Kejadian kemarin sore di bawah guyuran hujan rupanya masih membuat laki-laki bernama Rafif itu menutup dirinya, dia tidak ingin menemuiku. Kemarin aku merasa hubungan kita masih baik-baik saja. Bahkan kami mengobrol sangat baik lewat chattingan. Meskipun cuma sebentar, hanya sekitar tiga puluh menit.Malam itu di room chat kami Rafif mengirim pesan untuk mengajakku berangkat sekolah bersama. Tetapi paginya dia membatalkan itu sendiri.
Pipipipip
| Gue nggak bisa berangkat
bareng
| Lo duluan aja.
06.12Me
Kenapa?|
06.12Woy, kenapa?|
06.20Pip, baca kek|
Eh, bales maksudnya|
06.30Aku menunggu Rafif membalas pesanku selama delapan belas menit. Cukup sampai di sini saja, jika kulebihkan sisa waktuku akan habis.
Aku menyambar tas punggung dan menggendongnya cepat. Papa menunggu di ambang pintu bersama Mama yang tengah membereskan dasinya.
"Gimana? jadi bareng Rafif apa Papa?" tanya Papa.
Aku mengangkat bahu. "Dia nggak bales, Pa. Aku khawatir nih."
Mama menghampiriku dan memberikan usapan lembut di kedua lenganku. "Sama Papa aja, nanti kamu bisa berhenti di rumah Rafif dulu. Lihat di rumahnya ada nggak dia? kalau ada ya syukur kalian bisa barengan kan pake mobil Papa."
"Kalau nggak ada?" tanyaku.
Mama tersenyum menenangkan. "Mungkin udah duluan bareng Rafa, atau dia ada urusan lain. OSIS misalnya?"
Mama benar, kedua kemungkinan itu bisa jadi adalah jawabannya. Bang Rafa sering memaksa Rafif berangkat bersamanya meskipun laki-laki dewasa itu sering memukuli Rafif, dan pilihan kedua mungkin juga benar, OSIS saat ini sibuk mengurus audisi model promosi sekolah.
"Mama benar, ya udah deh aku berangkat sama Papa."
"Hati-hati ya. Papa hati-hati bawa mobilnya." seru Mama.
Aku mencium tangan Mama dan Mama mencium tangan Papa. Aku melambaikan tangan pada Mama setelah mesin mobil Papa menyala dan melaju pelan keluar dari gerbang rumah.
Sesuai usul Mama, Papa memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Rafif. Aku izin turun dan melihat lewat celah besi gerbang rumah Rafif. Rumah itu sepi, aku bahkan sudah meneriakki nama Rafif berkali-kali. Namun tidak ada tanda-tanda cowok itu ada di dalam sana.
"Ayo, Mel. Kamu bisa telat lho. Papa yakin sekali Rafif tidak ada di rumahnya, dia pasti sudah berangkat duluan."
Papa memang benar, aku tidak punya pilihan lain. Pun pergi ke sekolah juga cara untuk menemukan Rafif. Semoga benar adanya bahwa laki-laki itu sudah di sana lebih dulu.
Setelah aku kembali duduk di bangku samping pengemudi, Papa mengusap belakang kepalaku. "Jangan sedih dong, Rafif pasti baik-baik aja."
"Apa dia sakit ya Pa, kemarin kita hujan-hujanan."
"Jangan berfikir begitu, nggak bagus. Kamu sekolah dan cari Rafif di sana, Papa juga bakal bantu tanya sama Rafa nanti ya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Time [Completed]
Novela Juvenil[Daily Clover Marathon 2021] Tentang Rafif Dimansyah Fajaro, sahabatku, cinta pertamaku, yang belum juga kembali. Dia bilang dia tidak pernah pergi, dia ada bersama tetes hujan, embusan angin, dan terpaan cahaya senja. Aku belum menemukannya, bagaim...