Gelap, sang pemilik kamar tak pernah membuka jendelanya lagi selama beberapa hari ini.
Terlihat kamarnya semrawut seperti kapal pecah. Baju kotor ada di mana-mana, seprei kasur berantakan, pecahan kaca berserakan, serta sampah yang bertebaran di lantai.
Keadaan wanita yang duduk di pojok kamar itu juga tak jauh kacaunya. Ia bersandar pada dinding dengan napas memburu, ia lelah setelah mengamuk-ngamuk tak jelas.
Lingkaran hitam terlihat jelas di matanya yang menatap kosong, rambut hitam panjangnya berantakan, wajah putihnya menjadi pucat pasi. Ia terlihat seperti mayat hidup sekarang setelah kehilangan setengah hidupnya karena perbuatannya sendiri.
Tya berdiri ingin mengambil minum. Ia meraih gelas yang ada di atas nakas namun, ternyata air di teko sudah habis. Ia menggeram kesal lalu melemparkan gelas kelantai, menciptakan suara gaduh.
"Anak sialan! kenapa dia gak ngisi airnya?!" Ia berteriak marah.
"Keparat! saya harus ngasih dia pelajaran," geramnya lalu melangkah, tapi sayang kakinya terinjak pecahan gelas kaca tadi.
Tya meringis saat merasakan beling itu menembus kulitnya, sangat perih. Ia berjalan tertatih lalu mengambil balok panjang di balik pintu.
"Keluar kamu anak haram!" Teriaknya. Tya kini menuju kamar Alby untuk menghukum anak itu.
"Kamu sekarang tuli, hah?! kenapa gak mati aja sekalian!" Ia meracau di depan kamar Alby. Biasanya anak itu akan langsung menghampirinya saat ia berteriak tapi sekarang Alby tak memunculkan batang hidungnya.
Tya mendobrak pintu kamar Alby. Kamar itu kosong, tak ada orang. Hanya ada lipatan baju dan selimut yang berada di dalam keranjang.
"Anak kurang ajar! di mana kamu sembunyi, hah?! Keluar kamu!"
Tya berteriak-teriak seperti orang stress. Kamar ini sangat kecil, tak mungkin Alby bisa bersembunyi sedangkan lemari atau ranjang pun tak ada di sini.
"Di mana kamu anak pembawa sial?! kalo sampai saya nemuin kamu, saya akan cambuk kamu sampai mati!"
Tya kalap, ia memukul-mukul tumpukan pakaian Alby menggunakan balok kayu yang ia bawa tadi.
"Arrghhh!" gaungnya menggema. Ia terduduk lemas di lantai.
Tya meremas rambutnya sendiri, ia lupa jika Alby sudah tidak ada. Dirinya selalu merasa Alby masih ada di sini, nyatanya anak itu sudah ia jual.
Dadanya turun naik karena emosi. "Saya harap sekarang kamu sudah mati di tangan mereka." Ia menyeringai seperti orang gila lalu tertawa keras.
"Kamu sudah mati!" ucapnya di sela tawa. "Akhirnya kamu mati!" Ia benar-benar terlihat tidak waras sekarang.
Tya mengembuskan napas kasar. Ia menatap keranjang yang hancur dan baju yang berserakan.
Tatapannya berubah sendu, "anak malang," ucapnya dingin.
Kejadian 16 tahun silam berputar kembali di kepalanya.
PLAK!
"Anak gak tau diuntung! ayah membesarkan kamu bukan buat mempermalukan keluarga," murka lelaki paruh baya itu.
Di hadapannya, anak perempuannya itu sedang berlutut sambil menangis tersedu-sedu. Ia memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan sang ayah.
Rendra dan Lenny menatap kecewa pada Tya anak mereka karena sudah melakukan perbuatan terlarang. Perempuan itu hamil di luar nikah, bahkan di umurnya yang masih muda, yaitu 16 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Resilience; AlGar
AcakSeseorang yang disebut 'anak haram' pun berhak bahagia, tapi nyatanya Alby tak pernah merasakannya. Rasa sakit sudah menjadi bagian dari dirinya sejak kecil namun, yang paling menyakitkan adalah saat ia dijual oleh ibu kandungnya sendiri.