"(Un)truth" - pinetreeforest

3.3K 510 41
                                    


(UN)TRUTH

A Short Story by pinetreeforest 


Ketika mengobrol dengan orang asing yang baru kita kenal, akan ada dua pilihan. Seseorang bisa menjadi jujur dan memperlihatkan sifat aslinya atau sebaliknya, akan berbohong dan berpura-pura terlihat seperti orang lain. Setidaknya, itulah yang kupikirkan. Mengobrol dengan orang yang baru kita kenal ketika naik kereta antar provinsi menurutku adalah hal yang menyenangkan. Bayangkan saja, kita bisa membicarakan apa saja tanpa takut bagaimana orang lain akan menghakimi setelahnya. Mau jadi diri sendiri atau berpura-pura menjadi orang lain, tak ada yang akan mengambil pusing karena setelahnya aku dan orang itu akan berpisah. Lalu seperti buih-buih ombak di lautan, semuanya akan menghilang.

Ketika naik kereta seperti sekarang ini, momen-momen itulah yang selalu ku tunggu-tunggu. Bercerita, mendengarkan cerita orang lain, mendapat pelajaran baru, bukankah itu menyenangkan?

Aku berjalan menyusuri aisle kereta, menyeret kopernya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kiri sibuk memegangi benda paling berharga yang pernah kumiliki saat ini. Kubenarkan posisi tas di pundak kiri sambil tetap berhati-hati untuk tidak merusak benda berharga yang tak lain dan tak bukan adalah gulungan poster idolaku lengkap dengan tanda tangan yang aku dapatkan dari acara Lucky Draw di konser yang ku datangi semalam. Bertanda tangan! Khusus, eksklusif hanya milikku. Tidak boleh tertekuk, tidak boleh robek. Aku harus bisa mempertahankannya agar tetap sempurna sampai rumah walaupun tidak sempat membeli pipa untuk menyimpan poster. Dari ribuan orang yang hadir tadi malam, hanya dirinya yang mendapatkan poster ini. Membuat seisi gedung semalam menatap iri padaku, bukankah ini luar biasa?

"9D," gumamku berulang-ulang hingga menemukan nomor kursi milikku, persis seperti sedang merapalkan mantra.

Aku mendesah lega ketika menemukan tiga kursi di sekitarku masih belum terisi. Kunaikkan koperku ke kompartemen atas, kemudian duduk sambil memangku poster dan tas jinjing. Memandangi seluruh isi gerbong yang masih separuh terisi ini membuatku berharap bahwa kereta hari ini tidak akan terlalu ramai.

Namun, mengharapkan kereta kosong ketika liburan sekolah baru saja akan dimulai? Ini seperti mengharapkan pohon beringin akan tumbuh di padang pasir alias tentu saja tidak mungkin. Ketika kereta tiba di pemberhentian berikutnya, ketiga kursi itu langsung terisi oleh sepasang suami istri dengan seorang bayi rewel dan balita. Aku tersenyum ramah pada keduanya, tetapi sayangnya tak terbalas. Keduanya terlalu sibuk mengurus urusan mereka sendiri, membuatku sangsi akan mendapatkan teman ngobrol yang menyenangkan.

Dan benar saja. Harapanku untuk mendapat teman ngobrol yang menyenangkan langsung pupus seiring dengan terdengarnya suara tangisan kedua bayi yang memekakkan telinga. Hingga waktu berlalu, beberapa kali aku hanya mendapati pasangan itu menghela napas berat satu sama lain, sambil saling bertukar pandang dan menggeleng lelah. Tak bisa diajak mengobrol. Terlebih, ketika si ibu berusaha beristirahat sambil menggendong bayinya yang tertidur, tentunya dengan posisi yang tak nyaman. Melihatnya, malah membuatku jadi ikut lelah.

Aku menyerah. Selain karena perutku lapar, sepertinya aku ingin mencari angin segar saja di bagian restorasi kereta.

"Bu..." panggil perlahan agar tidak membuatnya terkejut. Wanita itu membuka matanya dan menatap ku dengan pandangan bertanya. Aduh, melihat kantung matanya yang menghitam saja membuatku semakin tak tega. "Pakai aja tempat duduk saya, saya mau makan di restorasi."

Wanita itu menggumamkan ucapan terima kasih, kemudian sedikit bergeser memberikanku jalan keluar.

Dengan kembali membawa poster dan tas di pundak, aku kembali menyusuri aisle untuk menuju ke gerbong khusus restorasi. Namun, ternyata kursi-kursi di sana juga hampir penuh. Hanya tersisa satu kursi yang berhadapan dengan seorang anak laki-laki dengan rambut berpotongan 1 cm di segala sisi, hampir plontos seperti biksu.

High School: A Wattpad Stars AnthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang