"One Second Chance" - Kannanpan

4K 633 42
                                    


ONE SECOND CHANCE

A short story oleh Kannanpan


"Rumahnya kecil ya, Pap." Aku refleks bergumam seraya menarik koper kuning dengan stiker we bare bear kesayanganku. Kedua kakiku melangkah melewati ruang tamu yang diisi dengan furnitur bergaya bohemian. Kedua bola mataku bergerak seiring kepalaku menyapu pemandangan seisi ruangan yang didominasi warna putih dan hijau army ini. "Aurora kamarnya di atas, Pap?"

Papi yang berjalan di depanku kini berhenti melangkah. Pria berkaus polo hitam itu mengangguk sambil tersenyum. Tak luput tangannya mengelus puncak kepalaku kemudian bilang, "Di atas jadi ruang pribadi Aurora. Kamar, ada ruang tv, kamar mandi pribadi, dan segala macam yang Aurora butuh."

Aku tersenyum tipis, kemudian berjalan meninggalkan lantai dasar. Aku melangkah pelan menaiki satu per satu anak tangga, yang kemudian kutemukan satu pintu kayu yang di depannya digantungi dream catcher berwarna putih. Ini adalah pintu pertama di lantai dua rumah ini, dan aku menduga ini akan jadi kamarku. Selain ruang kamarku, seperti yang Papi bilang, ada ruang televisi di depan kamarku, serta ada satu etalase berisikan berbagai macam board game dan PlayStation, selain itu, ada pula ruangan lagi tepat di sebelah kamar. Aku tidak tahu itu ruangan apa. Mungkin kamar lainnya.

Kuputar kenop pintu di hadapanku, dan mataku lantas diberikan pemandangan sebuah ruangan dengan warna dominan putih. Satu sisi dinding di belakang ranjang berwarna biru dongker polos, dan ada dua skateboard custom yang menggantung di dinding. Selain itu, ada pula meja yang telah kosong, lemari yang mungkin juga kosong, serta perabot lainnya yang sangat kuduga dulunya ini adalah kamar seorang anak laki-laki. Selain itu, ada pula bendera Inggris besar yang menggantung di salah satu sisi dinding.

Kakiku lantas melangkah menuju Kasur, kujatuhkan tubuhku di sana, dan kutatap langit-langit kamar yang begitu bersih dengan warna dominan putih. 

Tak berlama-lama, aku segera mengosongkan koperku, memindahkan semua baju-bajuku ke dalam lemari, merapikan semua skincare serta make up-ku ke meja, serta beberapa novel yang kubawa di koper. Tiap-tiap pintu di dalam lemari dan laci meja kubuka untuk menaruh segala barang-barangku, sampai kutemukan sesuatu yang tertinggal—atau sengaja ditinggalkan—oleh pemilik kamar ini sebelum aku.

Ada sebuah buku kecil dengan sampul kulit berwarna cokelat. Penasaran, aku mengambil dan membukanya sambil duduk di kursi. Di dalamnya terdapat banyak sekali tulisan tangan yang begitu rapi, seperti tulisan tangan orangtua-orangtua jaman dulu yang tegak bersambung. Ada beberapa foto pula yang ditempelkan ke beberapa halaman. Ini seperti buku harian seseorang.

Kubaca beberapa kalimat yang tertulis di dalamnya. Ini benar-benar buku harian dari seseorang. Buku harian tempat dia bercerita mengenai betapa indahnya kisah cinta mereka setiap harinya. Lucu sekali seorang laki-laki bisa menuliskan buku seperti ini.

Aku terus membaca buku di tanganku ini meski sesekali melompat ke halaman selanjutnya dan selanjutnya. Hingga aku tiba di tiga perempat buku, yang menjadi catatan akhir dari laki-laki ini. Ini adalah satu-satunya catatan memilukan di dalam buku harian ini.

Kupikir seperti janji kita, kamu akan tetap bersamaku apapun yang terjadi.

Tapi hari itu ketika aku sakit, kamu meninggalkanku.

Aku bertanya pada semua orang: kamu ke mana?

Mereka bilang kamu pulang.

Baru kali itu aku menangis seperti anak kecil.

High School: A Wattpad Stars AnthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang