Mobil berhenti di depan mansion yang berdiri megah. Setelah beberapa jam perjalanan mereka akhirnya sampai saat matahari tepat berada di atas kepala.
Digar menatap Alby yang masih tertidur nyenyak. Ia menjadikan paha Digar sebagai bantalnya.
"Nggak dibangunin?" tanya Jeff yang duduk di kursi depan bersama dengan Alex si pengemudi.
Digar menggeleng, "kasian dia masih lemes banget."
Alby mabuk darat karena ini perjalanan yang cukup jauh. Sepanjang jalan ia sudah beberapa kali muntah sampai dirinya sangat lelah dan akhirnya tertidur di pangkuan sang kakak.
Digar pun menggendong Alby ala bridal style. Anak itu sedikit melenguh kemudian menyandarkan kepalanya di lengan Digar membuat empunya tersenyum tipis.
Digar lalu menatap sejenak mansion di depannya.
"Mereka nggak bakal berani macem-macem di hadapan kakek," ucap Jeff menepuk bahu Digar.
Cowok itu mengangguk kemudian melangkahkan kakinya.
Orang pertama yang menyambut mereka adalah Logan.
"Papa, i miss you so much," ucap Jeff lalu melakukan gestur flying kiss.
"Inget umurmu," tegur Logan seraya memukulkan tongkatnya pada kaki Jeff.
Digar tersenyum miring menyaksikannya. Papanya ini selalu saja bertingkah.
"Cucuku apa kabar?" tanya Logan beralih ke Digar.
"Baik, Kek. Kakek sehat aja, 'kan?"
"Ya, begitulah. Kakek udah tua, ada aja penyakitnya," jawab Logan kemudian ia terbatuk.
"Kakek harus banyak-banyak istirahat," ucap Digar.
Logan hanya mengangguk menanggapinya.
"Yang kamu gendong ini adekmu?" tanyanya. Ia menatap Alby yang tetap tertidur lelap, tak terusik sedikit pun.
"Iya."
Logan tersenyum hangat. "Anak yang manis," pujinya.
"Bawa dia ke kamar. Naik lift aja biar mudah," suruh Logan. Karena jika tidak dengan izinnya, maka tidak ada seorang pun yang berani menaikinya.
Digar mengangguk kemudian segera melangkah menuju lift.
"Kamu kenapa masih di sini? mandi sana," titah Logan menatap Jeff yang cengar-cengir.
"Ok, tapi gosokin punggung, ya."
"Sini papa gosok pakai tongkat."
"Ampun!"
Digar menggelengkan kepala mendengarnya. Baru beberapa menit di sini, dia sudah membuat Logan memukulkan tongkatnya berkali-kali.
Sore harinya barulah Alby merasa baikan. Butuh beberapa waktu untuk menghilangkan rasa pusingnya.
"Gar, gue gugup banget berasa mau ketemu camer," ucap Alby dramatis.
Sebelum makan malam, mereka mengadakan kumpul-kumpul di halaman belakang.
"Apa yang digugupin?"
"Nggak tau, pokoknya gugup aja."
"Nih, telapak tangan gue dingin banget." Alby menempelkannya pada lengan Digar.
"Nggak kerasa," ucap Digar berniat menggoda adiknya ini.
Alby merengut mengerucutkan bibirnya. Ia pun menempelkan kedua telapak tangannya di pipi Digar. "Kerasa, nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Resilience; AlGar
RandomSeseorang yang disebut 'anak haram' pun berhak bahagia, tapi nyatanya Alby tak pernah merasakannya. Rasa sakit sudah menjadi bagian dari dirinya sejak kecil namun, yang paling menyakitkan adalah saat ia dijual oleh ibu kandungnya sendiri.