SEKOLAH SAMPAH
A Short Story by cinkiaewys
Terakhir kali Devina melihat kalender yang tergantung di kamar, kertas bergambar logo partai besar di tengahnya itu masih bertuliskan Juli, dan tahu-tahu saja sudah berganti menjadi September pagi ini. Sepertinya, mama sempat mampir ke kamar sebelum berangkat kerja pagi buta. Menyadarkan Devina bahwa hidupnya masih berjalan seperti biasa.
Ya. Seperti biasa. Bangun. Mandi. Bersiap ke sekolah.
Ada pertanyaan yang sering terlintas di kepala yang pemiliknya saja tidak tahu apa yang dipikirkan tiap sarapan. Apakah kehidupan yang terasa kosong penyebab lidahnya tidak berfungsi tiap menelan masakan mama, atau karena memang masakan mama yang hambar dan justru membuat kehidupan Devina membosankan?
Entahlah.
Setelah sendok terakhir sarapan paginya yang hambar melewati tenggorokan, Devina beranjak. Pergi ke sekolah tanpa terburu. Meskipun sebenarnya ia sudah terlambat sejak lima belas menit yang lalu.
***
Sekolah sampah.
Daripada disebut grafiti, coretan di tembok samping gerbang sekolah yang sudah karatan itu, justru terlihat seperti pelampiasan seorang murid yang kesal karena diusir sang guru. Sama sekali tidak berseni, tidak berbentuk apa pun. Hanya tulisan sekolah sampah yang dibuat dengan cat semprot berwarna merah. Dan tiap Devina pergi sekolah, coretan itu selalu berhasil mengintimidasi. Seakan sedang menyambutnya untuk masuk ke dalam neraka.
Buru-buru Devina merapatkan kardigan begitu ia melewati gerbang. Tersenyum canggung pada satpam kurus yang hanya menatap datar. Berjalan cepat, setengah berlari. Langsung menunduk begitu ia melihat beberapa murid lain yang sedang duduk di depan kelas dari kejauhan.
"Siapa, nih, yang baru dateng?"
Devina menggigit bibir, semakin merapatkan kardigan, memastikan seluruh tubuh bagian atasnya sudah tertutupi. Mengaduh dalam hati saat seseorang menabrak pundak kanannya dari belakang, dan suara tawa bercampur sumpah serapah itu langsung menyerbu telinga Devina seperti duri-duri tajam. Membuat bergidik seperti ada tangan-tangan yang mulai menggerayangi. Dan Devina bersiap lari menuju UKS, hendak mengurung diri di sana begitu sadar, bukan dia targetnya hari ini.
"Nyari apa, Ru? Nyari kodok, ya?"
Devina sempat menoleh begitu ia berhasil masuk ke dalam kelas tanpa terjungkal. Menatap murid dari kelas sebelah yang tadi menabraknya sedang berusaha bangkit, dan terjatuh kembali karena hilang keseimbangan. Devina dan murid itu sempat adu pandang, sebelum tawa beserta sumpah serapah kembali bergema, dan Devina langsung membuang wajah, buru-buru menuju tempat duduknya.
Setidaknya bukan dia yang menjadi target hari ini, kan?
"Devina?"
Devina terlonjak. Kakinya mundur selangkah tanpa perintah. Tidak menyangka akan melihat perempuan yang sedang melambaikan tangan dengan semangat, dan senyum lebar itu ada di sini. Duduk manis di deretan kursi paling belakang. Berselang satu meja dengan tempat duduk Devina.
Sama seperti ketika mereka berada di sekolah menengah pertama.
"Iya, Wi." Devina tersenyum canggung. Buru-buru duduk di kursinya.
***
"Dev, liat gue dapet apa?"
Sejauh yang Devina ingat, dia tidak begitu dekat dengan Dewi untuk bisa saling menyapa dan menceritakan tentang apa yang didapat atau dimiliki satu sama lain. Melihat bagaimana Dewi memilih tinggal di kelas daripada pergi ke kantin seperti siswa lain dan justru mendatanginya, pastilah Dewi sudah menganggapnya menjadi seorang teman secara ajaib.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School: A Wattpad Stars Anthology
Fiksi RemajaIkuti perjalanan melalui ide ini dalam segala bentuknya saat tiga puluh penulis dari Program Stars Wattpad mengeksplorasi kisah tentang cerita semasa high school. Menampilkan cerita dari: L_Zeth, Naya_Hasan, Sirhayani, Aristav, Jokris1510, AntheaFea...