" Nan, ini lampunya pasang dimana?" perempuan cantik mengenakan bandana putih itu bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari banyaknya lampu warna-warni dihadapannya.
" Lo pasang buat ngintarin pagar aja, Na?" Afnan memerintah sembari tersenyum, ia juga tak mengalihkan pandangannya dari kertas origami yang ada ditangannya.
Zanna dan Afnan, berada dalam satu tempat yang sama. Namun, pemikiran mereka berbeda, kesibukan mereka juga berbeda hanya saja, tujuan mereka sama. Membuat kejutan untuk Lula.
" Na, nanti malem waktu gue ngungkapin ke Lula. Lo datang ya buat video in kita, buat jadi kenang-kenangan." Zanna mengangguk mendengar penuturan Afnan, apapun akan ia lakukan untuk mereka berdua sebelum hal yang ia takutkan benar terjadi.
Zanna disibukkan dengan lampu yang ia pegang, berjalan mengitari pagar untuk memasang lampu kecil-kecil yang dihiasi lkupu-kupu palsu kecil yang juga bercahaya.
Dugh
" Awhhh" Afnan membawa kruk menghampiri Zanna, dan melempar kertas origami yang sedang ia pasang di pagar berbentuk Love.
" Zanna, Lo nggak papakan?" Afnan membantunya berdiri, salah satu kaki Zanna tidak sengaja masuk kelubang kecil didekat ujung pagar.
" Nggak papa kok, Cuma lecet ini." Afnan membersihkan debu dan kotoran yang menempel pada luar luka.
" Nggak papa kok Nan, nggak usah." Zanna mengambil tangan Afnan yang ada pada lututnya, lalu menggenggamnya dengan erat.
" Nan, boleh gue ngomong?" Afnan hanya mengangguk karena ia bingung dengan sifat Zanna yang sekarang,
" Nan, makasih udah buat gue jatuh cinta. Makasih, Karena Lo udah kasih sayang Lo ke gue, walaupun apa yang gue harapkan nggak sama seperti yang Lo anggap. Makasih Lo satu satunya orang yang sangat sayang sama gue, bahkan Orang Tua gue aja gak peduli saat gue sakit waktu itu."
Zanna menahan air matanya agar tak jatuh, namun tidak bisa. Air matanya menetes, sudah lebih dari 2 tahun mereka bersahabat. Dan hari ini mungkin akan menjadi hari terakhir untuk Zanna bertemu dengan Afnan, hanya berdua saja.
" Na, Lo nggak harus kayak gitu. Gue bukan bermaksud mau nolak Lo. Tetapi, Lo udah gue anggep seperti adik gue sendiri, gue anggep sahabat buat tempat dimana gue juga nyurahin hati gue. Lo itu seperti tempat singgah bagi gue." Afnan bersusah payah memeluk Zanna dengan kondisinya sekarang, Zanna menangis sampai ia melupakan bahwa kakinya sedang lecet.
***
Jika ada orang yang bertanya, seberapa berat perpisahan itu? Maka Zanna akan menjawab, perpisahan tidaklah berat, sama sekali tidak berat. Hanya saja, semua kenangan yang ada membuat kita hanyut kedalamnya. Membuat kita sangat berat untuk meninggalkannya.
Semua kenangan yang ada, membuat Zanna semakin berat. Dari awal Zanna melangkah sampai sekarang Zanna bisa berlari, ia sudah mengukir keindahan itu. Namun, semuanya tidak sama seperti ekspetasinya.
Senyumnya, tawanya, hangatnya. Semua itu ia dapatkan karena ia sudah dianggap sebagai Sahabat sekaligus Adik bagi seseorang yang berani menyelinap kerelung hatinya. Yang datang, pasti pergi. Yang ada pasti hilang. Dan saat ini Zanna akan mengalaminya.
" Zann, Kamu sedang apa?" Seorang perempuan cantik yang matanya mirip seperti Zana itu masuk,
" Ada apa Mom?"
" Kamu yakin mau ikut Momi, sama papi pindah Ke Amerika?" perempuan setengah paruh baya itu mengelus surai anaknya, ia kasihan pada anaknya. Sudah lama ia tidak sedekat ini.
" Zann yakin Mom, Zanna mau dekat terus sama Papi, sama Momi." Zanna hanya tersenyum tipis tanpa mengalihkan pandangan pada bintang dilangit.
" Maafin Momi sama Papi ya Zann, nggak ada waktu kamu kesusahan. Bahkan waktu kamu sakit diRumah sakit, tetapi tanpa kamu tau Papi kirim orang suruhannya untuk melihat perkembangan dan keadaan kamu disini. Dan maaf juga Mom sama Papi ngajak kamu ke Amerika, tanpa tau kalau kamu nyaman disini." Zanna mengarahkan pandangannya kepada wanita yang sangat ia cintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's Eclipse [TAMAT]
Teen FictionSetiap orang punya sisi gelap dan sisi terang dalam dirinya, maukah kau menerangi sisi gelapku? *** Aku di atas segalanya, itulah prinsip seorang Alula Zhima Naharila. Ia yang memiliki banyak harta, sombong, dan egois seakan tertampar kenyataan saat...