"Kastil Darling" - Wulanfadi

4.4K 635 22
                                    


KASTIL DARLING

A short story by Wulanfadi


Seperti biasa di Kastil Darling, setiap jam sepuluh malam, lampu-lampu dimatikan, semua anak harus tidur di tempat masing-masing, dan bila ketahuan Tn. Jed, maka siap-siap menjadi yang terakhir kali sarapan karena membersihkan seluruh kamar mandi subuh-subuh.

Aku melirik kanan dan kiri lorong yang sepi dan gelap, lalu dengan langkah seringan kucing, aku melewati lorong kamar anak tahun kedua ke kamar anak tahun kesepuluh. Tentu saja jaraknya jauh. Aku harus berhenti beberapa kali untuk mengecek kondisi.

"Hei, ini aku," sapaku ketika sampai di kamar kesepuluh.

Josie membuka selimut yang menutupi sampai ujung kepalanya. Anak perempuan umur tujuh tahun itu menatapku dengan mata penuh kelegaan. "Wisdom!" bisiknya cukup keras. "Aku sampai mati ketakutan menunggumu datang."

Aku meringis bersalah. "Maafkan aku. Claire membutuhkanku untuk mengajarinya matematika. Kau tahu kan guru matematika kita galak?"

Aku menaruh buku dongeng di nakas tempat tidur. Kulihat sekeliling, beberapa anak lain sudah tertidur lelap.

Josie menutup mulutnya. "Oh, kasihan sekali Claire," ucapnya bersimpatik.

"Hei, Josie. Kalau aku tahu kamu takut, aku pasti akan menghiburmu sampai Wisdom datang," ucap Morgan, anak laki-laki yang selalu sok berani di depan Josie. Dia yang tertua di antara anak tahun kesepuluh, umurnya sepuluh tahun.

Aydin berdecak. Anak laki-laki umur delapan tahun itu turun dari ranjang tingkat dua. "Sudahi ucapanmu itu, Morgan. Sebelum Wisdom datang, kau juga merengket ketakutan di dalam selimutmu."

"Aku tidak begitu, ya!" Morgan membela diri.

"Sudah, sudah," Kenna ikut turun dari ranjang tingkat dua, anak perempuan yang seumur dengan Aydin itu kini menatapku. "Aku ingin mendengar Wisdom bercerita agar bisa tidur nyenyak malam ini."

Begitulah malamku di Kastil Darling. Membacakan dongeng untuk anak tahun kesepuluh yang sulit tidur. Ada empat anak. Josie, Morgan, Aydin dan Kenna. Sementara itu, anak-anak lain sudah terlelap. Pernah juga ada anak lain yang ikut mendengarkan dongeng yang kuceritakan, namun seringnya hanya mereka berempat.

"Hari ini dongengnya tidak biasa," kataku. Anak-anak mulai bersiap duduk di sekelilingku. "Karena hari ini adalah hari keseratus sepeninggal Ny. Darling," lirihku.

"Aku rindu Ny. Darling," jujur Kenna dengan mata menerawang. "Kastil tanpanya benar-benar berbeda."

Aku mengangguk. "Aku akan bercerita tentang siapa itu Ny. Darling pada kalian."

Semua mata kini menatapku dengan penasaran. "Apa Wisdom tahu siapa sebenarnya Ny. Darling? Apa anak tahun kedua pernah berbincang dengannya lebih dari satu menit?" tanya Josie beruntun.

Aku tertawa. "Tidak begitu, Josie. Ceritaku ini—aku mengarangnya sedikit."

Kenna dan Aydin mengangguk paham sementara Morgan mengeluh kalau itu artinya aku tidak tahu siapa sebenarnya Ny. Darling. Namun maksudku, Ny. Aanisah yang menjadi Kepala Pengurus bertahun-tahun saja masih tidak tahu siapa itu Ny. Darling, apalagi aku yang hanya anak tahun kedua?

"Ny. Darling adalah orang yang hebat, tentu saja," aku mulai bercerita. Bahkan Morgan yang tadi mengeluh, kalau sudah mendengarku cerita, mulutnya otomatis tertutup. "Ny. Darling mendirikan Yayasan Darling tanpa diketahui oleh orang banyak. Bahkan hal ini sempat geger di berita-berita internasional. Siapa Nyonya yang bisa membuat Yayasan sendirian tanpa bantuan dana siapapun?" mulaiku. "Tidak ada yang tahu dari mana dana Yayasan Darling mengalir. Hal itu yang membuat yayasan ini sangat kuat dan berjaya. Karena Ny. Darling yang mengatur sendiri alur keuangan."

High School: A Wattpad Stars AnthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang