Digar membuka mata dan tak mendapati Alby di sisinya.
Ia langsung mendudukkan diri membuat kepalanya sedikit pening.
"Alby." Suaranya terdengar sedikit panik.
Sayup-sayup telinganya mendengar suara orang muntah dari toilet. Ia pun bergegas ke sana.
Alby menumpu tangannya di pinggir wastafel dengan badan yang sedikit membungkuk. Perutnya terasa mual dan tak nyaman. Sepertinya akibat malam tadi ia makan tak ditakar.
"Hoekk." Perutnya bergejolak hebat seakan ingin muntah selautan, tapi hanya beberapa tetes yang keluar.
Tiba-tiba ia merasakan punggungnya diusap seseorang.
Kepalanya seketika terangkat membuat pandangan mereka saling bertemu lewat pantulan kaca.
Terlihat raut wajah khawatir Digar memandanginya. Membuat perut Alby rasanya semakin mual saja.
Setelah dirasa cukup, Alby membersihkan mulutnya. Digar dengan sigap mengambil handuk kecil.
Saat dirinya ingin membantu Alby mengelap jejak air, tangannya ditepis kasar.
"Gak usah. Gue mau mandi," ujar Alby dingin lalu segera masuk ke dalam bilik berkaca buram.
Digar mengernyit heran, ada apa dengan Alby?
Ketika mereka hendak turun untuk sarapan pun Alby tak berbicara sama sekali.
"By, lo kenapa? Is it hurt so much?"
"Ya, kayak biasa," jawabnya terdengar ketus seraya hendak beranjak duluan ke luar kamar namun, Digar mencekal lengannya.
"What's wrong with you?"
"Nggak ada." Ia menarik tangannya kemudian segera berlalu.
Digar pun menyusul dengan banyak pertanyaan di kepala. Alby tak pernah bersikap seperti ini sebelumnya.
"Pagi, Anakku," sapa Jeff saat dua anaknya itu sampai di meja makan. Mereka berdua masing-masing mengambil tempat di sisi Jeff.
Di seberang Digar, Deon menyambutnya dengan senyum miring. Sedangkan cowok itu hanya memasang tampang datar.
"Pagi juga, Anakku," sahut Mino yang duduk di seberang Jeff.
Jeff mendelik, ia melempar sendok ke arah Mino. "Anakmu di sebelah!" sungutnya menunjuk Deon dengan dagu.
"Ya, aku tau."
"Kalau tau kenapa--"
"Gak baik ribut di depan makanan," potong Logan.
"Ribut di lapangan boleh, Pa?"
"Boleh, tapi nama kamu dicoret."
"Gak pa-pa, Jeff udah kaya."
"Ampun!" serunya saat Logan mengambil tongkat.
"Jan kasih ampun, Pa. Songong banget mulutnya," kompor Mino.
Jeff mendengkus, "lagian cuman ada satu nama. Kalo dicoret ya abis dong."
"Udah. Kita sarapan sekarang," ujar Logan tak ingin memperpanjang.
Beberapa pasang mata yang menyaksikan hanya tertawa geli menanggapinya. Sudah terbiasa melihat perseteruan antara kakak beradik ini.
Kecuali Alby, ia hanya menatap makanan dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Jeff yang akhirnya memperhatikan, berbisik pada Digar.
"Kamu apain adekmu?"
"Nggak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Resilience; AlGar
RandomSeseorang yang disebut 'anak haram' pun berhak bahagia, tapi nyatanya Alby tak pernah merasakannya. Rasa sakit sudah menjadi bagian dari dirinya sejak kecil namun, yang paling menyakitkan adalah saat ia dijual oleh ibu kandungnya sendiri.