Selamat membaca
Gadis itu menatap keluar jendela, tempat ini telah menjadi tempat tinggalnya, harapannya untuk pulang seolah hanya mimpi belaka.
Masih jelas di ingatannya kejadian dua bulan yang lalu, sepasang paruh baya harus tiada hanya karna untuk menolongnya.
Ketakutan itu semakin jelas, segera air mata yang jatuh tanpa izin itu di usapnya ketika pintu kamar terdorong, tampang pemuda yang membuatnya ketakutan setengah mati masuk dengan membawa sekotak coklat dan bucket bunga.
Tersenyum palsu, gadis itu duduk menunggu pemuda itu mengecup keningnya dan meletakan kedua barang yang ia bawa di pangkuannya.
Benar saja perlakuan itu kembali ia terima, pemuda itu sudah duduk berlutut di depannya tangan kekar itu mengusap pipinya lembut.
"Besok kita akan pergi ke suatu tempat, apa kau mau ku belikan perlengkapan baru?" tanya pemuda itu, Qisya tersenyum dan menggeleng.
"Katakanlah sesuatu, apa yang kau inginkan, mungkin aku bisa mengabulkannya." tawar pemuda itu, Qisya mengangkat pandangannya cepat, ini pertama kalinya pemuda itu menawarkan hal yang begitu sangat ia inginkan.
"Aku ingin pulang." ucap Qisya, sebelum benar-benar mendengar ucapannya sendiri, tamparan telah mengenai pipinya terlebih dahulu.
Air mata luruh begitu saja, pemuda itu menamparnya.
"Sekali jahat tetaplah jahat, kau tidak perlu menawariku hal yang sebenarnya tak mampu kau lakukan." hardik Qisya dengan suara melemah namun mampu membuat pemuda yang berada di hadapannya terdiam.Qisya, gadis itu menelan kembali harapannya dengan sesak yang tertahan, seolah tak terjadi sesuatu gadis itu malah berjalan ke tempat tidurnya dengan mengigit potongan kecil coklat yang telah di berikan pemuda itu, Alardo.
Alardo menggeram sebelum akhirnya meninggalkan kamar Qisya, pintu telah tertutup dengan suara yang cukup keras, Qisya membuang bunga dan kotak coklat Alardo sembarangan, gadis itu duduk di lantai memeluk lutut dan menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya.
Gadis itu menangis sejadi-jadinya dua hari lagi adalah hari ulang tahunnya, harapannya hanya satu ... kembali pada kehidupan sebelumnya tak bertemu Alardo, tetap bahagia bersama keluarganya.
"Ayah, ibu jemput Isa..." ucap Qisya di sela tangisannya.
flashback off
Ezio sudah terbangun merasakan berat di bahunya, Qai di sana tersenyum senang memperhatikan ekspresi Qisya yang berubah-ubah, saat ini wanita itu menangis dengan mata yang masih terpejam karna ingatannya yang terus bergulir datang.
Ezio meraih wajah Qisya
"Qisya bangun!" ucap Ezio panik, adiknya itu terus mengalirkan air di sudut matanya dengan kelopak mata yang tetap terpejam."Qisya bangun!" teriak Ezio, suara tawa terdengar dari arah Qai.
"Tidak perlu panik, adikku hanya mengingat semuanya saja, kembalilah duduk dan tunggu sampai dia bangun, bersiap membunuh pria sialan itu." ucap Qai santai, menarik Ezio duduk di sampingnya namun hanya tepisan kasar yang ia terima.
"Dasar bodoh, Qisya sedang mengandung, ini berbahaya untuknya!" kesal Ezio, dengan emosi yang siap meledak, pria itu mencengkram kuat kerah baju Qai tanpa fikir panjang pria itu melayangkan kepalan tangannya pada saudara kembarnya.
"Apa yang kau berikan padanya?" teriak Ezio, bahkan pria itu mulai mencekik leher Qai, bukannya membalas Qai malah tertawa.
"Berikan penawarnya, kembalikan kesadaran adikku!" kesal Ezio, Raut wajah Qai berubah menjadi datar melayangkan pukulannya pada Ezio dengan begitu kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My little Qisyandhar [Tamat] ✓
Roman d'amour✓✓✓Part yang di Repost adalah part yang sudah di Revisi, jadi yang sudah membaca saya harap bisa lebih nyaman membaca kembali, dan untuk yang baru membaca mohon maaf karna memang sebagian part sudah saya jump demi kenyamanan membaca. [ FOLLOW SEBELU...