#37 : Titik Terang

143 10 2
                                    

“Bagaimana, Ge? Sudah bisa terdeteksi?”

Luhan fokus melihat layar ponselnya yang masih loading, masih memproses lokasi pelacak yang ia pasang di ponsel Keisha. “Tunggu sebentar.”

Huft, semoga saja kita tidak terlambat,” ucap Lay gusar, ia sangat takut Keisha mengalami hal buruk karena keterlambatannya.

“Tenanglah, kita pasti bisa menemukannya,” hibur Luhan sambil mengelus pundak temannya.

Sepuluh menit kemudian, sebuah titik koordinat pun muncul di layar ponsel si pemuda Xi. Ia segera mengecek dan tanpa sadar memekik keras.

Wae geurae? Kenapa kau berteriak, Luhan-ge?” Lay ikut panik karena respon Luhan yang berlebihan.

Luhan berdiri, kemudian tersenyum lebar. “Aku menemukannya!”

“Hah?” Sepertinya si pemuda kelahiran Changsa belum connect dengan ucapan sahabatnya.

Berhubung Luhan adalah teman yang baik hati dan tidak sombong, maka ia dengan sukarela menjelaskan sekali lagi. “Koordinat lokasi ponsel Keisha sudah berhasil aku temukan, Yixingie~”

Menit pertama, Lay masih belum bisa memahami. Menit kedua, reaksinya masih sama. Menit ketiga, pemuda Zhang itu mulai mencerna ucapan Luhan. Menit keempat, dia baru paham. Dan di menit kelima–

Jeongmal!?”

Luhan mengusap telinganya yang berdengung akibat teriakan temannya. Untung teman, untung sahabat. Kalau bukan, sudah kupastikan dia takkan selamat dari amukanku, batinnya.

“Paham, kan, sekarang?”

Lay mengangguk cepat, “di mana letak pastinya, Ge? Supaya aku bisa menginformasikan berita ini kepada Tae-hyung,” ucapnya.

“Ini masih belum akurat, Yixingie, kita harus memeriksanya terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan.”

“Butuh waktu berapa lama, Ge?”

“Sehari juga bisa,” tukas Luhan sembari tersenyum lebar, kemudian berdiri dan meraih mantel panjangnya. “Ayo kita pergi!”

***

Jimin mendudukkan pantatnya di salah satu bebatuan yang berada di pinggir jalan pedesaan sekitar Kota Daegu. Keringatnya bercucuran tiada henti, menandakan bahwa ia telah bekerja keras selama seharian ini. Begitu pula dengan rekan-rekannya yang lain, mereka lelah.

Hyung, kita istirahat dulu ya? Kakiku benar-benar tidak kuat lagi untuk berjalan.”

Nam-joon yang memimpin pencarian Keisha pun mengangguk paham, lalu ikut beristirahat seraya meluruskan kakinya yang terasa kebas. “Buntu, semua desa yang kita kunjungi tak ada melihat keberadaan Keisha.”

Jae-min tampak murung. Rasa bersalah masih saja bercokol di hatinya. Andai saja saat itu ia datang tepat waktu, Keisha takkan menghilang tanpa jejak seperti ini. Namun sayang sekali, Jae-min hanya bisa berandai-andai di dalam hati.

Hoseok menepuk bahu pemuda itu lembut, memberikan secercah semangat agar Jae-min tidak mudah putus asa. Ia tahu mantan asisten Keisha ini sangat menyesal dan selalu menyalahkan diri atas menghilangnya wanita berhijab itu, “sudahlah, Jaemin-ah, jangan bersedih. Aku yakin Keisha pasti baik-baik saja, percaya padaku.”

“Tapi, Hyung, andai saja pada saat itu aku berangkat lebih awal, Kei Noona takkan pernah mengalami hal buruk seperti sekarang! Bagaimana kalau diluar sana, dia disakiti oleh orang-orang jahat? Kita tak pernah tahu, bukan, dengan apa yang menimpa Noona selama tiga minggu terakhir ini,” ucap Jae-min menyuarakan keresahannya. Nada bicaranya terdengar frustasi, menunjukkan bahwa ia sedang tidak dalam mode bercanda.

I Found My Star [Entertainment Series #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang