Itu kamar Zanna. Batin Afnan berseru.
Hatinya bergemuruh. Semuanya sudah terlihat jelas dan Afnan merasa bersalah pada Lula. Kedua tangannya mengepal dan sorot matanya masih menatap monitor di depannya.
Lula, gue minta maaf.
****
Afnan berjalan kembali ke kamar inap Zanna dengan perasaan tak menentu. Ia merasa sedih, kecewa, dan marah pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa dirinya sebodoh itu dalam menilai sesuatu, bahkan sampai melukai hati gadis pujaannya.
Lo bodoh banget sih, Nan?
Gak guna lo jadi cowok!
Bisa-bisanya lo ngomong kayak gitu ke Lula karena termakan omongannya si Malga. Harusnya lo cari tau dulu! Dasar bodoh! Arghh!!
Afnan menepuk-nepuk sendiri kepalnya dengan keras, tak peduli pada orang-orang di sekitar yang menatap keheranan padanya. Berulang-ulang kali menyalahkan dirinya sendiri yang terlampau panik hingga percaya dengan apa yang dituduhkan Malga pada Lula.
Harusnya Afnan ingat jika Lula adalah gadis yang sebenarnya baik. Gadis yang walaupun memiliki sikap kesombongan dan keangkuhan yang tinggi, tetapi dia tidak pernah hingga main fisik pada lawannya. Apalagi pada Zanna yang sudah banyak membantunya, karena sejahat-jahatnya Lula, dia masih memiliki sedikit rasa belas kasih.
Ceklek
Zanna menatap daun pintu yang dibuka perlahan itu. Terlihat Afnan yang berjalan masuk dengan raut wajah frustasi. Bahkan sesekali Afnan terus menepuk-nepuk kepalanya kesal. Zanna jadi tidak tega untuk langsung bertanya pada lelaki itu.
Di depan ranjang Zanna, Afnan berdiri terpaku menatap kosong Zanna. Rasa bersalahnya pada Lula, membuatnya tak bisa berkata-kata. Sekadar memberitahukan apa yang ia tahu pada Zanna saja tak mampu, meski dia tahu Zanna menunggunya menyampaikan berita itu.
"Nan," sahut Zanna hati-hati.
Afnan menatap Zanna dalam-dalam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Meski di detik selanjutnya setitik air mata jatuh membasahi pipinya. Afnan tak peduli jika nanti Zanna akan menertawakannya, yang terpenting dia bisa sedikit melepaskan beban rasa bersalah yang mengimpit dadanya.
Zanna balas menatap sendu wajah Afnan yang terlihat muram itu. Sudah cukup menjelaskan pada Zanna jika Afnan merasa sangat bersalah atas perlakuannya pada Lula. Dan Lula tak bersalah dalam hal ini.
"Its Okay, kalau lo nggak mau cerita sekarang. Tapi lo duduk dulu, Nan. Tenangin diri lo. Kalau kayak gini, gue ngerasa nggak kenal sama lo. Ini bukan Afnan yang gue kenal biasanya," ujar Zanna lembut.
Afnan menurut, dia mengambil duduk di ujung ranjang, tepat di sebelah kaki Zanna. Menundukkan kepalanya dalam-dalam. Mencoba meresapi apa yang dia rasakan saat ini.
"Bener yang lo bilang, Za. Bukan Lula pelakunya," ungkap Afnan setelah lama terdiam berusaha menata hati dan menata ucapannya agar bisa dimengerti Zanna.
Zanna menoleh kala memdengar Afnan mulai berujar. Meski suara Afnan terbilang kecil, tetapi Zanna masih bisa mendengar apa yang dituturkan oleh Afnan. Sesuai dugaannya, Lula tak bersalah sama sekali dalam hal ini.
Zanna tahu Lula tidak akan mungkin setega itu padanya meski terkadang memang ucapan Lula tak pernah disaring. Lula bukan gadis selicik itu sampai berani melakukan hal bodoh macam ini.
"Ini perbuatan Alundra sama Keshia. Mereka yang udah motong infus lo," lanjut Afnan pelan. Tak sekalipun dia menatap pada Zanna, meski gadis itu menatapnya lekat berusaha mendengar dengan jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's Eclipse [TAMAT]
Teen FictionSetiap orang punya sisi gelap dan sisi terang dalam dirinya, maukah kau menerangi sisi gelapku? *** Aku di atas segalanya, itulah prinsip seorang Alula Zhima Naharila. Ia yang memiliki banyak harta, sombong, dan egois seakan tertampar kenyataan saat...