"Woah, coba lihat siapa ini? Masih ada muka buat ke sekolah ternyata." Deon yang baru saja masuk toilet bertemu dengan Digar yang sedang mencuci tangan.
Cowok dengan ekspresi datar itu hanya meliriknya sekilas lewat pantulan kaca.
"Kenapa lo nggak pindah lagi aja kayak waktu itu?" tanya Deon menghampiri Digar.
"Kenapa?"
Deon tertawa remeh, "malah balik nanya, ya, karna kelakuan hina lo kebongkar."
"You're talking about yourself again."
"Kalo lo sebegitu yakin gue pelakunya, kenapa nggak ngebela diri dari awal?" Deon menyunggingkan senyum miringnya.
"Lo gak bisa, 'kan? Gak ada bukti, karena emang elo pelakunya," lanjutnya sebab Digar hanya diam saja.
"Do you have any evidence? Why you're so eager to accuse me?" tanya Digar datar, tapi terdengar menuntut.
"Gue gak habis pikir, kenapa lo selalu nanya bukti? Sedangkan bukti paling kuat datang dari Lynn sendiri," jelas Deon.
"Ancaman bisa membuat kebenaran menyimpang." Digar beralih menghadap Deon sepenuhnya.
"Loh, jadi lo nuduh gue ngancem dia?!" tanya Deon kelepasan emosi.
"I don't accuse anyone," balas Digar santai seraya menaikkan sebelah alisnya.
"Sialan," desis Deon tajam.
"You did it, and then you killed her because you didn't want the baby to become solid evidence of your depravity."
Digar menjelaskannya dengan tenang namun, sorot mata tajam itu sangat mengintimidasi lawan bicaranya.
Tangan Deon mengepal kuat hingga kuku jarinya memutih. "But I didn't kill her," geramnya rendah.
Medengar itu ujung bibir Digar sedikit terangkat. "You just confessed."
"Forget what you've heard, or I'll cut off your ear," ancam Deon. Kilatan amarah terlihat jelas di matanya.
Ia pun langsung pergi meninggalkan Digar.
Saat pulang sekolah, ketika Digar melewati jalan sunyi, ia merasa ban motornya bergerak liar.
Digar pun berhenti dan mengeceknya, ternyata ban motornya kempis karena ada sebuah paku yang menancap di sana.
Ia berdiri seraya berkacak pinggang, bengkel masih jauh sedangkan handphone-nya mati. Mau tidak mau ia harus menuntunnya.
Digar kembali berjongkok untuk mencabut pakunya. Selagi fokus, tiba-tiba sebuah benda tumpul menghantam belakang kepalanya sontak membuatnya kehilangan kesadaran.
"Cepat bawa masuk." Itu suara terakhir yang ia dengar sebelum semuanya benar-benar gelap.
.....
Setelah keempat bodyguard itu mencari ke semua sudut rumah. Mereka bergerak keluar untuk mencari jejak lalu Raden--asisten pribadi Jeff--datang dengan mobil Jeff.
"Tuan muda mana?! Cepat bawa pergi mereka ke tempat yang aman, lindungi mereka! Ini perintah Pak Jeffan!" titah Raden terlihat panik menghampiri mereka.
"Tuan muda Digar belum pulang--"
"Sama sekali belum pulang dari sekolah? Jam segini?" sela Raden melirik jam tangannya yang hampir menunjukkan pukul 9 malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Resilience; AlGar
De TodoSeseorang yang disebut 'anak haram' pun berhak bahagia, tapi nyatanya Alby tak pernah merasakannya. Rasa sakit sudah menjadi bagian dari dirinya sejak kecil namun, yang paling menyakitkan adalah saat ia dijual oleh ibu kandungnya sendiri.