua berada pada kamar rumah sakit yang di dalamnya ada Zanna yang tengah diperiksa. Mengingat Zanna yang sempat mengaduh kesakitan saat bagian belakang tubuhnya menghantam lantai, membuat Lula merasa sedikit bersalah. Bukan sepenuhnya salah gue, jangan khawatir, batinnya.

Cklek.

Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok seorang wanita cantik yang menggunakan rok ketat selutut berwarna hitam dengan atasan baju lengan panjang berwarna pink dilapisi dengan jas putih yang biasa dikenakan oleh dokter. Wanita cantik itu melengkungkan bibirnya menampilkan senyuman disertai smiley eyes yang biasa muncul kala ia tersenyum.

Afnan dan Lula bangkit dari duduknya secara bersamaan saat wanita itu keluar.

"Keadaan teman kalian baik-baik saja, hanya ada sedikit lebam di bagian punggung dan kepala bagian belakang karena terbentur terlalu keras, mungkin nanti sudah boleh pulang jika keadaannya membaik," ujar wanita itu sambil mempertahankan senyumnya yang indah itu.

Afnan mengangguk, "Bolehkah kami menjenguknya?" tanya pemuda tampan itu dengan kalimat yang formal.

"Boleh, silakan. Kalau begitu saya tinggal ke ruangan saya, permisi."

"Silakan, Dok."

Wanita itu mengayunkan kakinya pergi meninggalkan kedua remaja itu setelah Afnan mempersilahkannya.

Sementara Afnan dan Lula langsung masuk kala dokter itu melenggangkan kakinya pergi.

Cklek.

Zanna sedikit terkejut saat mendengar suara pintu ruang rumah sakit ini yang sedikit keras kala orang membukanya. Bola matanya berada di sudut matanya, ia melihat dua orang remaja berbida gender memasuki ruangannya dengan raut khawatir.

"Zanna, gimana keadaan lo?" tanya Lula.

Zanna tersenyum. Ia hanya bisa melirik keduanya karena kepala bagian belakang serta lehernya masih terasa sakit, serta punggungnya juga yang menghambatnya untuk bergerak, seperti menoleh contohnya.

"Gue enggak apa-apa, cuma susah buat menoleh saja, nih. Sakit pas dibuat gerak," ujarnya sembari tangannya meraba bagian belakang kepalanya. Ia mengaduh kesakitan, tangannya tak sengaja menyentuh bagian yang sakit itu.

Afnan duduk di kursi berwarna putih yang berada di samping ranjang rumah sakit tempat Zanna berbaring. Tangannya mengulur, menyentuh kepala Zanna lalu mengelusnya dengan pelan. Memerah layaknya tomat, begitulah keadaan kedua pipi Zanna saat ini. Bagaimana pun, ia masih perempuan normal yang akan baper ketika lelaki memperlakukannya dengan manis, apalagi jika lelaki itu adalah orang yang ia sukai sejak lama.

"Makanya, kalau jalan itu hati-hati," ujar Afnan menatap sepasang kelopak mata berwarna hitam yang juga menatapnya lekat. Ia menarik tangan kanannya, lalu duduk sambil bersedekap dada memandang keadaan Zanna. Mengira-ngira kapan gadis ini bisa pulang.

Heart's Eclipse [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang