>>Happy Reading<<__________________________________________
"Ck ... ck ... ck! Lihat, Raff. Orang yang lo cinta ternyata seorang penculik!" kata Kevin sedikit menyindir Viola.
Jujur saja, dalam hati yang paling dalam, Viola menyukai Raffi. Bahkan mencintai cowok itu. Sebaliknya, Raffi pun sama. Hanya saja mereka tak mau membuka diri.
Perkataan Kevin membuat hati Viola terenyuh. Tangannya mengepal kuat dan bergetar. Lancang sekali Kevin mengatai Viola seperti itu. Mungkin sudah saatnya ia menunjukkan sesuatu pada cowok kurang aja ini.
"Kau mengataiku penculik?" tanya Viola.
"Iya! Lo penculik! Lepasin bokap gue, Viola!" gertak Kevin. Namun Viola hanya diam.
Langkah gadis itu menuju gorden hitam. Raffi mengernyit, sejak kapan di sana ada gorden? Bahkan ke empat remaja yang tersekap itu tak menyadari. Sebenarnya ada tempat lain di sana.
Tangan Viola meraih gorden hitam lalu menariknya. Terlihat dua orang pria paruh baya yang terikat duduk di kursi. Mata Kevin terbebelak. Salah satu dari pria itu ternyata ayah-nya—Arya. Pria satunya lagi adalah kepala sekolah Atlantic High School, yaitu Rizal.
Kedua pria paruh baya itu tertidur karena di bius. Wajah Kevin merah padam. Ia bangun dari duduknya, saat hendak berlari mendekati Arya, Satria menodong pistol pada Kevin.
"Satu langkah lagi, nyawa lo melayang!" desis Satria.
Di dalam hati, Kevin mengumpat kesal teman pengkhianat itu. Bagaimana ia menyelamatkan Arya kalau dirinya tengah di todong pistol? Salah sedikit, peluru itu bisa menembus kepalanya.
"Apa yang lo lakuin, Viola? Kenapa lo kayak gini?" lirih Raffi.
Menatap Raffi datar, Viola tak bergeming. Apa ia harus menceritakan masa lalu kelamnya? Apa Raffi sudah siap mengetahui siapa pembunuh orang tua Viola yang sebenarnya?
Raffi berdiri dengan wajah lesu. Langkahnya mendekati Viola. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, Viona menodongkan pisau pada leher Raffi.
"Salah ambil tindakan, pisau ini akan memotong lehermu!" ucap Viona menekan.
Raffi tak menggubris, dan langkahnya pun terhenti. Viola yang melihat itu segera ambil tindakan.
"Biarkan saja," ujar Viola pada Viona agar melepaskan Raffi.
Dengan sangat terpaksa, Viona menurunkan tangannya. Raffi menatap lekat Viola. Ia melanjutkan langkahnya. Saat sudah sampai di depan Viola, Raffi hanya terdiam sembari memandangi gadis itu.
Mata Viola terbelalak. Sama halnya dengan Kevin, Karina, Clara, Satria, dan Viona. Katakan Raffi gila, tidak waras. Karena saat ini, Raffi mengecup bibir Viola.
Gadis itu tak berontak. Entah dorongan dari mana ia menutup mata. Raffi hanya diam. Ia hanya mengecup saja. Lima detik ia jauhkan wajahnya dari wajah Viola. Jempolnya mengusap bibir Viola yang tadi ia kecup.
"Gue cinta lo. Gue tahu lo juga cinta sama gue. Plis, lepasin om Arya sama Pak Rizal, ya?" bujuk Raffi sembari mengusap pipi gadis itu.
Apa hanya karena cinta ia akan luluh? Tentu tidak. Viola menjauhkan diri dari Raffi. Demi tujuan, ia rela mengorbankan cintanya. Ya, dia punya tujuan. Membalaskan dendam kematian orang tuanya sepuluh tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Queen (END)
General FictionBudayakan follow dulu yuk sebelum membaca(。•̀ᴗ-)✧ ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^ 'Aku telah kembali Ku datang padamu Ku temukan tempat persembunyian mu Dan kini, kau tak bisa lari dariku Kau menatapku dari balik jendela Ku tatap e...