I know this part is very boring, but my brain udah kayang jungkir balik mikirinnya. I hope you guys enjoy!
Kalo ada kesesatan tolong cepat kasi tahu sumedang 😉•
•
•"Saya sudah melakukan apa yang kalian suruh," ucap Tya datar.
Ia berdiri di ambang pintu rumahnya, tangannya terlipat di depan dada dengan sorot mata dingin, menatap laki-laki di depannya.
"Tapi lo gak bener-bener ngelakuinnya. Anak itu jatuh ke tangan orang lain!" protes laki-laki yang terlihat lebih muda itu, Rouvin namanya.
"Itu kesalahan kalian, kalian yang kurang menyediakan uang."
"Well, empat juta dollar udah harga yang cukup tinggi dalam sejarah pelelangan manusia sampah."
Tya mengeratkan rahangnya, namun wajahnya tetap terlihat tenang.
"Kita gak berekspektasi kalau ada manusia bodoh yang rela ngebeli dengan harga yang lebih mahal daripada itu," jelas Rouvin, guratan kesal tercetak jelas di wajahnya.
Malam pelelangan, Rouvin bersaing dengan seorang laki-laki berjas untuk membeli Alby. Namun, karena budget yang kurang, akhirnya dia kalah dan tak berhasil membawa Alby pulang bersamanya.
"Lalu, kamu datang ke sini untuk menunjukkan bahwa kalian lebih bodoh?" tanya Tya lugas.
Menurutnya, mereka lebih bodoh karena menganggap orang lain bodoh. Sehingga mereka merasa pintar dan itulah yang menyebabkan mereka gagal.
"Sialan!" Rouvin mengepalkan tangannya, menahan agar tinjunya tak melayang.
"Lo udah sepakat buat ngejual anak lo ke tuan--"
"Itu nggak bisa disebut kesepakatan, dia memaksa dan bikin saya gak punya pilihan lain," sela Tya.
"Sekarang pun lo gak punya pilihan. Gimanapun caranya, anak itu harus jatuh ke tangan kita. Lo harus ambil anak itu," tuntut Rouvin.
Bagaimanapun caranya, Alby harus jatuh ke tangan mereka. Rouvin tak ingin usahanya mengawasi Alby saat anak itu masih bekerja di club menjadi sia-sia. Ia bahkan sering memberikan uang tip dalam jumlah yang banyak untuk anak itu.
"Saya udah gak punya hak atas dia," ucap Tya datar namun, tersirat kegetiran.
Rouvin tertawa remeh seraya membetulkan jaket kulit hitamnya, "jangan lupa, lo bisa kapan aja masuk penjara." Sorot matanya mengintimidasi, "dengan kasus kekerasan pada anak."
"Kalian terlalu bersemangat mengancam dengan ancaman yang sama, sampai lupa, bahwa kasus kalian lebih parah." Pembawaannya sangat tenang.
Ia kemudian tersenyum miring, "oh, maaf, saya yang lupa. Orang kaya yang mempunyai kekuasaan tak dapat disentuh hukum," sindirnya.
Rouvin semakin dibuat kesal, "nggak usah banyak bicara. Bos gak mau tau, lo harus bisa ngambil anak itu lagi. Terserah dengan cara apa."
"Kenapa nggak kalian aja?"
Raut laki-laki itu tiba-tiba berubah, ia nampak bimbang sebelum akhirnya menjawab.
Tya menyeruput tehnya. Kali ini, pikirannya kembali melayang pada hari itu. Saat bawahan laki-laki itu mendatanginya. Tya awalnya bingung mengapa Rouvin mendatanginya dengan emosi, ternyata mereka gagal dalam pelelangan malam itu.
Dan ternyata itulah alasan mengapa Alby masih hidup, dia bukan dibeli oleh mereka.
Jemari wanita itu meremas erat cangkirnya. Emosinya memuncak tiap kali mengingat perintah laki-laki brengsek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Resilience; AlGar
RandomSeseorang yang disebut 'anak haram' pun berhak bahagia, tapi nyatanya Alby tak pernah merasakannya. Rasa sakit sudah menjadi bagian dari dirinya sejak kecil namun, yang paling menyakitkan adalah saat ia dijual oleh ibu kandungnya sendiri.