Tujuh Belas

10 7 0
                                    

Lo percaya sama gue kan Nan?

Gimana gue mau percaya!? Kalau semua terjadi memang karena lo

Abang kecewa sama lo.

"Kenapa gue bisa sebego itu si?" Tanyanya pada diri sendiri. Rasanya Afnan benar-benar ingin memutar waktu agar bisa mengontrol emosinya pada Lula dan tidak terlalu mengkhawatirkan keadaan Zanna. Sekarang, apa yang harus dirinya perbuat? Bahkan kakaknya sendiri juga ikut kecewa dengan kelakuannya.

Afnan mendongak, menatap langit malam. Baru saja kemarin ia melewati malamnya bersama Lula melihat langit malam yang kini lebih banyak dihiasi bintang seakan mempertontonkan bahwa langit akan terus diisi dengan bintang walau mendung sekali pun. Satu kesalahan yang ia perbuat mendatangkan beribu kesalahan pada hati dan pikirannya.

Lula pergi begitu saja setelah menerima makian darinya. Kak Ian pun demikian, pergi untuk mengejar Lula. Zanna mendiaminya, enggan berbicara sedikit pun. Maka dari itu, disinilah ia berada sekarang.

"Arrgghh" Teriakan frustasi terus-menerus keluar dari mulutnya. Untung saja kini ia sedang di atap rumah sakit dan tidak ada satu pun orang yang singgah di sana.

Sudah sejak satu jam yang lalu Afnan merasa gusar. Kemarin ia terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Hanya mengkhawatirkan keadaan Zanna tanpa tahu hati Lula yang terluka karena kata-katanya.

"Tunggu, kenapa kejadian tadi ada yang janggal, ya?" Afnan seketika teringat raut muka Lula yang juga tampak khawatir sesaat setelah ia melihat Lula masuk ke kamar Zanna.

Apa memang benar bukan Lula pelakunya? Rasa salah pada Lula semakin bertambah pada diri Afnan.

Memutuskan untuk mengistirahatkan sejenak otaknya sambil menghirup angin malam yang berhembus sedikit kencang. Lalu besok ia akan selidiki untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya.

***

Lula sangat sangat kecewa dengan tuduhan Afnan. Bukannya Afnan cinta dengannya? Jadi kalimat itu hanyalah bullshit. Oh, betapa bodohnya Lula dulu yang mempercayai Afnan.

Di sisi lain Lula tak menyangkal bahwa ia juga khawatir dengan keadaan Zanna sekarang. Apakah Zanna sudah sembuh, atau malah bertambah parah? Apakah Zanna juga menaruh percaya jika Lula lah yang melukai Zanna? Apakah mulai detik ini Lula akan sendiri tanpa seorang sahabat lagi?

Berbagai pertanyaan bermunculan di benak Lula. Oh ayolah, siapa yang tidak takut dituduh sebagai dalang melukai sahabatnya sendiri padahal tidak melakukan apa-apa.

"Non, sudah sampai." Suara sang sopir membuyarkan lamunan Lula.

"Eh, iya pak," jawab Lula sambil menyodorkan nominal biaya yang tertera.

Keluar dari taxi, Lula disodorkan pemandangan rumah megah yang selama enam belas tahun menjadi tempat tinggalnya.

Yey sampai rumah. Batinnya berseru senang.

Melangkah masuk sambil bersenandung kecil menyanyikan lagu

favoritnya. Sungguh, suasana hatinya selalu beruba-ubah, kadang sedih kadang senang, tak menentu.

Selangkah lagi Lula tiba di depan pintu, beberapa langkah lagi ia tiba di kamarnya lalu dirinya akan rebahan sepuasnya. Sungguh agenda yang pas untuk melupakan sejenak kisah-kisah kemarin. I'm coming my bed.

Ceklek

Suara pintu dibuka. Baru saja Lula ingin membukanya. Alhasil tangannya menggantung di udara. Terpampanglah wajah sang mama-Ema yang bersedekap memandang sinis ke arah Lula.

"Bagus. Dari mana saja kemarin, hah!?" Walaupun Ema sudah tau tempat terakhir Lula singgah tapi tetap saja ia tak habis pikir kenapa anaknya tidak langsung pulang kemarin. Kenapa malah nyasar ke rumah sakit dan tak mengabarinya segera.

Heart's Eclipse [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang