"Behind The 33" - Aristav

5.8K 986 157
                                    


BEHIND THE 33

A short story by Aristav 


September 2010

Kuburan itu masih basah, aroma bunga terasa menyengat. Derai air mata menghiasi prosesi pemakaman yang baru saja usai, menyisakan segelintir orang yang masih bertahan. Jennar Kinnas Niskala masih terduduk lemas di samping gundukan tanah yang masih basah. Wajahnya memerah, tapi tak lagi ada air mata yang keluar. Gadis berambut hitam panjang itu terpaku menatap nama yang terlukis di atas nisan yang baru saja tertancap.

Parama Daksatirta baru saja dikebumikan. Sahabat baiknya baru saja pergi meninggalkan kefanaan dunia, meninggalkan mereka yang menyayangi dan mengasihi. Meninggalkan Jennar dengan segudang kesedihan yang tak memiliki akhir.

"Jennar, kita pulang sekarang?"

Jennar menoleh, mendapati Tante Septa mengajaknya untuk pulang. Tante Septa adalah ibu kandung Rama yang juga mengenal Jennar dengan baik.

"Tante pulang dulu saja, aku masih mau di sini."

Septa mengusap air matanya, lalu mengangguk. Wanita yang baru saja kehilangan anaknya itu lalu berdiri di samping Jennar, mengajak suami dan anak tertuanya untuk pulang. Septa tak sanggup lagi berada di sisi makam putranya terlalu lama, rasa kehilangan itu begitu membekas, menyakitinya begitu dalam.

"Tante duluan ya?"

"Iya, hati – hati, Tante."

Jennar mengusap nisan Rama. Rama baru saja pergi setelah mengalami kecelakaan tunggal saat naik motor, laki – laki itu belum cukup usia untuk mengemudikan motor tapi karena Rama adalah sosok yang keras, segala hal yang ia inginkan harus dilakukan, walau pada akhirnya hal tersebut membawanya bertemu dengan maut.

"Ram, jahat ya kamu?" Jennar memandang nanar makam Rama.

Jennar pertama kali bertemu Rama saat kelas tujuh dan Rama adalah menginjak kelas delapan, lalu menjadi sangat akrab setelah saling menemukan kecocokan. Jennar yang bersekolah di luar kota dan tinggal dengan tantenya tidak lagi merasa kesepian saat tahu Rama adalah tetangga tantenya—Tante Meisya. Meski Rama telah memasuki bangku sekolah menengah atas, tetapi persahabatan mereka masih berjalan dengan baik, dan rencananya, Jennar akan menyusul Rama, memasuki sekolah yang sama tahun ini.

"Ram, katanya kamu mau ngomong sesuatu? Kamu belum sempet ngomong hal yang mau kamu sampaikan ke aku loh. Kenapa udah pergi?"

Lagi, Jennar bermonolog dengan dirinya sendiri, tidak ada sahutan, hanya ada suara kikikan seorang perempuan berpakaian hitam pekat yang tiba – tiba duduk di samping Jennar.

"Jangan ganggu, aku masih ingin di sini," kata Jennar pada sosok yang berada di sampingnya. Perempuan itu mendengkus, memerhatikan Jennar dengan mata sebelahnya yang rusak, dipenuhi darah dan tampak mengerikan.

Jennar memejamkan mata sejenak, gadis itu menghela napasnya. Begitu matanya terbuka, sosok perempuan berpakaian hitam legam itu telah menghilang. Selalu seperti ini, sejujurnya Jennar sangat membenci pemakaman, hanya karena masih ingin mengobrol dengan Rama, Jennar memutuskan untuk tinggal.

"Aku pergi ya, Ram. Selamat tinggal, tolong bahagia di sana."

Jennar beranjak, meninggalkan makam milik Rama, meninggalkan kenangan mereka yang tersisa dalam benaknya. Sementara, sosok laki – laki yang berdiri di belakang Jennar hanya diam, Ia menatap datar sosok Jennar, wajah pucatnya tak menghasilkan ekspresi apa pun. Raganya terasa sangat ringan. Jennar tak dapat melihatnya karena ia adalah arwah muda yang baru saja tercabut dari raganya. Pandangan laki – laki remaja itu lalu beralih pada nisan yang baru saja tertanam. Parama Daksatirta—namanya.

High School: A Wattpad Stars AnthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang