Ini waktunya berpisah...

4.7K 478 36
                                    

Tobirama dan Naruto tiba di depan pintu kantor Hokage. Naruto tersenyum, "Makasih, Kek." Ia pun memegang gagang pintu, hendak membuka namun terhenti kala Senju berambut keperakan itu memanggilnya.

"Naruto."

Pirang Uzumaki menoleh kemudian Tobirama mengucapkan, "Maafkan aku."

"Hah?" Berkedip, Naruto membalikkan badannya menghadap Senju tersebut.

"Aku mempertaruhkan keselamatan Menma dengan strategiku hari ini," tuturnya jujur. Secara pribadi, Tobirama pikir strateginya demi hasil maksimal dan memang begitu kenyataannya. Resiko pasti ada di setiap pilihan. Hanya tinggal memilih akan menanggungnya demi hasil terbaik atau tidak. Ia paham hal itu sedari kecil sebab tumbuh besar di masa peperangan dan berpikir Naruto sebaiknya mengerti bahwa beginilah kehidupan shinobi. Pilihan yang mereka punya tak selalu menyenangkan.

Naruto merengut. Ia melotot ke Tobirama dalam diam selama beberapa saat meski safir kembar terang-terangan menampilkan emosi yang dipendamnya. Besok akan menjadi hari terakhir Naruto di sini dan Tobirama ingin mereka mengakhiri dengan damai saat berpisah besok karena mereka tak akan bisa bertemu lagi. Karena itulah ia mengantarkan Naruto di depan pintu ruangan Hokage, tidak langsung ke dalam.

"Kurama menjelaskan padaku soal keuntungan strategi itu. Aku bisa mengerti," jujur ia akui sebelum menambahkan, "tapi, tidak berarti aku suka strategi Kakek."

Tobirama mengangguk, "Sudah kuduga."

Naruto menghela napas dalam dan bersidekap, "Aku tidak pintar atau jenius seperti Kakek atau Sasuke. Awalnya, aku marah sesudah mendengar strategi itu. Aku tidak pernah tahu kalau Kakek berdarah dingin. Harusnya ada yang bisa kita lakukan tanpa membahayakan seseorang, terlebih anak-anak."

"Selalu begitu, kau harus berhenti berpikir naif, Ka—!" Untuk sesaat, rubi kembar terbelalak seolah kaget dan disadari oleh Naruto. "Apanya?"

"Aku seharusnya tahu kau juga berprinsip itu karena kalian dari reinkarnasi orang yang sama," ungkap Tobirama. Naruto bingung, senyum pun terlukis di paras Senju. "Tapi, tetap saja aku tak mengira kalau kau sama naifnya dengan kakakku. Sesaat tadi, aku seolah mendengar keluhan kakakku dan hampir kubantah dengan 'Kau itu Hokage, harus tegas!' padamu."

"Maksudnya?" Naruto sama sekali tidak nyambung dan Tobirama tetap tersenyum tipis.

"Kau punya hati seperti kakakku. Berargumentasi denganmu, rasanya sama seperti aku bicara dengannya. Kenaifanmu menyaingi kenaifan saudaraku. Ditambah, kalian berdua memilih orang yang sama yaitu reinkarnasi Indra untuk menjadi pasangan hidup kalian," Tobirama bisa melihat Naruto akan menjadi Hokage yang baik di masa depan. Tanpa diketahui Pirang Uzumaki yang merasa tak yakin harus merespons bagaimana dan hanya memiringkan kepala. Dengan ragu, ia, "Makasih...?

Lelaki bermata rubi menghela napas dan mengacak pelan rambut pirang Naruto. Ia berkata, " Izuna bilang kalau dia akan membawa makan malam kalian ke kamar, dia memasak kesukaan Menma," sebelum pergi dari sisi Naruto.

Masih bingung, remaja ini bergumam, "Aku tidak mengerti Kakek Nidaime," tapi tak terlalu dipusingkan dan membuka pintu kantor Hokage. Hashirama yang duduk di belakang meja kerjanya menyambut hangat

"Akhirnya datang juga," ia memberikan isyarat agar Naruto masuk. Pirang Uzumaki menyadari bahwa ada dua gulungan yang sedang ditulis Hashirama.

Kesempurnaan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang