Malam ini jalanan licin karena sekarang sedang turun hujan yang cukup lebat. Sesekali terdengar suara petir menyambar di langit.
Anyelir menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi. Rahangnya mengatup rapat, matanya yang memerah menatap tajam, kukunya sampai memutih akibat terlalu kuat mencengkeram kemudi.
"Mom...." Anak laki-laki berumur 11 tahun itu nampak ketakutan.
"Mom, pelan-pelan nyetirnya."
Anyelir bergeming seakan tak mendengar suara anaknya.
"Mom, i'm right here. Digar bakalan tetep ada di sisi Mommy," ucapnya sambil menarik ujung baju Anyelir.
Anyelir tersadar dari kekacauannya. Ia melirik sekilas anak semata wayangnya. Ya, anaknya di sini, bersamanya, tak akan ada yang bisa memisahkan mereka berdua.
"Sorry," lirihnya. "Mommy cuman nggak mau Digar diambil. Mommy gak mau pisah dari anak kesayangan Mommy ini." Air matanya turun perlahan.
Ia ingin menurunkan kecepatannya namun, remnya tak berfungsi. Pupil Anyelir melebar sempurna. Ia berusaha menghentikan mobil itu tapi nihil. Mobilnya tetap melaju kencang di jalanan yang diguyur hujan.
"Why, Mom?" Digar menatap Anyelir yang panik.
"Remnya gak berfungsi," jawabnya yang tengah berusaha mengontrol mobil.
Ia sudah menurunkan gigi secara bertahap lalu memakai rem tangan, tapi tetap saja tak membuat mobil berhenti.
Digar terkejut, rasa takut menyelimuti dirinya, tapi jika ia ikut panik, malah akan membuat Anyelir tak fokus.
"Calm down, mommy." Ia berucap sambil menepuk-nepuk pundak Anyelir dengan tangan yang gemetar.
Jika sekarang tak ada Digar mungkin mudah baginya untuk membanting setir sekarang juga walaupun hanya ada jurang di sisi kirinya.
Di depan sana, ada belokan tajam. Jantungnya berdetak semakin kencang.
Saat tiba di belokan, Anyelir gagal mengontrol mobilnya, jalan basah membuat bannya tergelincir. Yang lebih parahnya, sebuah truck juga melaju di jalur yang berlawanan.
"MOMMY!" teriak Digar nyaring sambil menutup erat matanya.
Airbag otomatis mengembang namun,
naluri seorang ibu selalu ingin melindungi anaknya. Anyelir langsung beralih dalam waktu sepersekian detik untuk memeluk Digar."Mommy sayang Digar. I love you, my son."
Kecelakaan hebat tak terhindarkan. Mobil mereka menabrak truk yang sedang melaju.
Digar tak tau apa-apa lagi setelah mendengar suara Anyelir dan suara dentuman keras itu. Semuanya hancur dan gelap.
Saat ia membuka mata, ternyata hari sudah berganti bulan. Dan Anyelir tak ada lagi di sisinya.
Digar menutup telinga dengan kedua tangannya. Ia bersembunyi di dalam lemari untuk mencari tempat yang tertutup. Suara hujan disertai petir seperti ini adalah ketakutannya, terlebih jika di malam hari. Hal ini seakan membawanya kepada kejadian 7 tahun silam.
Jika sudah seperti ini, Digar tak tahu lagi dengan sekitarnya karena dia sibuk dengan dirinya sendiri.
Semakin matanya terpejam, semakin kejadian itu muncul dengan jelas. Suara benturan benda keras, petir yang menyambar, dan suara Anyelir berputar seperti kaset rusak di kepalanya. Terkadang suara tembakan juga muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Resilience; AlGar
RandomSeseorang yang disebut 'anak haram' pun berhak bahagia, tapi nyatanya Alby tak pernah merasakannya. Rasa sakit sudah menjadi bagian dari dirinya sejak kecil namun, yang paling menyakitkan adalah saat ia dijual oleh ibu kandungnya sendiri.