Alby mengedarkan pandangannya, mencari seseorang di antara kerumunan pengunjung. Nihil, Lentar memang tak terlihat sejak ia datang tadi. Padahal biasanya mudah sekali bagi Alby mencari cowok tinggi dengan wajah triplek itu.
Alby terus berjalan menuju meja pelanggan dengan membawa nampan di tangannya.
"Pesananmu, Nona." Alby tersenyum seraya meletakkan 2 gelas cocktail di atas meja.
"Thanks," Ucap wanita muda itu seraya tersenyum menatap gemas ke arah Alby. "Btw, you are so adorable," pujinya membuat Alby tersenyum sangat manis hingga menampakkan cacat yang mempesona di pipi kirinya.
Alby sedikit membungkukkan badan sebagai tanda terima kasih kemudian beranjak pergi.
Malam ini agak berbeda dari malam biasanya. Padahal malam belum larut tapi pengunjung sudah memenuhi setiap sudut club. Semua ini karena acara yang akan di gelar tengah malam nanti, pelelangan manusia. Selama Alby bekerja di sini, ini adalah yang kedua kalinya.
Dan salah satu yang menjadi objeknya adalah mereka yang terlilit utang pada bos dan tak sanggup membayar. Alby bersyukur, setidaknya ia hanya di suruh bekerja di sini, bukan menjadi objek pelelangan.
Alby kembali ke meja bartender namun seseorang menginterupsinya.
"Lu dipanggil bos, disuruh ke ruangannya," Ucap laki-laki iu dengan tampang sinis melirik Alby.
Alby hanya mengangguk, kemudian bergegas menuju ruangan bos mereka dengan perasaan campur aduk, ada apa bosnya memanggil dirinya?
Tok..tok..tok
Alby mengetuk pintu itu, "Tuan, ini saya, Alby Galen."
"Masuk." Suara berat dari sang bos menambah aura tak mengenakkan di sekitar Alby. Ia bergidik kemudian segera masuk ke dalam.
Netra kecokelatannya seketika terfokus pada wanita yang berdiri membelakanginya dengan rambut yang tergerai indah, menutupi setengah punggungnya. Tubuh rampingnya dibalut dress hitam polos selutut. Tentu Alby sangat hapal siapa wanita ini, Tyara Leteshia, ibundanya.
"Ada apa tuan manggil saya?" tanya Alby saat ia sudah berdiri menghadap Johnny--bosnya.
"Ok, tanpa bertele-tele lagi. Saya cuman mau ngasih tau kalau kamu bakalan ikut dilelang malam ini,"
Deg!
Tak ada mendung ataupun angin ribut, tiba-tiba saja petir menggelegar menyambar dirinya. Alby sontak melebarkan matanya, jantungnya berpacu saat kalimat itu masuk ke telinganya.
"K-kenapa tiba-tiba, Tuan?" Alby syok, tentu saja. Siapa yang akan biasa-biasa saja saat mendengar dirinya akan dijual?
"Saya selalu bekerja tiap hari, Tuan. Saya gak pernah megang gaji karena langsung masuk itungan bayar utang, tapi kenapa saya juga ikut?" sambung Alby dengan suara yang mulai bergetar.
"Tanyakan pada orang yang ada di sebelahmu," jawab Johnny santai lalu mengisap cerutunya.
Alby menatap Tya yang melipat tangannya di depan dada, memandang lurus ke arah depan dengan sorot mata tak acuh.
"Kenapa, Ma?" tanya Alby dengan suara tercekat, ia menelan saliva susah payah, tenggorokannya terasa sakit dan matanya memanas.
"Saya rasa jawabannya sudah jelas, karena saya benci kamu," Jawab Tya penuh dengan penekanan.
Alby menggigit kuat bibir dalamnya, hatinya sangat sakit, seperti ada seribu anak panah yang melesat tepat mengenai hatinya. Rasanya sangat sakit dan juga sesak di saat yang bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Resilience; AlGar
RandomSeseorang yang disebut 'anak haram' pun berhak bahagia, tapi nyatanya Alby tak pernah merasakannya. Rasa sakit sudah menjadi bagian dari dirinya sejak kecil namun, yang paling menyakitkan adalah saat ia dijual oleh ibu kandungnya sendiri.